Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

SEMBILAN HARI TERINDAH (BAGIAN 20)


      Sejurus kemudian, Rachelia pergi meninggalkanku sendirian di halaman belakang rumah tersebut. Ia meninggalkan cangkir cokelatnya di sana, sementara aku tetap di halaman belakang sambil menikmati cokelat panas yang dibuat oleh gadis itu. Rasanya nikmat, mirip seperti buatan Cauthelia, wajarlah mereka berdua kan saudara, batinku.

      “Tama!” suara teriakan itu mengagetkanku.

      Aku segera bergegas ke arah suara itu, “kenapa Kak?” tanyaku kepada Rachelia yang saat itu meringkuk di ujung kamarnya.

      “I…itu tadi ada tikus,” ujarnya.

      Aku menghela napas agak panjang, “cuma tikus yah,” ujarku lalu berusaha mencari dimana tikus yang ia maksud.

      “Tapi gue takut sama tikus,” ujarnya sambil mendekap sendiri lututnya, “okay, nanti aku usirin.”

      Sejalan kemudian, aku berusaha mencari dimana ada tikus tersebut, voila ternyata bersembunyi di balik lemari, bukan karena kulihat tikusnya, tetapi karena suara yang ditimbulkannya. Segera kucari sapu untuk mengusir tikus tersebut, tetapi sebelumnya kubuka seluruh pintu rumah agar tikus tersebut bisa keluar dengan mudah. Setelah sekitar lima belas menit aku berusaha akhirnya aku berhasil memukul mundur hewan pengerat tersebut.

      “Makasih yah Tam,” ujar Rachelia masih dengan wajah yang pucat pasi.

      “Yoi Kak, santai aja,” ujarku tersenyum kepadanya, lalu aku meninggalkannya di kamar.

      “Tam, mau kemana?” tanyanya.

      Seketika aku berhenti, aku menoleh ke arahnya, “aku mau duduk di belakang lagi, cokelatnya keburu dingin,” ujarku dan tersenyum.

      “Emangnya loe gak risih ada gue daritadi?” tanyanya lalu ia berusaha berdiri.

      “Risih?” tanyaku heran, ia mengangguk pelan, “gak sama sekali, buat aku kalo aku cinta sama Elya, berarti aku harus mencintai keluarganya,” ujarku ringan, “lagian apapun yang terjadi, suatu saat Kakak akan jadi Kakak ipar aku kan?” tanyaku lalu aku berbalik badan.

      “Iya juga sih, cuma heran aja masih ada cowok kayak loe,” ujar Rachelia, wajahnya sudah tidak pucat lagi.

      Aku pun kembali ke halaman belakang, aku kembali menikmati cokelat panas sambil sesekali menghirup udara Lembang yang sejuk pada siang hari itu. Sungguh aneh perkataan Rachelia, mengapa aku harus risih atas presensinya? Sebentar apakah karena pakaian yang ia gunakan? Seperti aku sudah biasa melihat hal itu.

      Sudahlah, aku tidak ingin lagi berpikir masalah yang seharusnya tidak kupikirkan. Dan tidak lama kemudian, datanglah Rachelia, ia langsung duduk di sebelahku tanpa canggung, hanya saja wajahnya memerah melihatku. Aku hanya tersenyum simpul saat ia mengambil cangkir berisi cokelat yang sudah mendingin tersebut.

      “Maafin gue yah, malah ngerepotin loe,” ujarnya pelan.

      “Santai aja Kak,” ujarku dengan ringan, aku tersenyum kepadanya.

      “Tapi gue tadi beloman sempet pake baju,” ujarnya pelan.

      “Yang penting masih pake handuk kan?” tanyaku santai, sungguh tidak ada sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk melakukan apapun kepada gadis itu.

      “Bener kata Elya, loe orangnya lurus banget,” ujarnya pelan, “gak ada niat sedikitpun apa buat ngintip doang gitu Tam?” tanya gadis itu keheranan kepadaku.

      Aku menggeleng pelan, “sama sekali enggak Kak,” ujarku dan tersenyum.

      “Pantesan Elya tergila-gila sama loe,” ujarnya lalu menghela napas panjang, “menurut loe gue sama Elya apa bedanya?” tanyanya kepadaku.

      Aku hanya terdiam, sesungguhnya aku tidak mengerti, “maksud Kak Rachel?” tanyaku sedikit heran.

      “Ya menurut loe, secara fisik, body gue sama Elya bedanya dimana?” tanyanya kepadaku.

      Aku tertunduk, “kalo buat cowok normal, ya secara fisik Kakak sama Elya bisa dibilang sama-sama bohay, bedanya gedean punyanya Elya,” ujarku pelan, “inget buat cowok normal, tapi gak berlaku buat aku,” ujarku menegaskan.

      “Jadi kalo misalnya, suatu saat Elya tanya, Kakak bisa kasih jawaban itu ke dia, karena dia gak berhenti-berhenti ngetes batas aku sejauh mana,” ujarku dan tersenyum.

      “Eh, ngetes loe, gimana tuh?” tanyanya dengan sedikit tertawa.

      “Ya macem-macem Kak, cumanya aku gak mau cerita, nanti malahan berabe,” ujarku sedikit ketus.

      “Loe cerita aja, nanti gue gantian cerita sama loe,” ujarnya menantangku.

      “Okay aku cerita, deal jangan bocor,” ujarku kepadanya, kami pun berjabat tangan.

      “Loe duluan,” ujarnya.

      “Ya banyak Kak,” ujarku lalu menghela napas, “kayak pas aku kesini aja dia pake baju minim banget, pas besoknya pake baju minim terus gak pake daleman,” kenangku kepadanya.

      “Terus?” tanyanya lagi.

      “Ya pas dia cium aku,” ujarku pelan, jantungku langsung berdetak sangat kencang, “dia malahan sampe ngunci aku di kasur, sampe aku gak bisa gerak,” ujarku pelan.

      “Binal juga adek gue yah, gak beda jauh sama gue,” ujarnya lalu tertawa lepas.

      “Et dah dia malah ketawa,” ujarku sedikit sinis.

      “Pernah kepikiran ML gak sama adek gw?” tanya Rachel.

      Aku terdiam sesaat, “kalo ditanya kepikiran sih enggak, soalnya aku bukan siapa-siapanya dia, jadi gak mungkin kan aku kepikiran,” ujarku pelan.

      “Tapi kepengen gak ada?” tanyanya lagi.

      Aku menggeleng pelan, “ada kepengen, cuma aku tahan, karena aku gak mau semuanya rusak gara-gara nafsu sesaat,” ujarku pelan.

      “Pantesan Elya cinta mati sama loe, ini sih digoda macem gimana gak bakalan mempan,” gadis itu tertawa.

      “Jujur yah gue tertarik banget sama loe,” ujarnya lalu memandangku dengan tatapan yang berbeda.

      “Nah sekarang Kak Rachel, ceritain gimana Kakak,” ujarku menantangnya.

      “Oh iya,” ujarnya lalu ia memulai ceritanya.

      Ia menceritakan semua yang ia lakukan kepada kekasihnya saat ini, tanpa rasa canggung. Aku pun memperhatikan semua ceritanya, tidak jarang aku menambahkan ceritaku saat ia bercerita. Tanpa kusadari, waktu menunjukkan pukul 1300, dan tidak lama kemudian datanglah Cauthelia bersama keluarganya.

      Saat itu kami lanjutkan untuk makan siang, aku diundang oleh keluarga Cauthelia untuk makan siang sebelum orang tuanya dan juga Mikayla pulang setelah makan siang. Aku merasa sangat nyaman berada di sekitar mereka, sangat hangat, dan aku merasa sangat beruntung karena orang yang aku cintai memiliki keluarga yang hangat, sama seperti keluargaku di rumah.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 38 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by