Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

SEMBILAN HARI TERINDAH (BAGIAN 21)


      Tidak butuh waktu lama, kami menyelesaikan makan siang itu, dan keluarga Cauthelia memutuskan untuk pulang ke rumah mereka sementara kami masih tinggal di villa milik kedua orang tua Cauthelia. Kami adalah, aku Cauthelia, Rachelia, dan Nadine, sejurus setelah mereka pergi, Cauthelia langsung menarik tanganku untuk berjalan-jalan di sekitar Villa. Saat aku memandang Nadine, ia hanya tersenyum datar.

      Ia mengajakku masuk ke dalam hutan yang berada agak jauh dari Villa, sesekali ia mendekap sendiri tubuhnya karena udara yang dingin pada siang itu. Hutan ini terlihat tidak pernah tersentuh oleh manusia, ya rumputnya agak tinggi dan juga tidak ada jejak bekas orang pernah menginjaknya, setidaknya mungkin hanya satu atau dua orang.

      Setelah berjalan agak jauh, tibalah aku di sebuah padang rumput yang sangat luas, dimana di dekat sana mengalir sebuah sungai yang riuh dan dangkal, ukurannya mungkin hanya selebar dua meter, cukup kecil, tetapi airnya jernih. Dan saat aku memegang airnya, suhunya sangat panas mungkin sekitar 283’K, tunggu itu dalam derajat Kelvin, kalau dalam derajat Fahrenheit sekitar 50’F, namun dalam derajat Celcius adalah 10’C, berarti itu dingin, bukan panas.

      “Kakak,” panggil Cauthelia lalu menggenggam tanganku hangat, “disini cuma ada kita berdua,” ujarnya dengan wajah yang sangat merah, “Dede pengen nikmatin saat-saat berdua sama Kakak, sebelum nanti Dede pergi yah,” ujarnya dengan wajah yang menampakkan kesedihan.

      “Udah sayang, gak usah dipikirin lagi, nanti malah gak enak Dedenya,” ujarku lalu mendekap gadis itu dengan hangat, ya aku mencintainya dengan sangat dalam.

      “Tadi kata Kak Rachel ada tikus yah di kamarnya?” tanya Cauthelia ia lalu melepaskan dekapanku, aku mengangguk pasti, “ya terus Kakak yang usirin tikusnya,” ujarku juga dengan pasti, “tapi ya gitu, pas Kakak usir tikusnya Kak Rachel masih handukan doang,” ujarku dengan santai.

      “Jadi Kakak ngeliat Kak Rachel pake handuk doang?” tanya Cauthelia.

      Aku pun menangguk, “tapi ya kayak biasanya, Kakak cuek aja,” ujarku lalu tersenyum kepada gadis itu.

      “Dede percaya kok Kak,” ujar Cauthelia ia lalu tersenyum.

      “Makasih yah sayang,” ujarku lagi mengecup kening gadis itu, “Dede tahu gak, Kakak mungkin baru 6 hari ketemu dan kenal deket sama Dede, tapi Kakak ngerasa udah kenal sama Dede lama banget,” ujarku sedikit tertunduk.

      “Maaf Kakak bodoh karena sayang dan cinta sama Dede, tapi Kakak gak bisa ninggalin Nadine,” ujarku lagi dengan pelan.

      “Yaudah, ambil aja dua-duanya,” ujar Cauthelia, ia lalu menjulurkan lidahnya seperti biasa.

      “ya gak gitu juga kali sayang,” ujarku lalu menghela napas.

      “Terus Kakak maunya sama siapa?” tanya gadis itu, aku terdiam sesaat, ia lalu tersenyum kepadaku.

      Gadis itu lalu mendekapku erat, ya aku bisa merasakan cinta yang tulus dari gadis itu untukku. Tidak lama kemudian ia melepas dekapannya dan tersenyum dengan sangat manis. Mendung di siang ini membuat cuaca Lembang semakin dingin, sesekali gadis itu mendekap sendiri tubuhnya karena kedinginan. Sesaat kemudian ia tersenyum, lalu ia melihat keadaan sekitar.

      “Kita cuma berdua di sini Kak,” ujar gadis itu dengan senyuman yang menggoda, sejalan kemudian ia menarik baju yang ia kenakan.

      “Dede mau ngapain?” tanyaku kepadanya, jujur aku sangat panik.

      “Menguji sampai dimana batas Kakak,” ujarnya lalu dengan cepat bajunya sudah terbuka.

      Deg!

      Detak jantungku berdetak sangat kencang saat aku memejamkan mataku, lalu terdengar suara resleting terbuka, Elya sudahlah, aku sudah tidak sanggup lagi untuk diuji, batinku.

      “Kak buka matanya,” pintanya.

      “Gak mau, Kakak gak mau,” ujarku pelan lalu tiba-tiba tangan gadis itu menggenggam tanganku.

      “Kalau Kakak beneran sayang dan cinta sama Dede, pasti mau dong buka matanya,” ujarnya dengan nada yang manja, okay aku mengaku kalah dan aku pun membuka mataku.

      “Kakak nih mikirnya kejauhan,” ujarnya lalu tertawa kecil, aku terdiam dan menghela napas, memang ia tidak sepenuhnya tanpa busana, tetapi tetap saja, ia mengenakan pakaian renang two piece saat ini.

      “Tetep aja Dek,” ujarku sambil memandang keindahan jam pasir yang terpampang nyata di depanku.

      Baru kali ini aku melihat Cauthelia begitu terbuka di depanku, tidak mungkin, pikirku dalam hati, ia begitu menggoda dengan baju renang berwarna putih tersebut. Sudahlah, jangan dipikirkan, batinku, meskipun mataku tidak lepas memandangi keindahan timbunan lemak di bagian tertentu tubuhnya, dan ya seketika pula aku bereaksi. Ia lalu tersenyum, dan ia berjalan menjauhiku, ia menuju sungai kecil yang berada di sana.

      Sesekali ia mengusap sendiri tubuhnya, ia kedinginan, tetapi mengapa ia tetap memaksakan untuk menurunkan kakinya ke dalam air, Elya apa yang kau lakukan? Tanyaku dalam hati mengomentari betapa bodohnya ia melakukan itu saat ini. Sejurus kemudian ia tersenyum kepadaku, lalu ia berjalan menuju ke bagian sungai yang lebih dalam hingga menenggelamkan seluruh pingganggnya, sejurus kemudian ia menurunkan kepalanya hingga tidak terlihat lagi.

      Elya? Tanyaku dalam hati, apa maksudmu melakukan ini, ujian apa yang ingin kau uji kepadaku? Aku terus bertanya dalam hati. Kulihat jam di tangan kananku, ada chronograph disana, sudah empat puluh delapan detik setelah ia menenggelamkan kepalanya ke dalam air. Aku mulai panik saat waktu menunjukkan hampir dua menit dia ada di dalam sana, dan tidak ada tanda-tanda pergerakan.

      Aku bergegas melepas seluruh pakaianku dan menyisakan celana boxer-ku di sana. Aku segera mencari dimana Cauthelia berada, sungguh air ini dingin sekali, seperti yang kukatakan suhu air ini 10’C ditambah suhu udara di sana yang cukup dingin sehingga membuatku sedikit menggigil. Kubenamkan seluruh tubuhku ke air untuk mencari gadis itu, kemana ia? Tanyaku dalam hati, dan aku mulai panik saat suhu tubuhku menurun drastis karena kedinginan tetapi aku tidak kunjung menemukan Cauthelia.

      Sekedar informasi, aku mengidap penyakit radang brokhitis yang bereaksi negatif terhadap suhu udara yang ekstrim, baik terlalu panas atau terlalu dingin, hal tersebut membuat napasku menjadi tidak beraturan dan biasanya aku menggigil. Kali ini, kuabaikan itu semua, rasa cintaku kepada Cauthelia mengalahkan impuls saraf ke otak.

      Napasku mulai tersengal, pandangan mataku mulai kabur, tetapi aku tetap terus membenamkan kepalaku untuk mencari Cauthelia. Setelah sekian lama kucari, kulihat gadis itu berada di dalam air dengan mata yang terbuka, ia tersenyum sesaat setelah aku menemukannya. Segera kuraih tangannya dan berdiri dengan menyisakan pinggang kami berada di dalam air.

      “Bronkhitis-nya kumat yah Kak?” tanya Cauthelia dengan wajah yang sedih.

      “Eh, kok Dede tahu?” tanyaku dengan napas yang masih tersengal.

      “Dede tahu segala tentang Kakak,” ujar gadis itu dengan wajah yang sedih, “maafin Dede yah, gara-gara Dede, Kakak jadi sakit,” ujarnya lalu mendekapku.

      “Mendingan keluar dulu dari air, Kakak udah gak kuat Dek,” ujarku yang sudah mulai sesak napas.

      Sesaat setelah itu, Cauthelia menuntunku ke pinggiran sungai, sungguh rasanya sangat menyakitkan di dadaku, dalam artian yang sebenarnya. Batuk mulai bersahutan, karena suplai oksigen ke dalam paru-paru berkurang drastis. Wajah Cauthelia sangat cemas saat melihatku mulai sesak napas.

      Sungguh, udara siang itu sangatlah dingin, sampai-sampai aku sulit untuk mengambil napas. Memang penyakit ini terbilang tidak terlalu berbahaya, tetapi sangat mengganggu pada saat seperti ini. Dan selalu menggangguku saat aku kedinginan atau kepanasan, saat aku mulai kebingungan mencari kehangatan, Cauthelia lalu mendekapku dengan sangat hangat.

      Aku benar-benar merasakn tubuhnya ada di tubuhku, kami beradu kulit dan kulit. Aku benar-benar merasakan kedekatan yang sangat erat saat ini, ya tubuh kami benar-benar menyatu, hampir tanpa pembatas. Tetapi, hal ini tetap saja tidak membuatku merasa lebih hangat atau setidaknya meringankan sedikit sakitku.

      Gadis itu mulai menggesekkan tubuhnya kepadaku, kedua tangannya dengan cekatan menggosok punggungku dengan cepat, dan itu bekerja, tubuhku berangsur-angsur menghangat dan aku mulai bisa bernapas dengan sangat nyaman saat ini. Terima kasih Elya, ujarku dalam hati, meskipun perasaan sesak napas yang saat ini kurasakan kini berubah menjadi perasaan lain yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.

      Sadar aku sudah tidak merasa kesakitan, gadis ini malah semakin senang menggodaku, ia semakin senang mendekapku dan tiba-tiba aku dijatuhkannya di atas padang rumput yang tidak terlalu tinggi itu. Dengan ganas ia mendaratkan bibirnya di bibirku dengan penuh hasrat, sementara ia mendekapku jatuh di tanah.

      Semakin lama, Cauthelia semakin berhasrat, lagi-lagi ia menuntun tanganku menuju tempat yang ia inginkan, tanpa ada pembatas. Kudengar napas gadis itu terengah-engah saat aku melakukan apa yang ia inginkan. Ada perasaan takut, senang, atau entahlah, aku tidak mengerti, yang pasti saat ini aku sudah benar-benar dikendalikan olehnya.

      Aku terdiam, bodohnya aku terdiam dan tidak dapat melakukan apapun saat ini, aku hanya mengikuti permainannya, aku tahu batasan mana yang tidak boleh kujangkau. Tetapi untukku ini sudah cukup keterlaluan, ingin rasanya aku menghentikan ini tetapi sudah terlambat, aku tidak dapat mundur lagi.

      “Kakak,” panggilnya dengan nada yang sangat menggoda, “mau enggak Kak?” tanya Cauthelia dengan desahannya yang khas, selalu kudengar akhir-akhir ini.

      “Gak mau sayang,” ujarku pelan sambil menggelengkan kepalaku.

      “Tapi kalo Dede pengen gimana?” tanyanya dengan napas yang menderu.

      Aku menggeleng, “belum waktunya sayang, mendingan disimpen buat nanti,” ujarku lalu tersenyum kepadanya.

      Gadis itu menciumku lagi dengan lebih berhasrat, gerakannya lebi agresif, dan saat itu tiba-tiba hujan turun dengan perlahan, lalu menderas. Pertanyaanku, bagaimana rasanya didekap tanpa penghalang, antara kulit dan kulit, lalu disempurnakan dengan hujan yang turun semakin deras? Bayangkan sendiri saat kau didekap oleh gadis yang kau cintai.

      Hanya ketulusan cinta yang bisa memisahkan, mana yang harus kulakukan, mana yang tidak boleh. Jujur, semakin dekat dengan hari kepergiannya, ia semakin menjadi lebih berhasrat kepadaku, entah apa yang ia pikirkan, ia bukanlah Istriku, itu yang kupikirkan di dalam hati.

      “Kakak jujur sama Dede,” ujarnya dengan napas yang menderu, “Kakak mau enggak?” tanyanya lalu mencium telingaku dengan lembut.

      “Sayang,” panggilku saat kurasakan desahan napasnya begitu terasa di telingaku.

      “Kakak bohong sama Dede kalo Kakak enggak mau,” desahnya tepat di telingaku.

      “Kalo Dede tanya Kakak sebagai laki-laki normal, jawaban Kakak pengen banget,” bisikku di telinganya, “tapi kalo Dede tanya Kakak sebagai laki-laki yang mencintai Dede, jawaban Kakak pengen banget, tapi setelah Ijab Kabul,” ujarku lalu

      “Tapi ini gak bisa bohong Kak,” ujarnya lalu ia memegang sesuatu di tubuhku, jujur aku sangat kaget saat ia melakukan itu.

      “Tapi Kakak punya pertahanan Dek,” ujarku dengan menahan apa yang ia lakukan saat ini.

      “Dede sayang dan cinta sama Kakak, lakukan apa yang Dede mau yah Kak,” ujar gadis itu lalu ia menciumku sekali lagi, lalu aku tidak dapat berbuat apapun lagi saat itu.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 39 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by