Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

SEMBILAN HARI TERINDAH (BAGIAN 16)


      Tidak mungkin, ini tidak mungkin ucapku dalam hati, umurmu dan umurku sama, baru 17 tahun, tetapi mengapa pemikiranmu sebegitu jauh, apakah sedalam itu? Aku tidak mengerti, apakah ia benar-benar mencintaiku, ataukah hanya perasaan sesaat yang terpendam lama. Tetapi aku yakin, itu adalah cinta untukku yang selama ini sudah ia pendam.

      “Tam, nanti aja ya pulangnya, masih ujan,” pinta Nadine sangat manja kepadaku.

      Aku terdiam sesaat, “loh kan naek mobil, jadi gak bakalan kena ujan,” ujarku dan tersenyum.

      “Tapi Nadine masih mau ada di sebelah Tama,” ujarnya pelan.

      “Di kelas juga tiap hari sebelahan Nad,” ujarku dan membelai rambutnya dengan lembut.

      “Iya sih, cuma envy aja sama Lia, dia enak bisa bobo di sini,” sungutnya pelan.

      “Itu juga bukan karena sengaja Nad,” ujarku pelan, “soalnya sebentar lagi aku gak akan bisa liat dia lagi, entah berapa lama,” ujarku lesu, lalu kurebahkan tubuhku di sofa tersebut.

      “Bener juga, dia emang mau pindah sih sebentar lagi, Nadine yakin Tama pasti sedih banget,” ujar gadis itu lalu ia beranjak dari kursinya.

      “Eh mau kemana Nad?” tanyaku sedikit heran.

      “Mau bikin cemilan sama minuman anget,” ujarnya lalu pergi meninggalkanku di sofa.

      Ia berjalan menjauhiku, lekuk tubuhnya yang seperti buah pir terlihat jelas malam itu. Pikiranku mulai kacau, aku harus segera menarik tuas Westinghouse Air Brake untuk berhenti di Semboyan 7 ini. Apa yang kupikirkan, aku mulai menutup wajahku dengan kedua tangan, apa yang kupikirkan, hatiku kembali bergumam.

      Aku hanya duduk terdiam kursiku, entah apa yang kupikirkan saat ini, Elya Elya Elya, hati itu yang selalu terngiang di kepalaku. Tetapi aku tidak ingin menghampiri gadis itu, aku tidak mau menghancurkan ideologiku sendiri, karena aku sadar aku bisa saja mengalami masalah saat menekan Westinghouse Air Brake.

      Tidak lama kemudian, suara pintu kamarku terdengar, berarti saat ini Elya yang akan turun, gumamku dalam hati. Dan tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menuruni tangga, aku yakin itu adalah Elya, tiba-tiba detak jantungku berdetak sangat cepat saat ini, dan sejurus kemudian munculah gadis itu di depanku.

      Rambut panjang bergelombangnya masih acak-acakan, ia melihatku dengan sangat sayu, ia tampak sangat lelah karena sudah jalan-jalan seharian bersamaku. Lagi-lagi ia mengenakan kemeja milikku, kali ini tidak terlalu kebesaran di tubuhnya, bahkan sangat pendek menurutku hampir-hampir celana dalamnya terlihat. Gadis itu kemudian tersenyum manis kepadaku, dan bodohnya aku bereaksi dengan itu.

      “Malem Kak,” sapanya dengan suara yang sangat parau, juga sangat menggoda.

      “Dede, itu bajunya turunin,” ujarku panik, ia hanya merespon dengan menjulurkan lidahnya sambil menggeliat di depanku.

      “Udah Kak, biarin aja ah,” ujarnya lalu ia pergi dari sana untuk menyusul Nadine.

      Syukurlah, ucapku dalam hati, karena ia langsung menuju ke dapur, tetapi tidak lama kemudian ia kembali lagi muncul, sebelum ia tiba di hadapanku aku terlebih dahulu beranjak dari kursi dan menuju ke kamarku. Mendengar tidak ada suara langkah kaki, akupun percaya bahwa Cauthelia tidak menyusulku ke atas.

      “Nah loh ngapain,” ujar gadis itu mengagetkanku, ya itu Elya, ucapku dalam hati.

      “Kakak mau ganti baju sayang,” ujarku berkilah.

      Ia hanya memandangku tidak percaya, “alasan,” ujarnya dengan wajah yang cemberut, tetapi aku menyukainya.

      “Oh ya, tadi Dede numpang mandi sebentar,” ujarnya lalu mendekatiku, ia lalu duduk di pinggiran ranjang, ia membenahi kemeja yang ia gunakan agar tidak tersingkap terlalu tinggi.

      “Iya sayang, gak masalah kok,” ujarku dan tersenyum kepada gadis itu.

      Ia lalu memandangku dengan wajah yang sangat menggoda, “Kak, makasih yah buat semuanya,” ujar gadis itu tiba-tiba, ia lalu menggapai tanganku dan menggenggamnya, “nanti mau dimasakin apa buat 3 hari ke depan?” tanya gadis itu dan itu membuatku sangat bersedih.

      Deg!

      Jantungku berdetak makin cepat, apakah ini harus berakhir? Tanyaku di dalam hati. Apakah kenyataan yang seperti ini yang harus kuhadapi? Tanyaku lagi saat kulihat mata coklat Cauthelia tengah memperhatikanku. Kubelai lembut rambutnya ia pun menyambut tanganku dengan hangat dan menggenggamnya.

      “Dede akan selalu di hati Kakak kok,” ujarnya pelan, ia lalu mencium tanganku dengan hangat, rasanya benar-benar tertusuk hingga ke dalam jantungku.

      “Dek, apa emang Dede harus pergi yah?” tanyaku dengan nada yang sangat sedih, ia tersenyum kepadaku, aku tahu ia juga sangat sedih saat ini.

      “Harus Kak, soalnya Papa pindah tugas keluar kota,” ujarnya pelan, “lagian kan Kakak sendiri yang bilang kalo katanya cuma ke Semarang doang,” ujarnya mengingatkanku lagi.

      Aku terdiam, “cuma Semarang sih, cuma tetep aja sayang, 500 Km,” ujarku lesu.

      “Iyah juga sih,” ujarnya dengan nada yang menggelitik.

      “Kak sana ke bawah, udah ditungguin sama Kak Nadine tuh,” ujarnya lalu mendorong-dorong tubuhku.

      Aku pun segera turun ke bawah, dan ternyata gadis itu malah naik ke ranjangku lagi dan menarik selimut kembali setelah ia melepas kacamatanya, ia sepertinya ingin tidur lagi. Syukurlah, ujarku dalam hati, setidaknya jika ia tertidur tidak ada lagi yang akan mengganggu pikiranku.

      Sesuai permintaan gadis itu, aku pun turun ke bawah untuk menghampiri Nadine. Nampaknya ia belum selesai membuat masakannya, sedikit kucium wangi seperti kulit lumpia yang digoreng, penasaran, aku pun menghampiri Nadine yang saat ini masih sibuk memasak cemilan untuk kami. Ia tidak mengenakan apron seperti Cauthelia, sehingga dari belakang ia nampak biasa saja, ia menyadari presensiku dan sedikit menoleh.

      “Tama,” panggilnya dengan nada yang sangat bersemangat.

      “Beloman kelar Nad?” tanyaku kepada gadis itu.

      Ia hanya menggeleng pelan, “sebentar lagi sih,” ujarnya lagi.

      “Masak lumpia kah?” tanyaku singkat.

      Ia lalu mengangguk, “lumpia a la Nadine,” ujarnya dan tersenyum kepadaku.

      “Nadine malah bikin lumpia, bikin sedih aja deh,” ujarku lesu.

      “Orang Lia yang minta,” ujar Nadine lalu memandangku.

      “Huh, dasar tuh anak,” ujarku sedikit ketus.

      “Yaudah sekarang Tama nunggu di depan deh, abis itu anterin Nadine pulang yah,” ujarnya lalu mendorong tubuhku seperti Cauthelia melakukan itu tadi.

      Aku pun berjalan menuju ruang depan lagi, menikmati DVD yang saat ini aku putar. Entah mengapa rasanya ingin sekali kunikahi kedua gadis itu, kujadikan mereka istriku, dan aku akan, sudah sudah sudah, aku tidak dapat berbuat demikian, pikirku di dalam hati.

      Aerish, ya apa kabarnya gadis itu saat ini? Gumamku dalam hati, padahal beberapa minggu yang lalu aku berharap sekali ai datang dalam hidupku, entah mengapa saat ini rasanya seakan tidak ada dirinya pun tidak masalah. Mengapa pengaruh Elya begitu besar di hatiku? Aku bertanya-tanya sendiri.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 34 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by