Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

SEBENTUK RASA UNTUK AERISH (YANG TERSISA) (BAGIAN 7)


Aku mengikuti laju mobil Dika dari Kuningan hingga ke Cawang, ia hanya bisa berjalan seratus-empat-puluh Kilometer per Jam pada kondisi jalan yang tidak terlalu ramai saat itu. Sudah bisa ditebak bagaimana kemampuan mengemudi laki-laki di balik kemudi E90 tersebut. Ia terkadang terlihat menjauhi mobilku, tetapi dengan mudah aku bisa menempelnya lagi.




Masuklah kami di Gerbang Tol Pondok Gede Timur, lagi-lagi aku tidak mengambil gerbang tol yang lain, melainkan berada tepat di belakang Dika. Aku tidak berniat untuk mendahuluinya memang, karena apapun itu ia tidak akan bisa menjauh dari tenaga 330 hp mobil ini. Jalanan menuju ke arah Cikampek bisa dibilang cukup sepi, baru ia berani memacu mobilnya lebih cepat lagi.

Saat melewati Gerbang Tol Bekasi Timur menuju ke Gerbang Tol Cibitung, bahkan kecepatan Dika saat itu menyetuh seratus-enam-puluh Kilometer per Jam, setidaknya itu adalah kecepatanku saat mengejar mobil Dika tadi, dan sekarang kami sudah melewati Gerbang Tol Cikarang Barat.




Perasaanku agak kurang enak mendengar tawa mereka berdua, sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu yang entahlah. Satu hal yang jadi pertanyaan untukku adalah, mengapa mereka berdua seakan janjian untuk tampil menggoda di depanku, ya keduanya menggunakan pakaian yang cukup minim menurutku.

Entah apa yang ada di pikiran kedua gadis itu, tetapi sepertinya ada sesuatu yang sedikit nakal di balik rencana mereka. Sudahlah, aku tidak mau berspekulasi saat ini, kuubah lagi transmisi menggunakan Manumatic dan aku mulai melaju lebih cepat lagi untuk mengejar Dika.

Seratus-sembilan-puluh Kilometer per Jam, setidaknya itulah yang tertera di Speedometer terkalibrasi buatan VDO Instrument, impresi dari ContiPremiumContact sangatlah bagus, ban ini mampu mencengkeram kuat di aspal pada kecepatan setinggi ini, dan tidak terasa ternyata saat aku melaju pada kecepatan itu Dika berhasil kudahului dengan mudah.

Aku memimpin dari Karawang Barat menuju ke persimpangan Jalan Tol Purbaleunyi, aku tahu mobilnya susah payah mengejarku, dan bodohnya Dika ia menyalakan lampu jauh mobil tersebut sejak awal ia mengejarku. Mungkin ia lupa bahwa kaca spion E38 sudah mengadaptasi anti-glare mirror, sehingga cahaya yang terlalu terang dari belakang tidak akan berpendar.

Dengan kecepatan delapan-puluh Kilometer per Jam aku melahap kurva sembilan-puluh derajat menuju ke Tol Purbaleunyi dan mulai berakselerasi tajam dari sana. Dengan sangat mudah aku berhasil menjauhkan E90 itu jauh di belakang, tetapi keparipurnaan ini tidak berjalan lama, karena aku mengurangi laju kendaraanku, ya banyak bus dan truk yang melaju pada kecepatan minimal di ruas jalan tol tersebut, sehingga memaksaku untuk mengurangi laju mobil.

Dengan cepat kulihat empat buah sinar dari headlamp BMW mendekat, ya ia saat ini menempel ketat di belakangku, lalu seketika ia mengambil bahu jalan untuk mendahuluiku, sementara aku masih setia menunggu lajur dua kosong di belakang armada milik perusahaan bus yang merupakan salah satu anggota Mayasari Group, yaitu Primajasa Perdanaraya Utama.

Kubiarkan Hino RKT itu mengasapiku di depan E38, tidak masalah, aku tidak mau menggunakan cara konyol untuk mendahului dari bahu jalan, dan setelah beberapa lama, akhirnya Bus jurusan Bekasi – Bandung tersebut mengambil lajur satu dan membiarkanku lewat di Lajur Dua yang cukup sepi ke depan. Dan setelah itu kuturunkan transmisi dari gir empat ke gir tiga lalu aku melesat maju dari kecepatan sembilan-puluh Kilometer per Jam.

Cukup mudah menemukan E90 di jalan tol ini, ya mobil itu jarang pemiliknya karena masih relatif baru, setelah aku menemukan buntut sedan Bavaria hitam tersebut, aku mencoba mendahuluinya dari lajur satu, tetapi dengan sangat bodohnya Dika memotong lajuku sehingga aku sempat mengerem tajam untuk menghindari PLH.

Sedikit gemetar kakiku saat ia melakukan itu, nyaris saja PLH konyol terjadi, beruntung sistem rem E38 yang sangat baik mampu meredam mobil yang memiliki berat 2,200 Kg ini. Ia melaju lagi di depanku, kami saat ini akan melewati Gerbang Tol Jatiluhur, dimana jalannya menurun agak ke kiri, lalu menanjak kekanan.

Di saat bersamaan, masuklah sebuah truk dari Gerbang Tol Jatiluhur dan dengan santainya langsung memotong lajur satu, dimana saat itu aku sedang ingin mendahului Dika, dan saat itu aku melaju pada kecepatan seratus-dua-puluh Kilometer per Jam. Otakku mulai panik, mengerem tidak sempat, sementara belok ke kanan tidak sempat, maka dengan terpaksa, aku mengerem tajam dan langsung mengambil bahu jalan terluar di sana.

Klakson FER panjang melengking untuk memperingati truk tersebut agar tidak mengambil lajurku di bahu jalan, alih-alih terus berada di lajur, truk tersebut dengan cantiknya malah menyempitkan lajurku dengan menggerakkan badannya mendekati bahu jalan. Deg, detak jantungku mulai berdetak lebih kencang, PLH PLH PLH itu yang kupikirkan saat itu.

Kunyalakan lampu jauh mobil ini, lalu dengan cepat kumelintas diantara pembatas jalan kiri dan roda dump truck besutan Hino tersebut. Syukurlah aku berhasil selamat, meskipun kurasakan roda belakang sempat selip karena aku menginjak pedal gas terlalu tajam saat berbelok ke kanan.

Manuver tadi memangkas banyak kecepatanku, dan juga memangkas sedikit nyaliku untuk melaju pada kecepatan tinggi. Dan saat kulihat taillight E90 Dika sudah berada kira-kira delapan-ratus meter di depanku dan semakin menjauh pada jalanan yang menanjak tersebut.

Kutekan lagi pedal gas mobil ini agar berakselerasi lebih tinggi, dan dalam waktu yang relatif singkat aku berhasil berada di buntut mobil Dika lagi, dan ia melakukan manuver yang sama saat aku sudah berada di lajur satu, memotong lajuku lagi tanpa mempedulikan keselamatannya. Dasar bodoh, ujarku dalam hati, di dalam sana ada Aerish dan jangan bertindak bodoh, aku sedikit kesal dengan apa yang saat ini ia lakukan.

Dengan memanfaatkan thread mobil ini yang jauh lebih lebar dari E90, selisih sekitar 50 milimeter, aku langsung berbelok tajam ke lajur dua, lalu kutekan pedal gas lebih dalam. Saat itu mobil tersebut masih ingin memepetku ke pembatas jalan di sebelah kanan saat turunan tajam yang terletak di dekat perkebunan teh yang berada di sana.

Mobilku melaju dengan pasti, dan kecepatan mobil ini tiba-tiba sudah mencapai dua-ratus-sepuluh Kilometer per Jam, melihat jarum di Instrument Cluster menunjukkan angka tersebut kaki dan tanganku tiba-tiba gemetaran. Bahkan aku tidak peduli dengan kedua gadis yang kubawa serta sejak tadi, mereka pun hanya terdiam membiarkanku berkonsentrasi melaju pada kecepatan setinggi itu di jalan tol tersebut.

Aku berusaha menjauh dari Dika yang berkendara dengan ugal-ugalan tersebut, kupertahankan kecepatan seratus-enam-puluh Kilometer per Jam sehingga bisa menjauhkannya di belakangku. Tenaga di mobilnya tidak cukup melanjukan beban 1,400 Kg pada mobil yang ia kendarai, aku yakin benar sulit untuknya tetap berada pada kecepatan konstan di tanjakan yang cukup curam saat menuju Gerbang Tol Padalarang.

Sesampainya di Gerbang Tol Padalarang, bahkan aku tidak melihat satu BMW pun mendekat di belakangku, aku tetap melajukan mobilku dengan cukup cepat, setidaknya hingga memasuki gerbang Tol Pasteur. Saat kulihat jam di Center Console setelah Gerbang Tol Padalarang, sekarang masih jam 2030, padahal tadi kami berangkat jam 1910, luar biasa memang mengendarai pada kecepatan sangat tinggi sejak tadi sudah membuat kami tiba di area Bandung dengan cepat.

Kulajukan mobil ini dengan kecepatan yang masih di atas seratus Kilometer per Jam sehingga hanya butuh waktu sepuluh menit untukku tiba di Gerbang Tol Pasteur, dan setelah aku membayar Tol, aku melihat datestamp pada struk tol yang diberikan petugas Gerbang Tol Pasteur, yaitu pukul 2042. Setelah itu aku menghela nafas cukup panjang dan menepikan mobilku di bahu jalan akses keluar Tol Pasteur tersebut, segera setelah aku berhenti, kutekan parking brake dan kupindahkan tuas perseneling ke N.


Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) online, Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 83 (Rasa Untuk Aerish) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by