Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

DISAAT DIA SUDAH HILANG MENGAPA DIA ADA LAGI? (BAGIAN 4)


      “Pagi Kakak,” sapanya dengan lembut.

      “Pagi Dede,” ujarku dan tersenyum.

      “Sarapan dulu yuk sebelum jalan,” ujarnya lalu ia menarik tanganku menuju meja makan.

      “Eh Dede nih main tarik-tarik aja,” ujarku yang sebenarnya malu saat itu, saat aku tiba di meja makan voila, kedua orang tuanya menyambutku dengan senyum.

      “Kenalin Pa, Ma, ini namanya Kak Faristama, orang yang udah jagain aku selama ini,” ujarnya memperkenalkanku dengan sedikit berlebihan. Haduh, harus berbicara apa aku kepada mereka.

      “Selamat pagi, Pa, Ma,” ujarku menirukan bagaiamana Cauthelia memanggil kedua orang tuanya, “perkenalkan saya Faristama, sebenarnya saya tidak selalu melindungi Elya hanya kebetulan saja,” ujarku dengan tersenyum.

      “Untuk saya pribadi, sikap itu jauh lebih baik daripada hanya mengaku menjaga Elya tetapi tidak ada buktinya,” ujar Papanya Cauthelia dengan tersenyum kepadaku, dan aku mengerti siapa orang yang dimaksudkan.

      Aku ditarik oleh Cauthelia untuk duduk di sebelahnya, kami berbicara tentang beberapa hal. Dan sambutan dari keluarganya sangatlah hangat, jujur saja perasaan nyaman benar-benar aku rasakan di sini. Setelah kedua orangtua Cauthelia selesai sarapan mereka pamit, kedua anak gadis mereka mencium tangan mereka satu persatu, dan aku pun melakukan hal yang sama. Satu kata yang aku ingat adalah, Papanya Cauthelia memintaku untuk menjaga gadis itu dengan sepenuh hati. Aku setuju, aku berjanji untuk selalu menjaga Cauthelia apapun yang terjadi.

      Setelah mereka berangkat, giliran aku yang berangkat bersama Cauthelia, kami benar-benar menunggu hingga W220 hitam milik orang tua Cauthelia menghilang di ujung jalan. Cuaca sangat mendung, dan menurut berita yang kuterima sejumlah perumahan dan juga jalan tergenang air hingga 80 cm dan sepengalamanku, lebih dari separuh warga sekolah tidak akan datang hari ini. Menurutku ini adalah masa yang paling menyenangkan, dimana bisa masuk sekolah tanpa harus belajar.

      Tidak butuh waktu lama, kami tiba di sekolah, masih sepi padahal sudah menunjukkan pukul 0620, seharusnya satu atau dua orang yang sudah hadir, dan bahkan sampai saat ini pun tidak ada seorangpun yang datang, bahkan penjaga sekolah yang biasanya sudah membuka pintu kelas juga belum datang. Ini masih pagi, dan tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali ke ruang OSIS.

      Mengapa ruang OSIS? Karena disana ada serambi yang biasanya digunakan untuk rapat, tidak terlalu besar hanya sekitar 2 x 3 meter, tetapi disana ada kursi yang cukup nyaman untuk sekedar duduk dan menunggu kelas di buka. Aku mengajak Cauthelia kesana, dan sesampainya di sana, yang kutemukan adalah Nadine yang tampak sedang murung. Ia duduk membelakangi jalan masuk serambi tersebut, tetapi aku sangat hafal dengan wangi perfume-nya. Sadar ada orang datang, ia mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk, ia menoleh ke arah kami.

      “Tama, Lia?” tanyanya dengan agak heran.

      “Loe kenapa Nad?” tanyaku sambil menghampirinya.

      “Gak apa-apa gue cuma lagi sedikit enggak enak badan aja,” dan berubahlah Nadine yang biasanya ketus menjadi Nadine yang lembut.

      “Dek, bisa temenin Nadine bentaran gak?” tanyaku kepada Cauthelia, ia mengangguk dengan pasti.

      “Mau kemana Tam?” tanya Nadine pelan.

      “Gue mau kesana sebentar, loe jangan kemana-mana yah, tetep di sana sama Elya,” ujarku lalu beranjak dari sana.

      Aku pun mencari minimarket terdekat, aku sangat tahu kalau Nadine mengatakan bahwa ia tidak enak badan, yang ia butuhkan adalah susu UHT dengan rasa plain. Banyak hal yang sering aku lalui bersamanya tanpa banyak orang yang tahu, jelas karena kami adalah murid yang datang paling pagi di sekolah. Aku membeli 2 buah susu kotak, tentu saja yang satu lagi untuk Cauthelia, dan aku juga paham jika ia sangat menyukai susu cokelat, meskipun aku baru mengenalnya dua hari seakan aku sudah dekat lama dengan dirinya.

      Sedikit bergegas aku segera kembali ke sekolah dan menuju ruang OSIS yang letaknya ada di belakang sekolah. Ini sudah jam 0627 tetapi penjaga sekolah pun belum datang dan membukakan pintu kelas, sudahlah, yang terpenting adalah Nadine. Ya aku memang bukanlah siapapun untuknya, tetapi aku menganggapnya sebagai sahabat terbaikku sejak kelas X, dan tidak ada yang bisa menggantikan Nadine hingga hari ini.

      “Nad, ini susu plain buat loe, terus ini susu cokelat buat Dede,” ujarku dan mengeluarkan satu persatu susu dari kantung plastik sebuah minimarket franchise yang cukup terkenal.

      “Tam, loe kan udah punya Lia, kenapa masih care sama gue?” tanya dia dengan wajah yang agak merah, “loh, gak ada hubungannya kan?” tanyaku kepada Nadine dan aku pun memandang Cauthelia ia juga mengangguk dengan agak cepat dan wajah yang bingung.

      “Sekarang mendingan Kak Nadine minum deh,” dengan cekatan gadis itu menusukkan sedotan ke kotak susu tersebut dan memberikannya kepada Nadine, sungguh suatu perbuatan yang sangat tulus menurutku.

      Ia lalu menusukkan sedotannya untuk kotak susunya sendiri, dan ia meminumnya bersama dengan Nadine. Aku hanya memperhatikan mereka berdua, wajah Nadine tidak pucat seperti biasanya, kali ini wajahnya memerah. Mungkin ia demam karena memang belakangan ini hujan lebat terus turun, tetapi setahu aku itu bukanlah kebiasaan Nadine.

      Setelah beberapa menit, aku lihat gadis itu masih lesu, sebenarnya apa yang terjadi kepadanya, itu yang kutanyakan dalam hati saat ini. Tidak biasanya seorang Nadine selesu ini, dia adalah gadis yang kuat dan juga tangguh, tidak pernah sekalipun aku melihatnya selemah ini. Saat itu Cauthelia memandangku, ia tersenyum tetapi wajahnya terlihat sedih, entah apa maksudnya. Ia lalu menghampiriku dan membisikkan sesuatu kepadaku.

      “Kak, kayaknya Kak Nadine lagi butuh Kakak deh,” ujarnya pelan di telingaku.

      “Hah, maksud Dede?” tanya dengan wajah yang heran.

      “Dede ke kelas dulu yah Kak,” ujarnya dan tersenyum dengan wajah yang sedikit di paksakan, ia menggenggam ringan tanganku dan saat itu aku merasa pipiku sangat panas.

      “Is brea liom tu,” ujarnya dengan pelan namun cepat, ia pun pergi dari ruang OSIS.

      Ia lagi-lagi mengatakan sesuatu dalam bahasa yang aku tidak mengerti, aku memperhatikannya dari belakang, ya sama seperti sebelumnya, ia menggerai rambut indahnya tanpa diikat, rok yang ia gunakan sedikit lebih tinggi dari lutut dan ia mengenakan kaus kaki hanya setinggi mata kaki, sehingga terlihat jelas kakinya yang bersih dan putih. Apa yang kupikirkan saat ini, ujarku dalam hati, apakah kesempurnaan fisiknya sudah mengubah ideologiku tentang wanita? Sudahlah, aku masuk terlalu dalam ke dalam rasa ini.

      “Loe kenapa Nad?” tanyaku dan duduk di sebelahnya, ia memandangku dengan lesu kemudian tersenyum.

      “Enggak apa,” ujarnya menutupi sesuatu.

      “Loe bukan cewek yang klemer gini Nad, gue kenal loe,” ujarku dan berusaha memandang wajahnya.

      Ia malah memandangku dengan wajah yang merah, “gue gak apa-apa, cuma ada sesuatu yang mengganjal hati gue,” ujarnya ia lalu kembali menunduk.

      “Aerish Rivier, mulai hari ini terdaftar sebagai murid kelas XII-IPA-1,” ujarnya lesu.

      “Gue udah gak ada rasa Nad,” ujarku pelan, aku pun tidak sadar dan tidak paham apa yang aku katakan.

      “Enggak mungkin loe bisa lupain perasaan itu karena Cauthelia Nandya,” ujarnya dan hal itu sedikit mengagetkanku.

      “Loe bener Nad, semua bisa terjadi, tapi perasaan gue pasti gak bisa ilang gitu aja,” ujarku pelan.

      “Tapi Elya bener-bener cewek yang bisa bikin gue ilangin perasaan gue ke Aerish.”

      “Loe mulai lagi Tam,” ujarnya tiba-tiba.

      “Maksud loe?” tanyaku tidak mengerti.

      “Lia cuma jadi pelarian loe, sama kayak gue,” ujarnya dan memandangku dengan wajah yang berkaca-kaca.

      “Nad, hellow, loe gak pernah jadi pelarian gue, loe itu spesial buat gue,” ujarku sambil menggenggam pundaknya.

      “Spesial darimana!” ujarnya setengah membentak, dan aku sedikit kaget mendengar itu.

      “Nad?” tanyaku heran, “gue gak pernah jadi spesial buat loe Tam, setelah Aerish sekarang Cauthelia,” ujarnya dan tangisnya pun pecah.

      “Nad, sampe kapanpun loe adalah cewek yang spesial buat gue,” ujarku dan aku mulai mengerti bahwa apa yang dikatakan oleh teman-temanku bisa jadi benar bahwa Nadine menyukaiku.

      “Berapa lama Tama kenal Aerish?” tanyanya dengan terisak.

      “Ya selama gue sekolah sama MOS waktu itu,” ujarku dan aku mulai merasa kesedihannya benar-benar menyelimuti hatiku saat ini.

      “Nadine kenal Tama sejak kelas VIII, tapi Tama gak pernah respons sama Nadine,” ujarnya dan kembali menangis.

      Setelah itu ia pergi dari tempat tersebut sambil menyeka air matanya, drama apa lagi yang harus kuhadapi. Aerish datang ke sekolah lagi, disaat aku bertemu dengan Cauthelia, dan Nadine tiba-tiba berkata seperti itu. Tinggallah aku sendiri di ruangan OSIS tersebut dengan banyak pertanyaan di kepalaku.

      Dia kembali, seperti jargon sebuah film yang cukup terkenal karya J.K. Rowling, dan dia kembali setelah lama menghilang dari hidupku. Dia sudah hilang, dan kini dia tiba-tiba muncul lagi seketika tanpa ada kabar berita apapun. Bisakah aku menghilangkan pesona Aerish yang selama ini sudah ada dalam benakku selama 2 tahun?

      “Kakak,” panggil suara itu.

      “Cauthelia,” ujarku dalam hati, “Dede, daritadi disana?” tanyaku dan menghela napas panjang.

      “Gak kok kak, Dede baru balik ke sini,” ujarnya dengan tersenyum seakan ingin menyemangatiku, “Kakak gak perlu khawatir, pasti hati Kakak bisa jawab semua pertanyaan itu,” ujarnya lalu menggenggam kedua tanganku.

      Tanpa sadar aku mendekatkan diriku kepadanya, apakah benar Cauthelia adalah pelarianku, dan aku juga hanya pelariannya, ataukah memang ini adalah takdir yang sudah digariskan. Kuperhatikan wajahnya dari dekat, lebih dekat dari gadis manapun yang aku kenal. Wajahnya benar-benar polos dan cantik, matanya yang cokelat muda benar-benar menghipnotisku, dan satu hal yang membuatnya berbeda adalah rambut halus di atas bibirnya, itu baru kulihat saat itu.

      Ia tersenyum dan memandangku dengan lembut, apakah Cauthelia akan mengisi yang sudah hilang? Ataukah yang sudah hilang akan kembali lagi kepadaku? Ditengah kebimbanganku, gadis ini datang dan seakan menenangkan segalanya. Sesaat sebelum ia pergi, ia kembali mengatakan Is brea liom tu kepadaku, lalu ia pergi dengan senyumnya yang sangat manis.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) online, Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 8 (Mengapa Dia Lagi) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by