Ucapan syukur tak henti-hentinya teralun dari hatiku, gadis ini masih baik-baik saja sekarang dan ia masih tersenyum kepadaku, tidak terlihat menyebalkan seperti di dalam mimpi tadi. Itu hanya mimpi, syukurlah, itu yang kuucapkan berulang kali, dan ia masih sehat dan ia baik-baik saja saat ini. Ia mengambilkanku sarapan yang aku tahu ia memasaknya sendiri, dan kali ini ia memintaku untuk menyetirkannya hingga ke sekolah, ia pun sesungguhnya takut kepada seseorang dengan nama Rahmat itu.
Setelah selesai mandi, aku pun mengantarkannya ke sekolah. Ini pengalamanku berjalan-jalan di Semarang, sungguh menyenangkan, ujarku dalam hati, pagi ini jam 0610, aku berjalan menyusuri kota Semarang dengan W211 milik Ayahnya Cauthelia. Gadis ini duduk di sebelahku kini, ia tampak bahagia mengetahui aku mengantarkannya ke sekolah pagi ini.
Sekali lagi aku bersyukur bahwa yang terjadi tadi adalah mimpi, tetapi aku benar-benar takut jika Rahmat akan berbuat yang tidak-tidak, bukan hanya kepada Cauthelia, tetapi juga kepada Rachelia atau Mikayla, ya saat ini aku yang bertanggung jawab atas mereka.
Dalam obrolan hangat pagi itu, akhirnya kami tiba di sekolah baru Cauthelia, dan ini adalah sekolah favorit di Semarang. Kecerdasan gadis ini memang luar biasa, dan aku mengakuinya, terakhir yang aku ingat adalah ia sempat terpilih menjadi wakil SMA ku saat bulan Agustus kemarin untuk Olimpiade Astronomi, Cauthelia Nandya, hanya laki-laki beruntung yang mendapatkanmu, dan laki-laki itu adalah aku.
Sejurus kemudian ia keluar dari mobil ini dan berjalan menuju ke gerbang sekolahnya. Kaca jendela masih kubiarkan terbuka hingga ia sudah tidak terlihat lagi, masuk ke dalam sekolahnya. Setelah ia menghilang, aku pun segera bertolak untuk pulang menuju rumah baru Cauthelia di Semarang.
Setelah sekitar tiga puluh menit aku berjibaku dengan sedikit kemacetan, tibalah aku di rumah orang tua Cauthelia. Di sana sudah menunggu Rachelia yang sejak tadi terlihat cemas menantiku, ada apa sebenarnya yang terjadi? Ia lalu merangsek dan menarik tanganku saat aku baru turun dari mobil
Aku tidak peduli dengan perkataannya, ia menjelaskan kronologi kejadian yang pernah ia alami hingga kejadian yang barusaja terjadi. Penasaran dengan Rahmat, aku mencoba untuk mendekatinya, ya meskipun aku tahu ia sangat skeptis saat aku datang ke kamarnya.
Tidak banyak informasi yang bisa kudapatkan dari laki-laki berusia 24 tahun ini. Hanya satu yang kudapatkan bahwa laki-laki ini pernah hampir menikah, tetapi tidak jadi karena keterbatasan biaya yang ia miliki saat itu. Setelah itu aku mencoba untuk menaiki pijakan yang terletak di pinggir rumah tersebut, dan setelah kutelusuri, semua kamar Cauthelia, Rachelia, dan Mikayla dapat terjangkau dari tempat ini.
Aku berpikir sejenak, apabila memang benar Rahmat sering mengintip para gadis ini, berarti ia lebih desperate dibandingkan apapun. Pantas saja ia sebegitunya melihat Cauthelia kemarin, dan aku mengerti sekarang. Aku lalu turun dari pijakan tersebut, dan di bawah sudah menunggu Rachelia.
Aku merebahkan diriku lagi di sofa yang berada di sana, aku mencoba untuk memjamkan mata, semoga tidak ada mimpi buruk lagi, ujarku dalam hati. Aku pun terlelap dalam waktu yang cukup singkat, ya aku tidak dapat membohongi tubuhku sendiri apabila aku masih lelah karena perjalanan ini.
Aku terbangun sendiri dan saat ku bangun, yang pertama kali aku lakukan adalah mencubit tanganku dan memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Dan ini bukanlah mimpi, saat kulihat jam, ternyata sudah menunjukkan pukul 0210, sebentar lagi aku harus berangkat, ujarku dalam hati.
Setelah beberapa menit aku duduk terdiam, akhirnya kuputuskan untuk segera menjemput gadisku yang sebentar lagi pulang sekolah. Butuh waktu tiga puluh lima menit untukku tiba di sekolahnya pada sore itu, kupikir hanya Jakarta saja yang bisa macet, ternyata di Semarang pun kepadatan kendaraan sudah membuat kota tersebut macet.
Setibanya di sekolah, aku mencari tempat parkir di dekat gerbang sekolahnya, dan saat itu aku menunggunya di dalam mobil. Ini masih jam 1450, berarti masih sekitar sepuluh menit aku harus menunggu gadis itu di sini, tidak apa setidaknya aku sudah tiba duluan.
Tiba-tiba ada SMS masuk dari gadis itu, dan setelah membacanya, aku pun bergegas turun dari mobil dan menuju ke dalam sekolahnya. Gerbang sekolah sudah dibuka memang, tetapi hak aksesku hanya sampai pintu kedua, selebihnya aku hanya bisa menunggu di sebuah ruang tunggu yang berada di sana.
Aku pun mengirimkan SMS kepadanya, sambil melihat-lihat sedikit ke dalam, apa isi sekolah ini sebenarnya. Cukup lama, ini sudah menunjukkan pukul 1510, tetapi Cauthelia belum tampak juga. Sedikit khawatir, kuraih ponselku dari saku kanan dan aku mulai mengetik di keypad ponselku.
Kami berjalan menuju W211 yang masih terparkir di sana, sementara di perjalanan menuju ke mobil, kami bertemu dengan beberapa teman sekelas Cauthelia, setelah mereka saling sapa, gadis itu mengenalkan aku kepada teman-temannya dengan bangga. Dan setelah itu kami langsung masuk ke dalam mobil milik Ayahnya Cauthelia dan kami langsung pulang menuju ke rumahnya.
Hari ini, aku harus pulang, malam ini aku harus kembali ke rumah, ya karena besok aku harus masuk ke sekolah lagi. Jujur saja, aku masih takut dengan Rahmat, kejadian dalam mimpi tersebut selalu terngiang-ngiang di kepalaku. Kadang membuatku merinding sendiri.
Semua hal tentang gadis itu membuatku berpikir, betapa indahnya hidupku saat ia datang dan membuat segalanya berwarna dan begitu berharga. Buku hariannya, ya buku yang ia berikan untukku dan ia sudah benar-benar menyerahkan semuanya untukku, segala kenangannya dan juga masa lalu yang mungkin pahit atau manis, ia lebih memilih mempercayakan kenangannya kepadaku dan menulis cerita baru bersamaku.
Semarang, kota ini berjarak cukup jauh dari rumahku, tetapi setidaknya dengan peristiwa ini, kapanpun aku sudah merindukannya dengan sangat hebat, aku bisa mengumpulkan uang saku untuk sekedar berkunjung ke rumahnya dan melepas rinduku kepadanya.
Terima kasih sayang, sudah memberikan kenanganmu untukku dan menulis kenangan baru bersama, kuharap ini selamanya, itu yang ada dalam benakku saat ini, saat mobil ini melaju dan hampir tiba di rumahnya. Sayang dan cintaku memang untukmu, Cauthelia Nandya, meski harus kubagi kepada Nadine, tetapi terima kasih telah mencintaiku.
Comments (0)