Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

BUKU HARIAN CAUTHELIA (BAGIAN 11)


Kereta ini melaju dalam kecepatan 90 Kmh, perlahan tapi pasti, akhirnya kereta ini sudah sampai di Stasiun Cikampek, dinginnya penyejuk ruangan benar-benar sudah menusuk ke tubuh kami. Terlebih tidak ada yang bisa kami lakukan karena tidak ada alat untuk menaikkan temperatur penyejuk udara ini. Yang bisa kami lakukan adalah berlindung di balik selimut yang tidak terlalu tebal ini.




Suara gemuruh roda yang beradu dengan rel terdengar sangat keras saat kami tiba di bordes, lalu saat kami mencoba membuka pintu gerbong di depannya ternyata terkunci. Aku memandang Cauthelia dengan wajah yang lesu, bagaimana bisa mereka mengunci gerbong ini, padahal aku tidak pernah tahu bahwa pintu gerbong bisa dikunci.

Mungkin terganjal sesuatu, itu yang ada dalam benakku kini, aku lalu hanya bisa berdiri di bordes sambil melihat pemandangan sawah yang gelap pada malam itu. Gadis itu juga berdiri di sebelahku bersandar di tubuhku sambil sesekali menggosokkan tangannya yang masih sedikit dingin. Jujur, lebih baik aku berdiri di sini hingga tiba di Semarang ketimbang berada di kursi tempat kami duduk tadi.




Ia mencari sesuatu untuk mengganjal pintu tersebut, dan dengan sebuah gagang sapu yang ia temukan, ia mengganjal pintu masuk gerbong tersebut dan langsung menarikku menuju kursi, entah apa yang diinginkan gadis ini, tetapi dengan caranya mengganjal pintu, aku mengerti apa yang ingin ia lakukan.

Aku lalu menurunkan sandaran kursiku lalu gadis itu duduk di atasku dan menyandarkan tubuhku di atas tubuhku, hei ini di dalam kereta Elya, ujarku dalam hati. Jujur saja, aku takut apabila ada petugas masuk ke dalam gerbong ini dan memergoki kita. Seakan tidak peduli ia mendekapku dan menutup seluruh tubuh kami dengan selimut yang ada di sana.

Gadis ini benar-benar kedinginan, itu yang aku tahu, tangannya terasa sangat dingin saat punggungku didekapnya hangat. Ia mengadukan hidungku di hidungnya yang juga dingin, sekilas ia tersenyum, dan ia menciumku dengan hangat. Di atas KA 4 ini, kami malah bermesraan, seakan tidak peduli apa yang terjadi nanti.

Setelah sekian lama, akhirnya kereta hampir tiba di Stasiun Semarang, Cauthelia pun beranjak dari posisinya, ia lalu membenahi rambutnya, pakaian dan kacamatanya. Kegilaan di atas rel kereta ini benar-benar memberikanku sensasi yang luar biasa. Bahkan kening gadis itu masih mengeluarkan keringat saat ini, ia hanya tersenyum saat aku memandang gadis itu. Kuseka perlahan peluh yang berada di keningnya, bahkan dinginnya gerbong sepertinya sudah tidak ia rasakan.

Kereta ini berhenti, berarti kami sudah tiba di Semarang, dengan penuh langkah pasti kami turun dari kereta, dan ini sudah jam tiga pagi, ujarku dalam hati. Sesekali kulihat gadis ini menguap, pasti ia mengantuk sekarang, itu ujarku di dalam hati. Kami berjalan keluar dari stasiun dan menuju ke tempat parkir, dan disana sudah menunggu seseorang, bukan Pak Tamin, tetapi usianya masih lebih muda dibandingkan Pak Tamin.




Kami langsung naik ke mobil tersebut, dalam perjalanan kulihat laki-laki yang dipanggil Mas Rahmat itu sesekali memandang Cauthelia dari spion tengah. Gadis itu menguap beberapa kali dan akhirnya menyandarkan kepalanya ke pundakku lalu ia tertidur, entah berapa lama perjalanan dari Stasiun Semarang Tawang hingga sampai di rumahnya, yang pasti aku tidak bisa tertidur, aku terus menerus terjaga di sini.

Cukup lama, jam 0340 mobil tersebut baru tiba di rumah baru Cauthelia, masih sama besarnya, dan masih juga ada dua Stuttgart terparkir di sana. Aku membangunkan gadis tersebut dengan lembut, ia lalu terbangun dan memandangku dengan tersenyum, sepertinya ini adalah akhir dari perjalananku, itu yang kupikirkan saat ia tersenyum kepadaku. Entah apakah aku harus naik KA 1 nanti atau harus naik bus, yang pasti aku harus segera pulang ke rumah.

Sesekali kulihat Mas Rahmat masih memandang tubuh orang yang kucintai ini, jujur perasaan cemburu dan was-was mulai menyelimuti hatiku. Aku tahu apa yang dilihat oleh Mas Rahmat, dan aku mengerti benar bahwa wangi gadis ini benar-benar membuat laki-laki tergila-gila apabila menciumnya, sebuah bom waktu, ujarku dalam hati.

Saat masuk ke dalam rumah, Mikayla menyambut kami, matanya masih sayu tampaknya ia baru saja terjaga untuk menyambut kami datang, tidak lama berselang, Rachelia muncul dari belakang ia melongok ke arah adiknya yang saat ini masih mendekap hangat tanganku.




Tinggallah aku sendiri di ruang tamu, Rachelia dan Mikayla kembali ke kamarnya masih-masing, sementara aku memutuskan untuk merebahkan diri di sofa yang berada di ruang tamu. Lelah memang hari ini, banyak momen yang kulalui bersama Cauthelia, dan sejurus kemudian seseorang datang menghampiriku.




Gadis itu lalu meninggalkanku sendiri di ruang tamu, ya aku lalu menyandarkan tubuhku lagi, ini sudah hampir jam empat pagi, dan aku pun berusaha memejamkan mataku saat itu, tidak butuh waktu lama untukku terlelap. Pagi sudah tiba, ya mentari sudah menyeruak dan membangunkanku, sudah jam berapa ini? Ujarku dalam hati dan saat kulihat di sekeliling ternyata sudah jam sembilan pagi.

Mengapa sepi? Tanyaku dalam hati, mengapa tidak ada yang membangunkanku untuk sekedar mengucapkan hati-hati kepada kekasihku, ya Cauthelia Nandya. Aku menghela nafas panjang, lalu samar-sama kudengar ada suara desahan datang dari kamar atas, Elya? Tanyaku dalam hati, apa yang ia lakukan mengapa belum masuk sekolah jam segini? Tanyaku dalam hati.

Penasaran, aku naik ke lantai dua, saat aku berjalan menyusuri satu demi satu ruangan, terlihatlah satu ruangan sedang terbuka sebagian. Suara gadis itu berasal dari sini, dengan detak jantung yang sangat kencang kuberanikan diri untuk mengintip ke dalam ruangan itu.

Elya! Ujarku terkejut di dalam hati, dan ia sedang berhubungan dengan Rahmat, tidak mungkin tidak mungkin tidak mungkin, dan saat kepalaku mulai sakit dan pandanganku mulai buram aku terjatuh, dan saat itu kudengar Elya melenguh dan mendesah kencang, tidak mungkin ini terjadi, dan aku terbangun dari jatuhku saat itu.




Kurang ajar kurang ajar, ujarku dalam hati, sesak di dadaku seakan membuatku tidak bisa bergerak lagi, hanya bisa melihat gadis yang kucintai dilecehkan oleh laki-laki lain, bodohnya Cauthelia malah menikmati tindakan pelecehan itu. Dengan mengumpulkan keberanian dan tenaga yang kumiliki aku mencoba bangkit, dan saat itu kudorong jatuh tubuh Rahmat, laki-laki itu hanya tertawa puas melihatku.

Ia tertawa meledekku, ia melecehkan Cauthelia dan meledekku, sementara kulihat Cauthelia di sana masih terdiam sayu dengan wajah yang sangat merah. Jantungku berdetak kencang, kucari senjata terdekat yang ada di sekitar sana, kudapatkan sebuah gagang kayu entah untuk apa, dan saat aku ingin memukul laki-laki itu, Cauthelia menahanku, ia memandangku dengan tatapan amarah dan menamparku.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) online, Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 75 (Buku Harian Cauthelia) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by