Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

BUKU HARIAN CAUTHELIA (BAGIAN 10)


Dekapannya hangat, seakan tidak ingin lepas lagi, dan kusadari ini tidak akan bisa selamanya seperti ini. Aku benar-benar masih merindukan gadis ini dengan amat sangat berat, entah bagaimana harus mengatakannya, tetapi ia harus segera pulang ke Semarang, dan tidak mungkin aku menahannya lebih lama lagi di sini.


“Dek,” panggilku saat masih di dekapan, “iya sayang,” sahutnya pelan, “dede mau pulang kapan?” tanyaku pelan, dengan nada yang lesu, “kapan sebisanya kakak anterin dede,” ujarnya juga lesu, “mau naik pesawat atau apa sayang?” tanyaku pelan, “kalo naek kereta, kakak mau temenin enggak?” tanya gadis itu pelan, aku berpikir sejenak, apabila aku harus mengantarkannya ke Semarang, itu berarti besok aku harus membolos lagi.

“Naek KA 4 aja ya, yang agak maleman sedikit,” ujar gadis itu lagi, aku masih terdiam dan berpikir, antara sekolah atau mengantar Cauthelia, “iya, naik KA 4,” ujarku mengiyakan, gadis itu lalu mendekapku lebih erat.

“Ehem,” suara itu menggema di kamarku, “Ka Nadine,” ujar Cauthelia seraya ia melepas dekapanku, gadis itu terlihat sangat seksi dengan pakaian SMA yang sudah terlihat sedikit sempit saat itu, “jadi Elya mau dianterin Tama?” tanya Nadine ia lalu masuk ke dalam kamar.

“Tam, aku pulang duluan yah, udah ditelepon Mama,” ujar Aerish lalu ia tiba di depan kamarku, ia lalu masuk sebentar ke kamarku hanya sekedar say bye kepadaku, lalu ia pergi perlahan dengan wajah yang lesu, “Rish,” panggilku pelan, “yup,” sahutnya lalu ia menoleh ke arahku, aku keluar dari kamarku sejenak untuk sekedar menemuinya.

“Kalo ada waktu, akhir minggu ini, mau enggak jalan?” tanyaku kepada gadis itu pelan, “berdua?” tanya gadis itu dengan wajah keheranan, aku mengangguk pelan, “Tama serius?” tanyanya lagi, “iya aku serius,” ujarku lalu tersenyum, “ada ada, aku ada waktu kok,” ujar gadis itu bersemangat, “okay Sabtu jam empat, aku jemput kamu,” ujarku lalu tersenyum.

“Makasih yah Tam,” ujar gadis itu lalu mengecup pipiku pelan namun secepat kilat, setelah itu ia langsung pergi begitu saja tanpa menoleh ke arahku, dan di luar masih hujan.
[/quote]

Aerish mencium pipiku, rasanya memang agak berbeda, ya tidak seperti Cauthelia ataupun Nadine, hanya saja aku dulu sangat menginginkan hal ini. Saat kudapatkan darinya, memang ada sedikit rasa lega, tetapi aku tidak memungkiri bahwa hatiku sudah tidak lagi untuknya, hatiku kini sepenuhnya milik Cauthelia.

Saat aku ingin masuk ke kamarku, aku berpapasan dengan Nadine, ia meminta izin kepadaku untuk menggunakan kamar mandi atas yang berada di ruang keluarga, aku memperbolehkannya, entah mengapa tiba-tiba tetapi jujur saja perasaanku sungguh tidak enak saat ini. Masa bodo, ujarku dalam hati, dengan langkah yang gontai, aku masuk ke dalam kamarku yang pintunya tidak tertutup waktu itu.

Sebentar lagi malam, dan aku harus segera mengantarkan Cauthelia ke Stasiun Gambir, ya aku hanya memiliki waktu paling lama tiga jam untuk menuju ke stasiun besar tersebut. Aku masuk ke dalam kamar, dimana pintu kamar mandinya saat ini terkunci, sehingga kuputuskan untuk merebahkan diri sejenak sambil memperhatikan diary yang diberikan oleh Cauthelia.

Masih terngiang di kepalaku, semua yang tertulis di sana, ya semua yang menyebabkan Cauthelia mencintaiku. Jelas sekali bukan karena apa-apa yang kulebihkan, tetapi memang karena hal yang kulakukan wajar dan tidak sengaja. Dua puluh menit kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, dan saat itu Cauthelia keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan bathrobe. Tidak lama berselang Nadine juga datang dengan menggunakan bathrobe.




Suasana sore itu masih hujan, aku harus segera menuju Stasiun Gambir, karena aku takut ketinggalan kereta pagi ini. Sesuai dengan estimasiku maka KA 4 akan tiba di Semarang sekitar pukul 0300 dini hari, sehingga masih sempat untuk Cauthelia masuk ke sekolah besok pagi.

Kulajukan E38 tersebut menuju ke Gambir, dan setibanya disana, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum KA 4 tersebut berangkat, tibalah kami di loket pembelian tiket KA, kami saling pandang saat mengantri di loket tersebut. Ada perasaan takut, grogi, senang, dan semuanya jadi satu. Makin dekat diriku dengan loket, detak jantungku berdetak semakin cepat, dan tibalah saat yang paling menentukan, saat aku membeli tiket.

Berhubung suasana sudah malam, sehingga tidak banyak kata-kata dan pertanyaan dari petugas karcis di sana, hanya menanyakan identitas dan voila, dua tiket KA 4 kami dapatkan. Saat kuperiksa, kami mendapatkan tempat duduk di Eksekutif 5, lokasinya ada di belakang Kereta Makan, dan menurut keterangan petugas karcis, rangkaian tersebut cukup sepi malam ini. Aku hanya saling berpandangan saat itu, dan aku hanya mengangkat kedua bahuku.

Kami melewati pemeriksaan karcis, dan aku berkilah gadis ini adalah adikku, memang Cauthelia meskipun sudah SMA wajahnya menurutku lebih mirip seperti anak SMP, sehingga aku bisa mengelabui petugas dengan mudah, bahkan saat kami ingin naik ke dalam rangkaian, aku dengan mudah mengatakan Cauthelia adalah adikku.




Sekitar lima menit kemudian, nada keberangkatan kereta berbunyi, aku langsung beranjak ke bagian kanan kereta dan kulihat petugas stasiun mengangkat Semboyan 40, ditandai dengan diangkatnya tanda lingkaran hijau dan disambut oleh bunyi peluit panjang Semboyan 41 oleh kondektur kereta, tanda kereta aman untuk dijalankan.

Dan Semboyan 35 dari lokomotif CC203 itu menggema ke seluruh penjuru stasiun, klakson panjang dari lokomotif tersebut merespon Semboyan 5 atau lampu hijau dari stasiun, dan kereta pun mulai bergerak secara gradual meninggalkan Stasiun Gambir. Suara gemuruh besi yang beradu di bawah serta suara hentakan roda saat berpindah wesel secara perlahan meningkatkan adrenalinku saat ini, ya kami sudah berangkat menuju Semarang, itu yang kukatakan dalam hati.

Kereta berjalan cukup cepat malam itu, melintasi Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara dan Stasiun Bekasi. Setelah di Stasiun Bekasi, kondektur datang untuk memeriksa karcis kami. Sikap biasa yang ditunjukkan oleh Cauthelia benar-benar ampuh mengecoh petugas, tidak ada kecurigaan mereka terhadap kami, sampai mereka memeriksa gerbong keenam. Tahu tidak ada orang di sana, maka mereka kembali ke depan, ke Gerbong Restoran.

Dinginnya penyejuk udara makin terasa saat kereta berjalan makin cepat meninggalkan Stasiun Cikarang saat itu, aku mengeluarkan ponselku, ada 3 SMS, tetapi aku memilih untuk melewatkannya. Kuputar sebuah lagu, ya lagu yang benar-benar mewakili perasaanku saat ini.


Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) online, Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 74 (Buku Harian Cauthelia) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by