Global Notification

Mau Menulis Karya Mu Disini Sendiri? Klik Disini

- Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi)

Lihat semua chapter di

Baca cerita Kembalilah Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita Kembalilah bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.

DISAAT DIA SUDAH HILANG MENGAPA DIA ADA LAGI? (BAGIAN 3)


     Aku naik ke atas kamar, lalu mandi dan berbenah sedikit, tidak lama berselang seperti biasa aku membuka notebook-ku dan mempersiapkan file untuk kubaca malam ini. Sesekali terbayang wajah dan senyuman manis Cauthelia, gadis yang baru sehari benar-benar kukenal tetapi serasa dia sudah ada lama untukku, hanya saja aku yang tidak pernah peka akan kehadirannya. Teleponku lagi-lagi berdering, dan puff keluarlah nama Aerish disana.

      Kubiarkan ponsel itu berdering cukup lama, malas rasanya jari ini meraih ponsel yang sebenarnya bisa kujangkau dengan mudah. Seluruh tubuhku seakan terpaku dan tidak dapat digerakkan, entah karena perasaanku kepada Cauthelia saat ini atau ada hal yang lainnya. Telepon akhirnya berhenti berdering, dan keyakinanku mengatakan ponselku akan berdering lagi. Tidak lama berselang, ponselku kembali berdering, dan nama Aerish kembali muncul di layar.

      Aku adalah orang yang setia, bukan maksud untuk menceritakan kebaikan diri sendiri, tetapi memang begitu adanya. Saat aku menyukai Aerish, aku tidak pernah tertarik kepada gadis manapun yang pernah sekedar curhat secara langsung atau hanya berbicara via telepon. Idealisme dalam hatiku sangat kuat, yaitu kepada Aerish, dan tidak ada gadis yang kucintai selain Aerish.

      Tetapi, semuanya berubah saat Cauthelia datang dalam hidupku, terlebih ketertarikannya terhadap engineering dan pengetahuannya yang kubilang cukup luas untuk gadis seusianya. Sepertinya aku terlalu lama berpikir, dan dering telepon kembali berhenti, kini tinggal sisa suara hujan deras yang menyanyi merdu di luar jendelaku. Sesekali gemuruh bersahutan yang menandakan mega masih sangat berat dan belum saatnya berhenti.

      Ponselku kembali berdering, sudah tiga kali Aerish meneleponku, ini adalah suatu keanehan. Dahulu saat aku yang menelponnya hingga 19 kali sehari, ia tidak pernah angkat, padahal harapanku penuh kepada gadis itu. Kugenggam ponselku dengan pasti, detak jantungku lalu meningkat cukup tajam dan aku terima telepon dari gadis yang mengisi hatiku lebih dari dua tahun itu.

      “Tama,” panggilnya dengan lembut, seketika aku teringat dengan apa yang terjadi kepadaku dahulu.

      “Yap, tumben loe telepon gue,” ujarku sekenanya, sejujurnya sudah tidak ada niatku untuk meneruskan pembicaraan ini.

      “Kamu lagi dimana sekarang?” tanyanya singkat.

      “Gue di rumah sih, kenapa emangnya?” tanyaku balik.

      “Enggak, aku sih lagi sama Dino di rumah pacarnya,” ujarnya dan deg, jantungku berdetak semakin cepat.

      “Oh, Lia Chubby yah?” tanyaku seakan aku tidak pernah mengenal Cauthelia.

      “Iya kata Dino kamu lagi deketin dia yah?” tanyanya lagi, nadanya memang seperti penasaran.

      “Kagak sih,” ujarku ringan, padahal kenyataannya aku memang sedang dekat dengannya.

      “Tapi sweater coklat kamu ada di dia kan?” tanyanya, dan aku mulai mengerti kemana arah pembicaraan ini.

      “Iya bener, jadi gini ceritanya Rish, kemaren dia pulang keujanan, ya gue pinjemin sweater gue, itu aja kok,” ujarku dengan pasti, dan itu memang terjadi kemarin, pikiranku berkata demikian.

      “Eh udahan dulu yah, aku mau dianterin pulang dulu sama Dino, sampe ketemu besok di sekolah yah,” ujarnya lalu memutus teleponnya.

      Aku menghela napas panjang, berarti setelah satu jam berlalu sejak aku bertolak dari rumah Cauthelia, Dino masih berada di sana. Dan dia benar-benar tidak mengetahui bahwa orang di balik kemudi E38 tersebut adalah aku. Syukur kuucapkan di dalam hatiku, ternyata hidup sederhana memang banyak menjauhkanku dari prasangka.

      Tidak ada yang pernah tahu dimana rumahku, hanya beberapa teman terdekat dan sebagian guru yang memegang data siswa. Aku pun selalu ke sekolah menggunakan sepeda motor yang dipinjamkan oleh Ayahku untuk memudahkanku berangkat ke sekolah, bukan motor sport 250cc atau motor sport 2 tak yang bisa menaikkan prestige, hanya sebuah motor bebek 125cc yang cukup common dilihat di daerahku.

      Pembicaraan singkat bersama Aerish tadi tidak mengubah apapun dalam hatiku, tetap Cauthelia yang saat ini kupikirkan. Berbicara tentang Aerish, ia adalah gadis yang kecantikan tidak perlu diragukan lagi. Tipikal gadis tinggi dan langsing a la tubuh ideal remaja masa kini. Rambut hitamnya lurus tergerai hingga ke punggungnya, hidungnya sangat mancung dengan bibirnya yang tipis dan merah muda alami. Tutur katanya lembut dan juga supel dengan orang lain, hanya saja ada sisi lain dari sifatnya yang menurutku sedikit menakutkan.

      Nadine, ya dia juga cantik, tubuhnya cukup kecil, tingginya hanya sekitar 150 cm, rambutnya pendek hanya sekitar sebahu, tetapi ia memiliki pesona yang luar biasa di OSIS. Kecerdasan yang dimilikinya dan juga sikapnya yang tegas membuat banyak siswa merasa tertantang untuk merebut hatinya yang pernah dikatakan oleh salah seorang temanku, bahkan graphite pun masih lebih lunak daripada hatinya. Wajahnya yang cantik dengan hidung yang mancung dengan tulang pipi yang agak tinggi serta tubuhnya yang bisa dikatakan sintal membuatnya begitu sempurna. Berbicara mengenai sintal, kupikir Cauthelia menang banyak.

      Sudahlah, tidak perlu dibicarakan, mereka semua cantik dan sempurna, hanya saja kupikir aku yang terlalu banyak berkhayal untuk memiliki Istri yang secantik mereka. Kualihkan pandangan ke ponselku, dan tidak lama kemudian ada telepon masuk dan itu dari nomor Cauthelia. Tanpa banyak berpikir kurebahkan tubuhku di atas ranjang lalu kuangkat telepon dari gadis itu.

      “Kakak, lagi ngapain?” tanyanya dengan nada yang sedikit menggema.

      “Loh, Dede lagi dimana sekarang?” tanyaku yang sedikit keheranan.

      “Ih jawab dulu ah,” lagi-lagi dengan intonasi itu, aku kembali menghela napas pendek.

      “Kakak lagi abis mandi Dek, barusan aja abis nutup telepon dari Aerish,” ujarku ringan.

      “Udah pulang tadi sih emang orangnya,” ujarnya lalu tertawa kecil.

      “Eh Dede lagi dimana emang?” tanyaku dengan penasaran.

      “Lagi berendem di bath tub,” ujarnya, seketika aku langsung menepuk dahiku, ada-ada saja kelakuan gadis ini.

      “Dede itu kalo mau mandi ya mandi aja, ga usah pake telepon juga kali,” ujarku sedikit ketus.

      “Huuuuum, abisnya Dede lagi pengen ngobrol, gak apa-apa yah?” tanyanya dengan intonasi itu lagi.

      “Iya-iya,” ujarku lalu dibalas dengan tertawa kecil gadis itu.

      “Kak menurut Kakak enakan Stuttgart ato Bavaria?” tanya dia tiba-tiba, aku suka berbicara tentang otomotif, menurutku gadis ini sangat mengerti benar masalah otomotif.

      “Jujur, Kakak lebih suka Bavaria, power and handling-nya dapet banget, kalo Stuttgart okay, masalah desain aristokrat-nya dapet banget,” ujarku membuka pembicaraan.

      “Enggak juga kali Kak, Stuttgart yang AMG juga kenceng,” ujarnya tidak mau kalah.

      “AMG sama M yah, baru seimbang, kalo AMG sama seri Bavaria biasa ya jelas AMG kemana-mana,” ujarku juga tidak mau kalah.

      “Apaan ah, Bavaria 3er keras shock-nya,” ujarnya ketus, “tahu gak, Dede pernah nyoba E46 punya temennya Papa, emang enak nyetirnya tapi keras, beuh,” ujarnya lagi dengan nada yang tidak mau kalah.

      “Hadeh, E46 yang diomongin, gini deh E38 punya Ayah enak gak?” tanyaku kepada gadis itu.

      Ia terdiam beberapa saat, lalu ia menghela napas, “sama W220 enakan E38 Kak, Dede akuin itu,” ujarnya dengan lesu.

      “Nah loh, W220 sama E38 yang sama-sama flagship Dede bilang enakan E38 kan?” ujarku meyakinkan diriku.

      Ia terdiam beberapa saat, “boleh lah kapan-kapan Dede nyetir,” ujarnya lagi.

      “Kalo Dede mau, monggo,” ujarku dan tertawa kecil.

      “Kapan-kapan yah Kak,” ujarnya dan juga ikut tertawa.

      “Udah sana cepetan mandinya, jangan banyakan berendem nanti makin bohay Dek,” ujarku dan tertawa lepas pada akhirnya.

      “Ih mesum neh Kakak,” ujarnya sambil tertawa, “lagian merhatiin ajah deh,” ujarnya masih tertawa, aku terdiam sejenak, dan aku sadari aku sudah mengatakan sesuatu yang salah.

      “Gimana gak merhatiin sapa rusuh, eh sapa suruh pake baju macem begitu,” ujarku sedikit ketus.

      “Loh kan Dede mau jadi Istri yang baik Kak,” ujarnya serius.

      “Lah tapi kan Dede bukan Istrinya Kakak,” ujarku serius.

      “Kalo secara fisik, Kakak belom kasih scoring buat Dede,” ujarnya lalu aku dengar ia sedang bermain air saat itu.

      “Haruskah?” tanyaku sedikit berat.

      “Kakak itu terlalu lurus pikirannya, agak belok sedikit gak apah kok,” lagi-lagi dengan intonasi itu, lalu ia tertawa lepas.

      “Okay, Dede itu chubby, Dede itu sempurna, at least menurut Kakak yah,” ujarku dengan serius.

      “Kok bisa chubby tapi sempurna?” tanyanya sedikit heran.

      “Soalnya Kakak lebih suka sama cewek yang gemuk daripada yang kurus, seriusan loh,” ujarku masih serius.

      “Terlalu umum, pasti Kakak punya deskripsi lebih dalam buat itu,” ujar gadis itu yang sepertinya sangat senang memancing di air keruh.

      “Menurut Kakak klo mobil Dede itu macem 7-Series, fit to my expectation about a car, bisa dibilang begitu sih,” ujarku sedikit malu mengatakan itu, “Dede cantik, bibirnya pink tapi gak terlalu tipis, matanya cokelat, rambutnya panjang gelombang, badannya bagus kayak jam pasir,” setelah aku mengatakan itu Cauthelia tertawa lepas.

      “Sandtime yah, Kakak itu ada-ada ajah deh, berarti Kakak imajinasinya luar biasa,” ujarnya sambil bermain air.

      “Ya emang bener bentuknya begitu, terus gimana?” tanyaku sedikit protes.

      “Okay, ga ada lagi Kak?

      “Cukup segitu aja,” ujarku berusaha menyudahi pertanyaannya yang sangat menyudutkanku.

      “An tríocha sé C, más mian leis an deartháir a fhios,” ujarnya dengan bahasa yang aku tidak mengerti.

      “Maaf Dek bilang apaan tadi?” tanyaku tidak mengerti.

      “tríocha sé C, ini bahasa Éire Kak, Irlandia,” ujarnya dengan ringan.

      Entah apa yang dikatakan gadis itu, tetapi sejak membahas itu sampai 30 menit ke depan, kami terus mengobrol hingga akhirnya ia menyudahi obrolannya. Sangat menyenangkan bercerita dengan gadis itu, meskipun ia sedikit konslet, tetapi ia memiliki wawasan yang luas di dunia otomotif, dan itu jujur membuatku sangat tertarik.

      Malam ini tidak ada yang istimewa, hanya makan malam, belajar, dan sedikit SMS-an bersama Cauthelia, lalu aku putuskan untuk tidur lebih awal malam ini. Bahkan sesaat sebelum tidur ada email masuk yang berisi lampiran gambar, dan sudah kuduga itu adalah lampiran gambar Cauthelia. Kupilih yang tidak terlalu horror, lalu aku pasang sebagai wallpaper pada ponselku, lalu aku memutuskan untuk tidur.

Kk,,,udah pagi neeee…


      Itu adalah SMS yang kuterima sehingga suaranya membuatku terbangun pagi ini, aku tersenyum membacanya. Ini masih jam 0440, dan ia sudah terbangun hanya untuk mengirimkanku SMS. Tertarik dengan apa yang ia katakan, aku coba mengaktifkan Fujitsu Lifebook-ku dan aku mencoba mengakses online translator, saat itu aku terkejut dengan jawaban yang muncul, aku menghela napas sembari membaringkan tubuhku lagi di ranjang.

      Pukul 0550, jam yang sama dengan kemarin saat aku ingin menjemput Cauthelia, masih seperti biasa dengan menggunakan motor yang kukatakan common di atas. Tidak butuh waktu yang lama, aku pun tiba di rumah gadis itu dan saat itu keadaan yang sama terjadi, aku disambut oleh Mikayla dan masuklah aku ke dalam rumahnya.

Tags: baca cerita Kembalilah Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) online, Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) baru ceritaku, Kembalilah Chapter 7 (Mengapa Dia Lagi) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling

Cerita Lainnya Yang Mungkin Anda Suka

Comments (0)

Sorted by