SEBUAH KEJUTAN KECIL (BAGIAN 4) | SELESAI
Waktu berlalu begitu cepat, ini sudah jam dua siang, ujarku saat melihat jam dinding di rumah itu. Aku memandang ke arah Nadine dan juga Aerish, aku tersenyum kepada mereka, ia malah memandangku dengan sedikit heran. Sejalan kemudian, aku mengajak mereka untuk menyusuri pasir putih di sepanjang bibir pantai Bayah tersebut.
Kami berjalan ke arah timur, ya ke tempat dimana Aini menunjukanku sebuah tempat yang sangat indah. Setibanya di dalam hutan milik Perhutani, mereka langsung takjub dengan pemandangan yang mereka lihat, selanjutkan kuantarkan mereka ke tempat dimana Aini mendekapku tadi.
Atmosfernya langsung terasa berbeda saat aku melihat Nadine, entah pikiranku tiba-tiba melayang, dan berpikir untuk menyentuhnya di sini. Aneh, karena saat didekap Aini, butuh waktu cukup lama untukku menyadari bahwa aku sedang bersama seorang gadis, tetapi saat kulihat Nadine dan Aerish, ingin rasanya kusentuh tubuh kedua gadis itu.
Terlebih wangi tubuh Nadine benar-benar menghipnotisku dan membuat terlena saat ini, entah apa yang terjadi kepadaku, padahal aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini sebelumnya. Aku terus membayangkan betapa indahnya tubuh Nadine saat itu, saat aku menyentuhnya di rumahku.
Wangi ini lagi, ujarku dalam hati, jelas sekali kucium wangi Cauthelia yang tersamar dengan wangi air laut yang terbang bersama angin laut yang meniup namanya mesra. Elya, adakah kau di sini? Bathinku mengatakan bahwa gadis itu berada di sini, tetapi mengapa aku tidak dapat menemukannya, Nadine sampai bertanya kepadaku, tetapi lagi-lagi aku mengatakan tidak apa-apa.
Seketika wangi itu hilang, ya, aku tahu ini hanyalah anganku yang benar-benar merindukannya. Bahkan sayup-sayup kudengar suaranya yang terdistorsi oleh hembusan angin yang gagah menentang ombak yang saling berebutan memecah karang di kakiku. Sayang laut ini bukan laut dangkal, tidak mungkin bagiku untuk tiba-tiba konyol melompat ke sana.
Sesekali, kutatap hamparan mega di atas langit biru yang sangat indah, terkadang aku membayangkan bahwa aku bisa mendakinya dan bisa berkelana kemanapun aku mau dengan awan tersebut. Khayalanku sangat tinggi memang saat kulihat langit, ya langit adalah tempat-Nya bertahta, segalanya berasal langit, begitupun dengan bidadari yang kumiliki saat ini.
Cauthelia Nandya dan Nadine Helvelina, kedua gadis yang saat ini benar-benar mengisi relungku kini. Bahagia, tentu saja bahagia, siapa yang tidak bahagia dincintai dua wanita. Tetapi, perasaan aku mengatakan ini salah, ya sewajarnya seorang laki-laki hanya mencintai seorang wanita, itu saja. Tetapi kenyataannya aku harus menghadapi dilema, sama seperti Carl, tokoh utama laki-laki dalam novel yang aku buat.
Sudahlah, tidak perlu dirisaukan, sebaiknya aku menikmati hari ini sebelum semuanya berakhir, ini masih siang, setidaknya masih ada waktu hingga sore barulah kami pulang. Tiga puluh menit kemudian, saat kami bertiga duduk di atas karang dan menikmati pemandangan Pantai Bayah dan angin yang berhembus, entah apa yang terjadi, tiba-tiba Aini datang dan ia memanggil Aerish. Dengan wajah yang berat, ia meninggalkanku dan mengikuti kemana Aini pergi.
Tinggallah aku bersama Nadine berdua di pantai ini, ya benar-benar berdua seperti aku dan Aini dua jam yang lalu. Awalnya aku hanya berpandangan dengan gadis ini, tidak lama kemudian ia menggenggam tanganku dengan hangat saat aku ada di sebelahnya. Ia pun menyandarkan kepalanya di pundaku, romansa yang luar biasa di pantai selatan, ujarku dalam hati.
Sesaat itu, aku tersenyum kepadanya, dan terima kasih, ingatanku tentang gadis cantik dengan kebaya hijau itu membuatku dapat menghentikan hasratku untuk menyentuh tubuh Nadine. Syukurlah, ucapku dalam hati, dan kami hanya berangkulan di pinggir pantai tersebut hingga matahari terlihat sudah condong ke arah barat.
Kami pun pulang ke rumah Pak Nana, disana Aerish dan Aini sudah menunggu, sementara Aini sudah membawa pulang pahatan Burung Rangkong Badak yang telah ia buat dalam setahun terakhir ini. Aku tahu gadis itu mungkin mencintaiku, tetapi aku tidak bisa membalas perasaannya.
Setelah aku berpamitan dengan keluarga Pak Nana, kami pun bertolak dari Bayah menuju rumahku. Dalam waktu lima jam, dimana waktu tempuh yang sama seperti aku berangkat tadi, kami tiba di rumahku. Sudah jam sepuluh malam saat aku mengantarkan Aerish terlebih dahulu untuk pulang.
Nadine, ya gadis itu sepertinya ingin menginap di rumahku, ia bahkan sudah mempersiapkan baju ganti di bagian bagasi. Aku memandang gadis itu dengan tidak percaya saat ia mengambil tas yang berisi pakaian dari bagasinya. Aku menghela nafas panjang, dan hari ini pasti akan menjadi hari yang panjang untukku.
Aku pun langsung memarkirkan mobilku di garasi, dan aku langsung menuju pintu rumahku. Betapa terkejutnya aku saat melihat pintu rumahku ternyata pintunya sudah terbuka, berarti ada orang yang sudah berada di rumahku. Tetapi saat kulihat di garasi, mobil kedua orang tuaku tidak ada di sana, siapa yang masuk ke dalam rumahku?
Aku bergegas meletakkan pahatan Burung Rangkong Badak dari Aini di ruang tengah, lalu aku menuju ke ruang belakang mencari tahu apa yang terjadi, dan setelah aku masuk ke ruang makan, ternyata sudah ada makanan tersuguh di sana, dan itu masih hangat. Jam setengah sebelas, siapa yang memasak untuk kami?
Aku tidak peduli dengan adanya Nadine di sana, kucium ia dengan sangat hangat malam ini, hingga tubuhnya menempel di tembok. Tangannya meremas punggungku mengisyaratkan hasratnya yang sangat besar malam ini. Entah apa yang akan kulakukan kepada gadis ini, setelah seminggu aku tidak bertemu dengannya.
Kau tahu rasanya bertemu dengan Cauthelia malam ini? Seperti menjadi Frank Montagny yang memenangkan trofi World Champion Formula One Driver 2006 hanya dengan menggunakan Super Aguri yang merupakan team underdog, sangat senang, luar biasa dan tidak percaya.
Ini adalah kejutan luar biasa untukku hari ini, mungkin kecil untuknya atau untuk sebagian orang, tetapi kejutan yang kuterima dari Cauthelia membuatku tersadar, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti, atau besok. Aku bersyukur bisa mendekap gadis ini lagi, merasakan cintanya, mencium wangi tubuhnya yang membuatku mabuk kepayang, dan mencium bibirnya yang merah muda dan lembut itu.
Seakan aku melupakan Nadine, bahkan meliriknya saja aku enggan, mataku terpejam menikmati lumatan bibirnya dan lidahnya, entah aku benar-benar seakan terhipnotis akan semua yang dilakukan oleh gadis itu. Satu hal, aku mencintaimu Elya, aku ingin menjadi halal untukmu, bukan sekarang, tetapi saat aku halal untukmu, aku berjanji akan berikan apa yang kau inginkan.
Comments (0)