SEBUAH KEJUTAN KECIL (BAGIAN 3)
Kami masuk lebih jauh ke dalam hutan lindung milik perhutani tersebut, dan tibalah kami di pinggir pantai yang langsung mengarah ke Pulau Manuk. Menurut gadis itu, itu adalah tanjung terluar dari Pantai Bayah, dan setelah kuperhatikan memang kami berada di semenanjung terluar dari kawasan pantai tersebut.
Hutannya masih rimbun, bahkan semak belukar di sana menandakan bahwa tempat tersebut tidak pernah dijamah oleh manusia, mungkin ada satu atau dua orang yang masuk, tetapi tidak banyak. Deburan ombak riuh redam menghantam batu karang yang bertebaran berdiri kokoh di atas pasir putih pantai, bersih dan juga indah. Aku menyukai pantai, ya kemanapun di Indonesia, aku tidak pernah lupa mengunjungi pantai di daerah tersebut, dan menurutku pantai ini sangat indah.
Deg, detak jantungku berdetak sangat cepat, darimana gadis ini tahu mengenai kedua gadisku? Mungkin wajahku sudah pucat pasi saat ini, tetapi itulah yang aku rasakan, tiba-tiba seluru bulu kudukku berdiri, ya perasaan ini cukup aneh. Darimana seorang gadis yang tinggal jauh dariku mengetahui dengan jelas nama dan apa yang telah kulakukan kepada kedua gadis itu.
Aku mencoba melepaskan dekapan gadis itu, teringat aku akan sosok serba hijau yang pernah datang kepadaku beberapa tahun silam, akibat berkata yang tidak pantas di tempat ini. Jangan sampai terulang lagi, ujarku dalam hati, aku tidak ingin melakukan perbuatan yang juga tidak pantas di wilayah kekuasaan makhluk lain.
Hanya saja satu hal yang masih menjadi pertanyaanku, darimana gadis ini bisa mengetahui segalanya tentang Nadine dan Cauthelia. Apakah gadis ini memiliki indra keenam atau apa, hatiku terus bertanya-tanya di dalam dekapan gadis tersebut. Terlepas dari itu semua, Aini adalah gadis yang sangat baik dan juga periang, aku tahu benar gadis ini.
Ia mendekapku, menyandarkan seluruh tubuhnya yang sintal itu kepadaku. Aku tidak bereaksi apapun terhadap apa yang dilakukan gadis itu kepadaku, sangat berbeda bila Cauthelia atau Nadine yang ada di dekapanku. Harum tubuhnya juga khas, tetapi otakku sudah menggolongkan gadis ini sebagai saudariku, sehingga tidak ada reaksi berlebihan dari dekapannya.
Angin laut yang begitu keras menampar tubuh kami terasa sangat sejuk dan juga menenangkan. Harum laut yang begitu menghipnotisku menerbangkan semua anganku pada siang itu seakan membuatku lupa, ada gadis cantik sedang mendekapku saat ini, di antara deburan ombak yang bersahutan seakan menyapaku dengan keramahannya.
Perasaanku sangat tenang, bukan karena aku berada di dekapan seorang gadis yang telah kuanggap adikku sendiri, tetapi perasaan ini sama seperti perasanku saat berada di sebelah Cauthelia. Bahkan samar-samar aku bisa mencium wangi tubuh gadis itu diantara wangi pasir dan juga laut yang saat ini menghipnotisku.
Aku hanya terdiam, saat otakku mengingat apa yang sudah terjadi kepadaku akhir-akhir ini. Betapa bodohnya aku, banyak sekali cinta yang ada di sekelilingku, tetapi hatiku sudah terlanjur buta akan cintaku kepada Aerish. Ya Aerish Rivier, gadis yang berhasil menyentuh hatiku saat pertama kali aku bertemu dengannya. Tidak ada yang spesial dalam pertemuan itu, hanya berjalan biasa, tetapi membuatku terkesan.
Gadis itu lalu melepaskan dekapannya dariku, Aini, sungguh jika aku adalah lelaki normal entah apa yang akan kulakukan kepadamu kini, tetapi aku benar-benar merasa Aini adalah adikku, dan yang kulakukan adalah menjaganya. Semakin lama, aku makin dapat merasakan kehangatan tubuhnya yang berbeda, bukanlah hangat seorang adik kepada kakaknya, tetapi kehangatan seseorang gadis yang mencintaiku.
Entahlah apa yang kupikirkan, tetapi kuterdiam untuk membiarkannya mencurahkan segala cinta yang ia miliki kepadaku. Sesekali kuusap pelan kepalanya, dan kucium pelan keningnya, ya aku menyayanginya seperti aku menyayangi adikku sendiri. Karena memang itu yang kupikirkan sejak awal terhadap gadis bertubuh sintal ini.
Bagaimana tidak aku menyayanginya, aku benar-benar membantunya untuk kembali bersekolah. Dahulu ia hampir putus sekolah karena kekurangan biaya, tetapi aku meminta kepada orang tuaku untuk membantu perekonomian keluarga Pak Nana. Aku punya kesepakatan bersama Ayahku, bahwa beliau yang akan memberikan modal kapal dan juga perlengkapan nelayan, sementara aku menyisihkan uang saku untuk membantu biaya sekolah Aini.
Aku menjadi orang yang bertanggung jawab penuh atas pendidikan Aini, hingga saat ini. Setiap akhir minggu aku mengirimkan uang melalui rekening bank yang sudah aku buatkan untuk gadis ini. Bahkan saat tahun ini Aini akan masuk SMA, aku sempat menjual gitarku karena aku sudah janji kepada diriku sendiri untuk membantu gadis ini hingga lulus SMA.
Disaat orang lain tidak peduli kepada gadis itu, aku peduli, tiga tahun yang lalu saat pertama kukenal dia, aku ingat ia baru saja lulus SD dan saat itu ia hampir putus sekolah karena Pak Nana yang waktu itu hanyalah buruh nelayan, dan uangnya tidak mencukupi untuk meneruskan Aini ke SMP.
Kini, Aini sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan juga menawan. Rambutnya lurus dan panjang, tubuhnya sintal seperti jam pasir, mirip dengan Cauthelia, hanya saja dadanya tidak sebesar dan separipurna milik Cauthelia. Kulitnya putih bersih dengan mata hitamnya yang berkilau, dan bibirnya yang tipis dan merah muda membuatnya terlihat sempurna dan juga menjadi incaran banyak laki-laki di kampungnya.
Beberapa bulan yang lalu, saat aku berkunjung ke rumah Pak Nana, beliau mengatakan selulus anaknya dari SMA, ia akan dinikahi oleh anak salah seorang juragan ikan di kampungnya. Tetapi Aini menolak karena beberapa hal mengenai laki-laki itu, salah satunya adalah laki-laki itu adalah penggemar main judi dan suka mabuk-mabukan. Beberapa kali bahkan menurut kesaksian Bu Eli, Roy, sebut saja namanya demikian, pernah datang ke rumah Pak Nana dan hendak mengacak-acak rumah tersebut dalam kondisi mabuk, lantaran tidak bisa bertemu Aini yang waktu itu masih ada di sekolah.
Aku bertanggung jawab atas gadis ini, ya sejak ia masuk SMP hingga sekarang aku bertanggung jawab, sehingga perasaanku benar-benar dekat dan terikat kepada gadis ini, bukan sebagai kekasih tetapi sebagai kakak yang selalu ada untuknya. Sesekali bahkan gadis itu meneleponku hanya untuk menanyakan kabarku, aku tidak menganggap itu hal yang aneh, karena aku merasa ia adalah adik yang harus kulindungi.
Hanya saja satu hal yang menjadi pertanyaanku adalah, darimana ia tahu identitas Cauthelia dan juga Nadine? Apakah ia memiliki bakat indra keenam? Apakah seperti itu? Pikiranku masih bertanya-tanya sejak tadi. Tetapi, kelamaan tubuhku bereaksi berbeda atas dekapan gadis ini, aku tahu ia sedikit tertawa saat mengetahui hal itu.
Satu jam kemudian aku sudah tiba kembali di rumah Pak Nana, saat aku pulang kedua gadis yang kubawa serta sudah menungguku karena makan siang sudah siap. Nadine menatapku dan tersenyum sangat manis, begitu juga Aerish, sejurus kemudian aku melihat Aini yang juga tersenyum manis kepadaku. Aku menghela nafas panjang, mengingat semua yang telah terjadi kepadaku akhir-akhir ini.
Setelah aku bersalaman dengan Bu Eli, kami pun diajak ke dapur untuk memakan Ikan Dorang Bakar khas Ibu Eli. Biar kukatakan, tekstur lembut dan berserat Ikan Dorang yang ditambah bumbu resep dari Bu Eli dan juga ditambah sambal kecap dan sambal kacang membuat cita rasa dari ikan laut ini begitu luar biasa.
Di sana, Aini benar-benar sangat memperhatikanku, bahkan ia lebih cekatan daripada Nadine yang biasanya bergegas menyiapkan apapun untukku. Jujur, terkadang aku merasa tidak enak sendiri di depan Aini, bukan karena apa, ia terlalu berlebihan menganggapku sebagai penyelamatnya, setidaknya itu yang kurasakan kini.
Comments (0)