SEBUAH KEJUTAN KECIL (BAGIAN 2)
Aku berjalan cukup jauh dari rumah Pak Nana, aku masih terus mengikuti gadis itu melangkah, kemanapun ia pergi saat itu, yang pasti kami menuju wilayah hutan lindung yang berada di dekat Pulau Manuk. Sebenarnya melintasi hutan tersebut akan membawa kita menuju Pantai Sawarna, tetapi jalannya masih sangat jelek waktu itu, dan tidak memungkinkan mobil Sub-Compact sekelas Honda Jazz melintasi jalan tersebut.
Kami memasuki hutan lebih dalam, tiba-tiba gadis itu berhenti dan ia membalik tubuhnya, tiba-tiba ia tersenyum kepadaku, jujur aku sedikit bingung dengan apa yang ia lakukan saat itu. Sejurus ia menoleh ke sebelah kiri, aku pun menoleh ke sana, ada sebuah pohon besar, dimana ada pahatan disana. Ia berjalan menuju ke pohon itu, dan akupun mengikutinya, tidak ada instrumen apapun di sana, hanya sebuah pahatan.
Ia bercerita tentang kejadian mistis yang ia alami sehingga dirinya tiba di perkebunan. Memang ia sudah menghilang sejak kemarin sorenya saat itu, kedua orang tuanya bahkan sudah mencari kemana-mana tetapi tidak ditemukan. Ia mengaku bahwa ia mengikuti arahan dari seseorang yang membisikkan kata-kata di telinganya, dan saat ia tiba di pantai, ia masuk ke dalam dunia lain, letaknya ada di balik karang di sekitar Pulau Manuk.
Memang daerah tersebut masih kental dengan aura mistis, terlebih tidak jauh dari sana terdapat salah satu mitos yang sangat tersohor, Hotel Samudra kamar 308. Siapa yang tidak mengenal Dewi Kadita, atau dalam mitologi setempat dinamakan Nyi Roro Kidul, yang digambarkan sebagai wanita cantik dengan baju yang serba hijau. Menurut legenda, beliau, Dewi Kadita, adalah putri dari salah seorang Raja di Pajajaran, dan diusir karena fitnah Ibu Tirinya.
Aku pun memiliki pengalaman yang kurang mengenakkan mengenai hal itu. Kembali ke tahun 2004, waktu itu tepat tanggal 31 Desember 2004, aku ingat benar saat Ayahku mengajak berlibur ke Bayah. Pada sore harinya, aku bermain bersama Aini dan juga adikku di Pantai Bayah, dan tidak sengaja aku mengumpat di sana.
Benar saja, malam harinya, saat aku hendak tidur di kamarku yang berada di perkebunan tersebut, pintu kamar terkunci dengan sendirinya tanpa kukunci. Sontak saja detak jantungku langsung meningkat tajam, ditambah suara shower di kamar mandi yang tiba-tiba menyala dan aku tahu saat itu ada uap panas muncul dari kamar mandi, ya pemanas air juga menyala.
Uap air lantas memenuhi kamar mandi, dengan membaca kalimat Illahi aku berusaha masuk ke dalam kamar mandi tersebut dengan niatan untuk mematikan shower. Tetapi alangkah terkejutnya diriku saat melihat cermin yang berembun di depanku ada tulisan “JAGA BICARAMU DI SINI” dalam tulisan yang cukup besar.
Deg, detak jantungku makin meninggi, dengan menghela nafas panjang, aku pun berjalan keluar dari kamar mandi dan mencoba untuk tidur dan menarik selimut. Kuraih notebook kesayanganku, tetapi tidak mau menyala padahal posisi charger dalam kondisi terpasang. Aku tahu, ini tidak beres, ya semua bermula dari mulutku sendiri yang tidak bisa kujaga. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk terus mengucapkan ayat Illahi.
Tidak berselang lama, aku memasuki state setengah sadar, dan mulai memasuki fase yang disebut sleep paralysis atau menurut Orang Jawa disebut sebagai ketindihan. Mataku tersadar, tetapi tubuhku tidak bisa digerakkan, jantungku berdetak sangat cepat saat itu, dan wangi melati yang sangat kental mulai memenuhi ruangan, tercium sangat kentara di hidungku.
Dan muncullah sesosok wanita berambut panjang sepinggang dengan kebaya dan selendang panjang berwarna hijau. Tidak menyeramkan, parasnya ayu khas putri kerajaan, beliau, mungkin dari bangsa Jin, hanya melintas perlahan di sebelahku. Aku hanya melihatnya presensinya sekilas, tidak lama kemudian beliau memutar ke tubuhku sekali dan terbang menembus langit-langit kamar tersebut dan hilang.
Sejak saat itu sampai hari ini aku terus terbayang dengan paras ayu sosok tersebut, entah siapa dia, tetapi aku yakin beliau ada di golongan jin, tidak jahat menurutku. Beliau mencoba memperingatkanku untuk tidak berkata kasar dan bersikap sopan dimanapun aku berada. Untuk sosok tersebut, terima kasih telah mengajarkanku kesopanan dan kebaikan. Hal serupa juga pernah terjadi kepadaku di Semarang, di perkebunan milik Ayahku pula. Tetapi tidak sampai ditunjukkan sosok visual seperti waktu itu, hanya suara bisikan, dan juga ketukan di jendela yang aku ingat.
Mereka, bangsa Jin, sudah disebutkan dalam Kalam Illahi, hidup berdampingan dengan manusia, dan memiliki time shift yang berbeda dengan manusia. Itulah mengapa kita tidak bisa melihat mereka, dalam ilmu fisika selisih time shift 1 second akan berarti kita tidak akan dapat melihat mereka, dan itulah kebesaran Illahi yang patut kita Agungkan.
Yang terpenting adalah, kita harus selalu mawas diri dan sadar, kita tidak sendiri di dunia ini. Selain memiliki teman, kita juga memiliki makhluk dari dimensi yang berbeda dengan dimensi kita tinggal, dan Illahi sudah menuangkannya dalam Kalam ke 72, dan dijelaskan tentang Jin di sana.
Ia menggenggam tanganku, dan kurasakan tangannya sangat dingin, entah apa yang harus kukatakan saat itu, tetapi bibirku kelu, aku tidak pernah dapat berkata apa-apa saat itu. Aku sekilas memandang pahatan Burung Rangkong Badak itu, tidak terlalu besar, tetapi sangat rumit, dan aku baru tahu gadis itu punya bakat untuk memahat.
Perhalan aku menggenggam tangannya makin erat, aku tersenyum kepada gadis itu dan kuusap lembut kepalanya. Ia gadis yang sangat gigih, itu yang aku rasakan. Tangannya tidak selembut tangan Cauthelia, sedikit kasar memang, mungkin karena memahat tangannya menjadi kasar, atau mungkin hal lainnya, tetapi aku bisa merasakan semangat dan kegigihan gadis itu, ya gadis yang seumuran denganku ini memang sejak pertemuan pertama waktu itu sudah dekat denganku, banyak hal yang kulakuakn berdua dengan gadis ini, tentunya ia bahkan seperti pemanduku saat aku berada di sini.
Comments (0)