Satu jam berlalu, gadis itu tengah tertidur dengan menyandarkan kepalanya di dadaku, aku menghela nafas, ini masih jam 1034, apa yang baru saja kulakukan. Dua gadis dalam sehari, benar-benar memalukan diriku ini, ini tidak seharusnya terjadi, ini tidak harus terjadi, kalau saja aku bisa kembali ke masa dimana aku belum bertemu mereka. Kini aku sudah ketagihan berada di event horizon, tetapi aku tidak ingin menampakkannya kepada kedua gadis itu.
Lamunanku melayang melewati langit-langit kamarku, meskipun ada seorang gadis yang kini tengah mendekapku, aku merasa tidak ada siapapun di sampingku kini. Saat kupejamkan mata, bayangan Cauthelia muncul bagaikan menerbangkan pikiranku yang tengah kalut karena banyak hal, ya jelas sekali kulihat senyumannya, semua ekspresinya, bahkan semua apa yang telah kami lalui bersama.
Kubaringkan gadis itu perlahan di bantalku, ya aku beranjak dan menuju ke Workstation yang berisi semua kegiatan liarku bersama Cauthelia. Jujur aku merindukan gadis itu setengah mati, dan setelah menyala aku langsung kembali membuka file yang berisi foto kami, dan juga beberapa video yang mengabadikan kegilaan kami akhir-akhir ini.
Kukagumi gadis itu, dari segala kesempurnaan yang ia miliki, tubuhnya yang indah dengan sepasang gumpalan lemak yang terbilang cukup besar untuk gadis seusianya, sesekali aku mengkhayal lagi untuk menyentuhnya, padahal belum lama, aku lalu menghela nafas panjang saat mengetahui apa yang kulakukan adalah salah.
Bentuk tubuhnya yang seperti jam pasir benar-benar membuatku semakin menggilai gadis itu, serta seluruh bagian tubuhnya yang tidak tumbuh rambut sedikitpun, kecuali kumis tipis, menambah kesempurnaan gadis yang menyukai otomotif tersebut. Sudahlah Tama, ujarku dalam hati, aku harus menerima kenyataan bahwa Cauthelia sudah pergi menuju Semarang saat ini ke tempatnya yang baru, entah apa yang akan terjadi nanti.
Kulihat Nadine sedang tertidur pulas di ranjangku, nafasnya yang teratur menandakan bahwa ia sedang terlelap saat ini. Aku tersenyum saat melihatnya sedikit mengubah posisi tidurnya, ya Nadine kini adalah gadis yang sudah berubah dari gadis yang ketus menjadi gadis yang manja.
Elya, panggilku dalam hati saat kuingat wanginya, ya itu adalah Elya, ujarku meyakinkan diriku sendiri atas gadis yang kutemui di rumah sakit hampir dua tahun yang lalu itu, mengapa aku dipertemukan dengan gadis itu? Tanyaku dalam hati, mengapa sekarang harus berpisah? Semakin jauh pertanyaanku kepada gadis itu, semakin aku tidak mampu mendapatkan jawaban atas apa yang selalu terngiang di pikiranku kini.
Kulihat lagi videoku bersama Cauthelia, entah mengapa aku benar-benar berhasrat dengan video itu, ada di satu adegan dimana seluruh bagian tubuh Cauthelia terekspos dengan sangat polosnya. Aku tidak bisa menyembunyikan hasratku, ya kini koplingku telah mengunci, dan bukan hanya cinta saja yang kumiliki kepada gadis itu, tetapi juga nafsu, dan aku sangat merasakan hal itu. Nadine masih tertidur, ujarku, nekat aku melakukan hal hina itu sekali lagi.
Intel Xeon Nocona dengan RAM 4 GiB adalah senjataku untuk memutar video beresolusi 720 x 480 ini, kubuka dua video sekaligus dengan memisahkan jendela di sebelah kiri dan sebelah kanan. Kupasang headphones Sony kesayanganku dan aku memfokuskan kepada video dimana Cauthelia membuat video itu sendiri dengan suara desahan yang sangat menggelitikku, dan itu sangat kurindukan. Video itu benar-benar mengekspos bagian tubuhnya yang paling diinginkan setiap laki-laki.
Sesekali kupejamkan mata, kubayangkan aku melakukan hal itu bersama Cauthelia, dan kusadari betapa putus asanya diriku kini, ada gadis yang mau melakukan apapun untukmu tetapi kau malah sibuk dengan fantasi liar dengan Cauthelia. Masa bodo, aku tidak ingin menyakiti Nadine, itu yang kupikirkan kini, dan kuacuhkan gadis itu hingga aku menyelesaikan hasratku.
Aku menghela nafas panjang, dengan putus asa kupanggil nama Cauthelia, kukatakan cinta kepada gadis itu, kukatakan betapa aku ingin menikahimu, semua hal kukatakan kepada gadis yang saat ini tidak berada di sampingku. Kulakukan lagi hal hina itu, dan itu membuatku semakin berhasrat untuk membayangkan gadis itu, disaat suara desahannya makin terdengar jelas di headphones yang kugunakan. Dan kuselesaikan lagi hasratku kepada gadis itu, aku pun menghela nafas panjang, betapa putus asanya diriku tanpa Cauthelia.
Bukannya berhenti, tetapi apa yang kurasakan adalah kesedihan, rindu, sayang, cinta dan segala tentang gadis itu, itu membuatku sekali lagi melakukan hal hina tersebut. Nadine, masa bodo, ujarku dalam hati, aku tidak peduli dengan Nadine, ia tidak mengerti akan perasaanku kini. Dan sepasang tangan tiba-tiba menggantikan tanganku, Nadine, ujarku sangat terkejut hampir aku terjatuh dari kursi tempatku duduk.
Dan kami sudah berada di dapur, melupakan kegilaan yang satu jam lalu terjadi, ini saatnya makan siang, meskipun sudah lewat. Entah mengapa, sejak perisitwa tadi perasaanku kepada Nadine semakin menjadi, ya aku semakin mencintai gadis itu meskipun dengan apa yang sudah terjadi kepada kami barusan.
Siang ini Nadine memasakanku nasi goreng dengan omelette, makanan yang seharusnya lebih cocok dimakan saat sarapan, tetapi aku menyukainya dimakan pada saat-saat ini. Aku bercanda bersama gadis itu di dapur, tetapi sesekali aku terdiam saat melihat peralatan masak yang biasa digunakan oleh Cauthelia untuk memasakanku, dan ya, aku kembali terdiam merenungi apa yang sebenarnya sudah terjadi.
Sesekali Nadine menepuk pundakku, ya ia menyadarkanku lagi bahwa yang kumiliki kini adalah Nadine dan juga Aerish, sebagai kekasihku secara status. Cintaku hanya untuk Cauthelia dan Nadine, tidak untuk gadis lainnya, aku bersikukuh seperti itu. Lalu setelah kami menyelesaikan makan siang, kami memilih untuk menonton film di televisi ruang keluarga di rumah ayahku ini.
Tiga puluh menit, enam puluh menit, sembilan puluh menit, seratus dua puluh menit berlalu, dan film ini pun berakhir. Ada bahagia terlihat di wajah Nadine, padahal aku hanya mengajaknya menonton di rumahku, tetapi mengapa ia begitu senang, tanyaku dalam hati, ya semua itu karena cinta, ujarku lagi dalam hati.
Cinta, ya itu bisa membuatmu melakukan apapun demi orang yang kau cintai, setidaknya itu yang pernah dan sedang aku rasakan saat ini. Aku harus menunggu, menunggu, dan menunggu hingga orang yang kuharapkan itu tiba di hidupku, kini setelah Cauthelia pergi semuanya menjadi semakin rumit untukku, dan aku harus memebenahi perasaan dan prioritasku kini.
Ada Nadine yang saat ini sudah berada di sebelahku, berusaha menjagaku juga perasaanku, dan tulus kepadaku bahkan sejak aku dirawat di rumah sakit waktu itu. Adakah ini sepadan untuknya? Hatiku berusaha berteriak, ya Nadine Helvelina, dari pengakuannya, bahkan ia mencintaiku sejak SMP, lalu bagaimana dengan apa yang kulakukan kepadanya, apakah tetap membuatnya mencintaiku?
Comments (0)