Baca cerita
Kembalilah
Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita
Kembalilah
bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.
Cauthelia masih tertidur pulas di kursi belakang, aku pun melajukan lagi mobilku menuju rumah gadis itu. Saatnya pulang, gumamku dalam hati, dan aku pun tiba di depan rumah Cauthelia, kedua orang tuanya menyambut kami saat mobil milik ayahku terparkir rapi di depan rumahnya. Gadis itu masih terbangun hingga saat adik sepupunya, Mikayla datang dan membangunkannya.
“Kak Elya, bangun udah sampe nih,” ujarnya.
Sejalan kemudian Cauthelia terjaga, “udah sampe?” tanya Cauthelia bingung, sementara Mikayla menangguk.
“Rumah Papa yah,” ujar Cauthelia masih belum sepenuhnya tersadar.
“Iya sayang ayo turun, mau Kakak anterin apa?” tanyaku pelan, ia mengangguk manja.
Aku lalu turun dari mobil ayahku itu, dan mengambil tas ransel yang ia bawa dari bagasi belakang mobil tersebut. Sambil kugendong tas itu, aku menuntunnya untuk turun dari mobil. Ia tersenyum saat aku menuntun tangannya untuk turun dari mobil tersebut. Ia menggandengku hingga tiba ke rumahnya, dan di dalam orang tuanya sudah menyambut gadis itu dengan senang.
Sejurus kemudian, aku diajak mereka untuk makan malam, suasana malam itu sangat nyaman dan hangat. Gadis itu duduk di seberangku, berulang kali kulihat wajahnya sangatlah lesu, aku tahu kesedihan yang ia rasakan sama seperti kesedihan yang kurasakan saat ini. Kami mengobrol banyak hal hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2100, dan saatnya aku harus pulang ke rumah.
“Kak,” panggil Cauthelia sejurus ia menggenggam tanganku, “sedih deh harus pisah,” ujarnya dengan air mata yang sudah menggenang di kedua matanya.
“Sayang heh sayang,” ujarku sambil mengusapkan ibu jariku di pelupuk matanya, “udah gak usah nangis,” ujarku menenangkannya, padahal aku pun saat ini sedang sedih karena harus berpisah.
“Besok jemput Dede yah,” pintanya dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.
“Iya sayang, Kakak janji,” ujarku berusaha tersenyum.
“Delapan hari ini adalah delapan hari terindah buat Dede,” ujarnya, “entah apa Dede bisa ketemu sama Kakak lagi,” ujarnya terisak, ia sudah menangis saat ini.
“Udah yah sayang,” ujarku kulihat pandanganku juga mulai buram dan mataku juga terasa berat, ya aku pun menangis, saat kupejamkan mataku, air mata pun mengalir pelan di pipiku, “sembilan hari sama besok, sembilan hari terindah dalam hidup Kakak, dalam hidup kita,” ujarku tertunduk.
“Dede sayang sama Kakak, Dede cinta sama Kakak,” ia lalu mendekapku di depan rumahnya tanpa canggung, ia pun menangis tersedu di dekapanku, sejurus kemudian, Ibunda dari Cauthelia keluar dari rumahnya.
“Kenapa ini Elya sampe nangis?” tanya Ibundanya lembut.
“Enggak kok Ma, Elya cuma sedih harus pisah sama Kak Tama,” ujarnya lalu melepas dekapannya.
“Sama Ma, aku pun merasa sedih, entah gimana ngomongnya,” ujarku lalu menghela napas.
“Kalian ini masih kecil-kecil tapi perasaannya sampe sedalem itu jadi terharu Mama,” ujar Ibunda Cauthelia dengan nada yang menghangatkan, “Tama itu anak yang baik, dari dulu Elya selalu bilang Tama Tama Tama, kayak merek drum,” ujar Ibunda Cauthelia lalu tertawa kecil, tujuannya jelas memecah suasana, aku pun tersenyum.
“Tapi Ma, mungkin enggak kita balik kesini lagi?” tanya Cauthelia kepada Ibundanya.
Beliau hanya menggeleng pelan, “gak tahu, Mama gak tahu masalah itu,” ujar Ibunda Cauthelia lalu memandangku.
“Tapi Mama yakin, Insyaa Allah kalian ada jodoh,” ujar Ibunda Cauthelia lalu disambut senyum oleh Cauthelia.
“Emangnya Mama liat dari mana?” tanya gadis itu bersemangat.
“Cara Tama mandang Elya, dan sebaliknya,” ujar Ibunda Cauthelia, “terus sama beberapa kejadian yang mengerucut kesana,” ujar Ibunda Cauthelia dan disambut senyum oleh anak bungsunya.
Aku lantas berpamitan kepada keluarga Cauthelia, setelah menaiki E38 milik ayahku, aku lalu bertolak menuju ke rumah. Masih sepi, itu kata-kata pertamaku saat kubuka gerbang rumah yang sudah dua hari ini kutinggalkan, bahkan Ayah dan Bunda saja belum pulang, ujarku dalam hati. Setelah memarkirkan mobil di garasi, aku langsung naik ke lantai dua untuk mandi dan bersiap tidur, ya besok adalah hari terakhir aku menjemput Elya, gumamku dalam hati. Aku pun tertidur di ranjang yang masih tersisa harum tubuh Cauthelia.
Pagi sudah datang, saat kubuka mata, harum tubuh Cauthelia benar-benar tercium sangat kentara, dan saat kumenoleh ke arah kanan, mengapa ia ada di sebelahku? Ia sudah menggunakan seragam SMA dan ia sudah tampak rapi dengan rambutnya yang bergelombang itu.
“Bangun Kak, udah jam berapa ini?” ujar gadis itu lalu mengusap rambutku dengan lembut.
Aku pun membangunkan tubuhku, “iya sayang,” ujarku saat aku ingin membangunkan tubuhku ia malah menindihku.
“Bukan Kakaknya yang bangun, tapi yang laen sayang,” ujarnya lalu mencium bibirku dengan sangat berhasrat.
Apa-apaan Elya? Teriakku dalam hati, aku baru saja terbangun mengapa kau langsung mencumbuku begitu saja. Tetapi ya sama seperti sebelumnya, aku menikmatinya. Kali ini aku tidak memberontak atau menahan, bahkan aku dengan sengaja aku membuka kancing kemeja SMA-nya, mengapa aku begitu berhasrat kepadanya.
Imajinasi liarku begitu menggebu-gebu, bagaikan GE Turbofan yang sedang afterburner, tanpa mempedulikan ia mau atau tidak, aku malah sengaja menindihnya sekarang dan memasuki lubang hitam dengan posisi ia masih menggunakan rok SMA. Ia tidak marah atau menangis, ia tersenyum sangat bahagia, hingga akhirnya aku menyelesaikannya.
Aku lalu terbangun sambil terengah-engah, syukurlah hanya mimpi, ujarku. Tetapi mimpi itu pasti karena aku terlalu memikirkan hal yang sudah kelewatan bersama gadis bertubuh sintal itu. Kurapikan tempat tidurku dan aku harus mencuci sprei dan selimut yang sudah basah karena mimpiku. Dan aku harus kehilangan harum tubuh Cauthelia yang masih menempel di ranjang tersebut.
Setelah bersiap dengan semuanya, bahkan setelah kurapikan ranjangku, aku lalu memanaskan motor milik ayahku lalu bertolak ke rumah Cauthelia. Terbayang semua yang telah terjadi selama delapan hari ini, dan semuanya membuatku benar-benar tidak dapat melupakan gadis yang selalu tersenyum manis kepadaku itu.
Saat tiba di depan rumahnya, ia sudah menunggu di depan rumah dengan sweater coklat milikku yang kemarin ia gunakan saat di Bandung. Ia tersenyum dan sejalan saat aku menghampirinya ia meraih tanganku dan dengan hangat menciumnya. Jujur saja wajahku menjadi sangat panas saat ia melakukan itu.
“Pagi Kak,” ujar Cauthelia lalu tersenyum kepadaku.
“Pagi sayang,” ujarku lalu mengusap kepalanya dengan lembut, “semalem Kakak mimpiin Dede lagi,” ujarku mengaku kepadanya.
“Basah?” tanya gadis itu dengan nada agak meledek, aku hanya mengangguk pelan.
“Kepengen juga kan?” ledeknya sambil menjulurkan lidahnya dengan amat menggoda kepadaku, melihat lidah dan bibirnya begitu menggoda memang, ya bibir yang memberikanku kenikmatan beberapa kali itu membuatku bereaksi, “pasti mikirin yaah?” ujarnya meledekku lagi, aku mengangguk pelan.
“Bukan hal itu aja, tapi semuanya,” ujarku lesu.
“Yaudah berangkat aja yuk, ini hari terakhir Dede di sekolah soalnya mau pamitan juga,” ujarnya pelan.
Setelah aku diajaknya sarapan bersama Mikayla, kami langsung bertolak menuju sekolah. Suasana yang mendung pagi ini benar-benar mengingatkanku kepada hari-hari pertama aku bertemu dengan gadis ini. Aku melambatkan laju sepeda motor tersebut, sejalan ia mengeratkan dekapannya kepadaku. Aku terbius oleh sendunya suasana di pagi itu, sepinya jalanan makin menambah pilu hatiku saat ini.
Butuh waktu agak lama, kami tiba di sekolah, kali ini Cauthelia tidak ingin ke kelasnya, dengan mendekap erat lenganku, ia mengikutiku berjalan hingga sampai ke kelasku. Seakan ia tidak peduli bahwa Aerish, yang saat itu adalah kekasihku secara status saat ini. Ia duduk di tempat dimana Nadine biasanya duduk, ia mendekatkan dirinya kepadaku dengan menggeser kursinya ke arahku. Manja bener sih sayang, pikirku dalam hati, seakan tidak peduli apa yang terjadi, bahkan saat Nadine datang ke kelas ia masih belum melepaskan dekapannya.
“Elya,” panggil Nadine.
“Eh, Kak Nadine,” ujarnya setengah terkejut, “masih kangen sama Tama yah?” tanya Nadine kepada Cauthelia, dan ia hanya mengangguk pelan.
“Aku gak pengen pergi Kak,” ujarnya kepada Nadine.
“Jadi kemaren gak bales SMS aku, gak jawab telepon aku, tau-taunya lagi selingkuh sama dia?” ujar suara itu tiba-tiba menggelegar.
“Aerish?” tanyaku tidak percaya, “dasar cewek gatel!” teriak Aerish lalu menampar pipi kiri Cauthelia.
“Apa-apaan sih Rish!” bentakku kepada Aerish, “aku emang cowok kamu sekarang, tapi gak gitu juga caranya,” ujarku dengan nada tinggi.
“Gue gak suke loe deket-deket Tama, ngerti loe!” bentak Aerish kepada Cauthelia, aku lalu menggandeng tangan Cauthelia dan mengajaknya keluar dari kelas.
Tags: baca cerita Kembalilah
Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah
Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah
Chapter 49 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling
Comments (0)