Baca cerita
Kembalilah
Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita
Kembalilah
bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.
“Kakak, kok bengong,” panggil suara manja itu mengagetkanku, ia lalu menghampiriku dengan tersenyum, harum tubuhnya seakan sudah menyatu dengan diriku, aku merasakan dirinya benar-benar dekat denganku.
“Dede,” ujarku pelan, entah mengapa kepalaku kini diisi oleh Cauthelia, Cauthelia, dan hanya Cauthelia.
“Ayo turun ke bawah, fotoin Dede sama Ka Nadine yah,” pintanya lalu menarik manja tanganku, dengan langkah agak gontai aku mengikuti gadis itu.
“Kakak kepikiran Dek,” ujarku pelan, gadis itu lalu terhenti.
“Kepikiran apa Kak?” tanya Cauthelia ia lalu memandangku dengan wajah yang memerah.
“Semuanya, kepergian Dede gak lama lagi, sama apa yang kita lakuin, sama pertemuan pertama Kakak sama Dede yang masih misteri sampe sekarang,” ujarku pelan.
Gadis itu lalu tersenyum dan membelai pipiku dengan lembut, “jangan dipikirin,” ujarnya dan tersenyum.
“Gimana gak tambah kepikiran,” ujarku pelan, aku pun berjalan mencari tempat yang agak rimbun di bawah pohon di dekat tangga turun menuju kawah, “wangi tubuh Dede udah bener-bener hipnotis Kakak, seakan yang ada di mata Kakak cuma Dede doang,” ujarku sambil menghela napas pendek berkali-kali.
“Berarti sama Kak,” ujarnya lalu tersenyum dengan pandangan yang sangat menggoda.
“Semenjak peristiwa itu Dede gak bisa lupain tiap sentuhan Kakak, dan Dede udah jadi milik Kakak sepenuhnya, suka ato enggak Kakak,” ujarnya pelan, wajahnya sangat merah saat itu.
“Maafin Kakak yah Dek,” ujarku, ya perasaan menyesal itu timbul saat gadis itu mengatakan hal itu.
“Eh, kenapa minta maaf?” tanyanya dengan wajah penuh keheranan.
“Ya karena Kakak udah ngelakuin hal yang buruk sama Dede,” ujarku sangat menyesal.
“Buat Dede itu worth it kok,” ujarnya pelan, “sampai Kakak buka diary dari Dede, Kakak akan paham, kenapa semuanya worth it buat Dede,” ujarnya lalu menggenggam tanganku.
Aku terdiam, ya terdiam tidak dapat mengatakan apapun, diary-nya siapa yang tahu isinya kecuali Illahi dan dirinya sendiri. Aku mengikuti kemanapun ia melangkah, perasaan sedih kini sudah muncul di diriku, aku tidak ingin kehilangan Elya, ucapku dalam hari berulang-ulang. Aku tidak ingin mengulangi perasaan menunggu, seperti aku menunggu Aerish.
Kami menghabiskan banyak waktu di kawah tersebut, kabut datang silih berganti, tipis dan tebal, bahkan MMC 512 MB yang kubawa saja sudah hampir penuh oleh foto kami bertiga. Hari semakin sore, dan dingin mulai menyerang, Nadine meminta kunci mobilku, padahal ia mengenakan sweater, tetapi ia tidak kuat dengan dinginnya sore itu, ia pun bergegas menuju mobilku dan meninggalkan kami berdua di kawah tersebut.
Suasana semakin sore semakin sepi, bau sulfur makin tercium pekat ke hidung kami, sesekali aku bereaksi dengan batuk. Ya aku sangat alergi dengan dingin dan juga bau asam ini. Tetapi kulihat Cauthelia masih ingin berada di sana, kami berjalan menjauhi jalan akses utama dan duduk di bebatuan saat jam di tangan kananku menunjukkan pukul 1520.
“Kak,” ujar gadis itu, tubuh kami mulai tertutupi kabut yang sangat tebal pada sore itu, “janji yah sama Dede, kalo kita ketemu lagi, nikahin Dede,” ujar gadis itu, aku memandangnya dan menggenggam tangannya.
“Kakak janji sayang, kalau kita dipertemukan lagi, sehabis lulus Kuliah Kakak langsung nikahin Dede,” ujarku pasti, gadis itu tersenyum sangat manis.
“Janji yah Kak,” pinta gadis itu pelan.
“Kalau perlu kita ke notaris buat bikin surat perjanjian,” ujarku pasti, aku lalu memandangnya.
“Terus kenapa Kakak mau nikahi Dede, sebutin alasannya?” tanya gadis itu lalu menyandarkan kepalanya di pundakku.
“Gak ada alasan,” ujarku pelan, ia terdiam seakan mengerti, ia menggenggam tanganku dan memilin-milin jariku, saat itu ia memandangku dan mencium pipiku dengan hangat.
“Sama kayak Dede, gak ada alasan,” ujarnya pelan di telingaku.
“Kalo Kakak cinta Dede karena fisik, fisik akan memudar seiring umur, terus kalo Kakak cinta Dede karena Dede baik, pasti ada kalanya Dede gak baik,” ujarku pelan, “apapun Kakak selalu sayang dan cinta sama Dede, gak peduli apapun yang terjadi,” ujarku pelan.
“Itu udah cukup Kak,” ujar Cauthelia, “selama Dede pergi, janji sama Dede, jagain Kak Nadine,” ujarnya pasti, aku lalu terdiam seribu bahasa saat ia mengatakan hal itu.
“Mana bisa Dek,” ujarku tidak terima, dengan nada yang pelan.
“Kakak harus bisa, buat Dede,” ujarnya lagi, ia lalu mendekapku dari samping, “disini cuma tinggal kita Kak,” bisik gadis itu, “Dede pasti bakal merindukan ini,” ujarnya di telingaku.
Gerimis turun, perlahan tapi pasti mulai membasahi tubuh kami, Cauthelia tidak beranjak dari tempatnya, ia masih mendekapku. Harum tubuhnya benar-benar membuatku tergila-gila, semenjak peristiwa di hutan waktu itu, aku benar-benar sudah terpatri mati oleh gadis ini. Kuingat seluruh harum tubuhnya, dan tiba-tiba aku mengingat peristiwa kemarin, di bawah hujan. Tenang Tama, pikiranku mulai berontak, aku menghela napas panjang.
Di sini sangat sepi, bahkan tidak ada seorangpun yang menyadari kami berada di sini, benar-benar sepi. Di tengah gelapnya kabut sore itu dan hujan yang turun rintik-rintik, maka kawasan tempat kami berada sudah benar-benar kosong. Suasana yang dingin saat itu membuat Cauthelia bereaksi, tubuhnya mulai gelisah di dekapanku, dan secepat kilat ia sudah mencium bibirku.
“Tahu enggak, kenapa Dede pake dress pendek?” tanyanya kepadaku, aku menggeleng pelan, “buat saat kayak begini Kak,” ia lalu duduk di pangkuanku sambil menghadap kepadaku.
“Dede, ada orang nanti yang liat,” bisikku pelan.
“Palingan kalo ketahuan kita dikawinin Kak,” ujarnya lalu tertawa kecil.
“Dinikahin bukan dikawinin,” ujarku mengoreksi kata-katanya, ia lalu menjulurkan lidahnya kepadaku.
Kini giliranku yang mencium bibirnya, jujur aku akhirnya tergoda oleh apa yang ia lakukan. Tanpa komandonya, aku meletakkan tanganku di tempat biasanya ia meletakkan tanganku. Ia malah tersenyum menggodaku, saat-saat terakhir ini entah mengapa aku benar-benar tidak dapat menahan semua yang pernah kubayangkan bersamanya.
Satu jam sepuluh menit berlalu, kami akhirnya tiba di mobil dengan kondisi tubuh yang basah karena hujan. Nadine sudah menunggu di dalam mobil dengan menyalakan penghangat, ia hanya melihat kami lalu tersenyum. Kali ini Cauthelia duduk di kursi penumpang depan. Sejurus kemudian tanpa canggung Cauthelia melepas seluruh dress-nya dan hanya memandangku dengan wajah yang memerah.
Sejurus kemudian ia meminta sweater yang saat itu Nadine gunakan, dan saat tubuhnya melintas di depan wajahku, wanginya benar-benar menggodaku sekali lagi, sudahlah Tama, ujarku dalam pikiranku sendiri. Dengan hot pants pendek yang ia bawa saat itu, ia hanya menggunakan sweater milikku dengan hot pants, sementara aku harus kebasahan sepanjang jalan menuju ke Bandung. Kedua gadis ini meminta untuk berhenti di sebuah pusat perbelanjaan di Bandung, aku menyanggupinya.
“Dede mau keluar pake baju gitu?” tanyaku mengomentari pakaiannya, ia mengangguk pasti, “too sexy,” ujarku sinis.
“Huuuuum, abis gak ada baju lagi Kak, gak apa-apa yah sayang?” tanyanya sambil memasang wajah yang penuh harap.
“Tapi kalo ada yang godain bilang-bilang Kakak pokoknya,” ujarku sangat protektif kepada gadis itu.
“Siap bos,” ujarnya sambil hormat kepadaku.
Aku berkonsentrasi menyetir hingga sampailah kami di Cihampelas, ya kata orang-orang ini adalah surganya belanja produk pakaian. Kalau menurutku, sama saja, bedanya di Bandung cuacanya lebih dingin satu atau dua derajat dari Jakarta, tetapi macetnya sama saja. Sejurus kemudian aku memarkirkan mobilku, mereka langsung turun dari mobilku tanpa komando dariku.
Tags: baca cerita Kembalilah
Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah
Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah
Chapter 45 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling
Comments (0)