Baca cerita
Kembalilah
Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita
Kembalilah
bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.
Aku memejamkan mata pada sore itu, apa yang kurasakan kali ini sangat campur aduk, bahagia, menyesal, ketagihan, tidak Tama, ujarku dalam hati sambil menggelengkan kepala. Bukan itu alasanku mencintai Elya, batinku mulai meronta, tetapi mengingat rasa yang sudah kurasakan tadi, ingin rasanya kuulangi sekali lagi sebelum ia pergi dari hidupku, entah untuk berapa lama.
Gadis itu lewat di depanku, ia memandangku dan tersenyum, sejurus aku mengingat apa yang sudah terjadi tadi. Hal tersebut membuatku bereaksi sangat hebat, hampir napasku menderu saat melihat gadis itu berjalan menjauhiku. Tama, sadar Tama, kau harus menyadari Elya bukanlah Istrimu, kau harus sadar bahwa apa yang kau rasakan tadi hanya kecelakaan.
Tetapi, aku tidak dapat memungkiri bahwa rasa tadi begitu indah, ya sangat indah di baluran dosa yang sangat besar. Entah mengapa hasratku seakan tidak dapat terbendung saat melihat Cauthelia datang kepadaku dengan pakaian yang sangat minim. Daster mini berwarna putih yang ketat dan membentuk tubuhnya sempurna, rambutnya digerai tidak lupa dengan kacamata full frame yang akhir-akhir ini sering ia kenakan.
“Ngelamun apaan sih Kak?” goda gadis itu dengan nada yang menggelitik telingaku.
“Entah, Kakak cuma kepikiran apa yang terjadi tadi,” ujarku berusaha jujur, “maafin Kakak yah, pikiran Kakak sekarang makin kacau,” ujarku dengan lesu.
“Kak,” ujar gadis itu, ia lalu duduk di pangkuanku.
“Elya hentikan,” teriakku dalam hati, meskipun mulut ini tidak dapat berkata apapun.
“Bukan Kakak yang salah, tapi lebih kepada Dede yang mau,” ujarnya sambil mengalungkan lengannya di leherku, “Dede sayang sama Kakak, Dede cinta sama Kakak,” ujarnya dan ia menciumku dengan sangat hangat.
Hasratku benar-benar tidak dapat kubendung saat ini, tetapi entah angin darimana, tiba-tiba aku bisa menghentikan gejolak di dalam diriku, ya, Westinghouse Air Brake kembali berfungsi, dan aku terselamatkan dari hal yang mungkin akan menyebabakan PLH. Tidak hentinya aku bersyukur karena bisa diselamatkan pada kali ini, tidak ada hal buruk yang mungkin terjadi selanjutnya.
Malam datang dengan cepat, kami pun cepat-cepat bersiap untuk pulang menuju ke rumah masing-masing. Ini adalah saat terakhir aku bersama-sama dalam waktu yang lama bersama Cauthelia, karena tidak lama lagi, ia akan pergi meninggalkanku entah berapa lama ia akan pergi. Aku hanya tertunduk saat makan malam kami selesaikan dengan sangat cepat pada malam itu.
Sebentar, kami menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit untuk makan malam, tetapi rasanya seakan hanya sesaat lalu, karena mungkin aku begitu menikmati waktu-waktu yang semakin menyiksaku dengan perasaan sayang dan cintaku kepada gadis itu, dan tiba-tiba ia harus hilang saat rasa itu mulai tumbuh sempurna untuk gadis itu.
Aku bergegas untuk segera bersiap karena besok adalah hari Senin, meskipun orang tuaku saat ini sedang tidak ada di rumah karena masih banyak pekerjaan, tetapi aku tidak ingin berada di sini hingga mereka pulang dari pekerjaannya, aku hanya ingin pulang malam ini dan istirahat untuk besok pagi. Kuraih kunci mobil yang berada di meja depan, dan tiba-tiba seseorang menahan tanganku.
“Tam, ngapain pulang, kan sekolah libur dua hari,” ujar Nadine lalu ia tertawa kecil.
“Loh emang ada libur apaan Nad?” tanyaku kebingungan, gadis itu lalu memandangku.
“Ada acara di sekolah, jadi dua hari besok libur,” ujarnya lalu mengenggam tanganku lebih hangat.
“Well, jadi kita terus di sini sampe Selasa?” tanyaku kepada Nadine, lalu aku memandang Cauthelia, mereka mengangguk.
“Okay, kalo gitu aku mau tidur dulu deh, aku cape banget,” ujarku dengan menghela napas panjang.
Aku lalu berjalan menuju kamar, Nadine menahanku lagi, ia mendekapku dari belakang, ada apa dengan gadis ini? Tanyaku dalam hati, aku sedikit menoleh ke arahnya ia lalu tersenyum kepadaku. Ada rasa kesedihan terasa di setiap detak jantung gadis ini yang amat sangat terasa di punggungku. Aku pun mengganggam tangannya yang saat ini berada di dadaku, kugenggam dengan hangat lalu kubalik badanku.
“Nadine sayang sama Tama,” ujarnya pelan, aku terdiam saat ia mengatakan itu, “ajak Nadine jalan-jalan yah Tam,” pintanya dengan manja.
“Iya Nad, tapi sebentar yah,” ujarku lalu tersenyum kepadanya, “aku ngeliat Elya dulu,” ujarku lalu melepas dekapannya.
Sejalan kemudian, aku menuju kamar Cauthelia, sebenarnya tidak masalah aku pergi begitu saja, tetapi entah mengapa perasaanku begitu terikat kepadanya kini, pasti karena beberapa peristiwa belakangan ini, ditambah kejadian tadi siang, semakin membuatku terikat kepada gadis itu.
Ia sedang tertidur pulas, wajahnya sangat polos, aku tanpa sadar tersenyum saat melihatnya sedang tertidur di balik selimut. Saat kulihat semua pakaiannya ada di sebelahnya, aku mulai bereaksi, tetapi aku menggelengkan kepala, ingat Tama, ia bukanlah milikmu, ia masih milik orang tuanya, ujarku dalam hati, kututup pintu kamar itu perlahan lalu aku berjalan menuju ke arah dimana Nadine berada.
Kami meninggalkan Cauthelia di villa tersebut, sejurus kemudian, ada sebuah mobil datang, plat Bandung, pikirku dalam hati. Tidak lama kemudian mobil tersebut terparkir di depan villa tersebut, dan keluarlah laki-laki seumuran Kak Rachel dan pintu pengemudi. Ia memandangku dan Nadine dengan sedikit heran, ia lalu menelepon seseorang, dan tidak lama keluarlah Kak Rachel dari villa.
Ia memandang kami dan tersenyum, sejurus kemudian, mobil tersebut bertolak dan meninggalkan villa tersebut. Berarti hanya ada Cauthelia sendiri di dalam villa, gumamku di dalam hati. Dengan inisiatif aku kembali ke villa dan menguci pintu belakang, serta mengunci pintu depan. Sebelumnya, bahkan aku menyalakan televisi di ruang keluarga, sehingga memberikan kesan bahwa ada orang yang berada di dalam villa tersebut.
Aku berjalan ke arah yang berbeda dari tempatku bersama Cauthelia tadi. Entah mengapa, aku masih terbawa suasana siang tadi, pikiranku tidak bisa lepas dari gadis itu, ya seakan ia telah menghipnotisku, seluruh bayangku selalu memikirkannya. Mengapa Cauthelia harus datang disaat ia akan pergi, mengapa tidak sejak dahulu? Hatiku terus bertanya-tanya.
Tibalah kami di pinggir bukit, terlihat jelas pemandangan kota Bandung dari sana, aku duduk di rerumputan yang masih sedikit basah, Nadine pun mengikutiku, ia lalu tersenyum saat aku memandangnya. Hatiku ada untuk Nadine, ya aku merasakan seberapa besarnya cintaku kepada Cauthelia, ada nama Nadine di dalamnya.
“Indah ya Tam,” ujar gadis itu lalu menggenggam tanganku.
Aku memandangnya, “selalu indah Nad, terlebih sama gadis yang udah mencintai aku sejak dahulu,” ujarku lalu tersenyum.
“Jangan pernah tinggalin Nadine yah,” ujarnya lalu menggenggam tanganku lebih hangat.
“Gak akan Nad,” ujarku tertunduk, “meskipun aku gak tahu perasaan apa ini,” ujarku pelan.
“Gak salah kan mencintai dua wanita?” tanyanya tiba-tiba.
“Eh?” tanyaku kaget sambil memandangnya.
“Kan kamu boleh nikahin 4 cewek,” ujarnya pelan, “jadi gak masalah kan kalo dua,” ujarnya pelan.
Deg!
Aku sangat terkejut dengan apa yang ia katakan.
“Tapi enggak gitu juga Nad,” ujarku lalu menghela napas, “aku pengen kehidupan normal, aku pengen semuanya baik-baik aja,” ujarku lalu memandang ke arahnya, kemudian aku memandang kota Bandung.
“Elya udah cerita semuanya ke aku kok,” ujar Nadine, “dan aku seneng Tama gak sedih lagi sekarang karena Aerish,” ujarnya tiba-tiba ia mendekapku dengan hangat, aku terdiam, sejurus aku menyambut dekapannya.
“Kenapa gak dari dulu Nad?” tanyaku tepat di telinganya.
“Karena takdir Tam, our destiny is right here,” ujarnya lalu lebih menempelkan tubuhnya kepadaku.
Aku terdiam mendengar jawaban gadis tersebut, mengapa semuanya menjadi aneh, ujarku dalam hati, mengapa semuanya menjadi tidak terkendali. Aku hanya ingin mencintai satu wanita saja, tidak dengan wanita lainnya, tetapi saat ini aku harus menghadapi kenyataan, ada Cauthelia dan Nadine dalam dekapanku, lalu bagaimana dengan Aerish? Aku tidak mengerti, perasaanku kepadanya sekarang sudah semakin berkurang.
Tags: baca cerita Kembalilah
Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah
Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah
Chapter 41 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling
Comments (0)