Part. 4
Boneka
Penglihatan ini masih sangat jelas dan diriku dalam keadaan sadar ketika melihat kepala boneka barbie itu perlahan-lahan mulai bergerak menengok ke arahku!!! Mata boneka itu menatap tajam ke mataku yang saat itu tepat berada di samping Gendis.
Senyuman boneka barbie yang biasanya terlihat sangat menawan perlahan-lahan berubah menjadi seperti seringai, di mata ini senyumnya sekarang berubah menjadi sangat menyeramkan dan menakutkan! Bulu kuduk terasa mulai merinding, debaran jantung mulai berpacu cepat dan tengkuk mulai terasa amat dingin, padahal cuaca saat itu sedang panas-panasnya.
Herannya Gendis tidak menangis tapi malah asik mengoceh sambil tersenyum, namun entah dengan siapa. Saya yang sangat panik dan ketakutan tanpa berpikir panjang lagi langsung mengambil boneka barbie yang sedang terduduk di samping kepala Gendis dan segera berlari ke luar rumah. Sambil membaca " Bismillah " langsung ku lempar boneka itu ke dalam tempat sampah.
Di dalam rumah diri ini hanya bisa terdiam sambil memikirkan peristiwa ganjil yang baru saja terjadi persis di depan mata. Kejadian tadi benar-benar sebuah shock therapy yang sangat menakutkan! Segera saya mengambil air putih dan meminumnya agar hati ini menjadi sedikit lebih tenang.
Kalau tidak ingat Gendis saat itu mungkin diriku sudah menangis dan berteriak sekencang-kencangnya. "Kenapa gangguan ini semakin hari semakin bertambah parah, ada apa ini?" tanyaku dalam hati.
Di kepala ini berkecamuk berbagai macam pertanyaan. Bagaimana mungkin kepala boneka bisa berputar sendiri? Siapa yang menggerakkannya? Kenapa kehadiran Gendis seperti magnet bagi mereka? Logika ini berusaha berpikir keras tapi tetap saja tidak bisa menemukan jawabannya, otak ini seketika menjadi buntu.
Alhamdulillah saat itu Gendis tetap anteng, sempat dia menangis kencang, diriku bisa semakin panik dan bingung! Sempat terlintas ingin menghubungi Mas namun saya urungkan niat tersebut.
Daripada saya semakin dikatain gila lebih baik di pendam sendiri kejadian siang ini. Saat itu diriku berusaha untuk tidak menangis, berusaha menahannya dengan sekuat tenaga walau sebenarnya saya sangat ketakutan dengan semua kejadian yang sudah di alami ."Ya Allah kenapa ada ujian seperti ini? Apa rencanaMu untuk hamba dan puteriku?"
Seandainya Ibu ku masih hidup tentu diriku tidak akan pernah merasa sendirian seperti ini. Saat ini sambil memeluk Ibu, aku bisa berbagi tentang peristiwa ganjil yang aku alami dan pastinya Ibu akan mendengarkan dengan senang hati tanpa menjudge bahwa diri ini halu atau gila. Ibu akan mempercayai semua ucapanku dan beliau akan memberikan saran yang bisa menenangkan hati ini. "I wish u're here mom.."
Ada rasa sedih karena harus membuang boneka barbie itu. Itu boneka kesayangan yang dibelikan oleh Ibu saat aku berusia enam tahun. Boneka barbie dengan wajah oriental dan senyum tipis yang tersungging di bibirnya yang mungil, serta gaun pengantin berwarna putih yang menyempurnakan penampilannya. Boneka itu terlihat sangat cantik dan sempurna. Kemanapun aku pergi, boneka itu selalu dibawa. Sekarang nasib boneka kesayangan itu harus berakhir di tempat sampah. "Maafin Ima ya Bu karena sudah membuang boneka pemberian Ibu, Ima takut Bu.. Takut banget saat melihat kepalanya yang bisa bergerak sendiri."
Fyi semenjak kepulangan Gendis ke rumah, saya paling takut ke arah tangga, dapur dan kamar mandi. Hawanya sangat tidak enak, rasanya sangat berbeda. Diriku selalu berusaha untuk tidak berlama-lama di ke tiga tempat tersebut. Apalagi di kamar mandi, setiap membawa Gendis ke tempat itu, matanya selalu menatap ke atas plafon dan bola mata serta kepalanya selalu bergerak-gerak ke kanan dan kiri seperti melihat sesuatu yang sedang terbang.
Sore itu Mas pulang ke rumah dan bilang kalau dia mendapat tugas dari kantornya harus ke luar kota lagi. Entah hati ini harus merasa senang atau sedih mendengar berita tersebut, karena doa yang ku ucapkan tadi pagi terkabul.
"Nda biar kamu bisa istirahat, malam ini kita menginap di rumah tante kamu saja. Biar disana kamu bisa tidur dan ada yang jagain Gendis. Tolong kamu telepon Mba Ani, beritahu dia untuk selalu membersihkan rumah kita dan kasih tau dimana tempat kunci kamu simpan. Besok pagi biar saya berangkat ke bandara dari sana saja" ujar suamiku.
Diriku hanya menatap ke arahnya dan terdiam. Rasanya bibir ini ingin menceritakan kejadian tadi siang tapi ku urungkan niat tersebut, dari pada jawaban yang terlontar dari mulut Mas malah bikin hati ini semakin sakit!
Akhirnya saya segera menelpon Mba Ani untuk memberitahukan bahwa akan pergi menginap beberapa hari di rumah tante dan meminta tolong dia untuk selalu membersihkan rumah. Setelah itu saya segera packing dan mempersiapkan semua keperluan yang harus dibawa. Hati ini menjerit kegirangan Akhirnya diriku bisa keluar dari rumah ini! Sore itu juga kami berangkat ke rumah tante yang berada di Jakarta. Semoga saja di sana Gendis bisa anteng tanpa ada kejadian-kejadian aneh lagi batinku.
Sesampainya di sana, Gendis langsung disambut oleh keluargaku dan langsung digendong oleh tante. Fyi saya memanggil tante dengan sebutan mama karena beliau banyak membantu biaya pendidikan saya selama kuliah, jadi saya menganggap beliau sebagai Ibu ke dua.
Tante menatap saya dan berkata "Wajahmu ko kuyu banget sih? Tidak segar dan tidak terawat seperti dulu! Itu bawah mata juga kenapa bisa hitam banget sih?" cetusnya sambil mengamati wajahku.
Diriku langsung merebahkan diri di sofa. Sambil menghela nafas, bibir ini tetap terdiam, saya lagi malas untuk berbicara. Saat itu saya hanya ingin beristirahat dan bisa memejamkan mata walau hanya sebentar.
Tiba-tiba terdengar suara Mas berkata " Ya begitu tan, kasihan Ima kurang istirahat karena harus terus menemani Gendis. Gendis kuat melek tan, susah banget tidurnya."
Saya langsung membuka mata ini begitu mendengar ucapannya. Ku tatap wajah Mas dengan penuh kebencian. Rasanya saat itu ingin berteriak dan membentaknya sambil berkata "Sok tau kamu, memangnya kamu tau semua tentang Gendis, memangnya kamu peduli dengan apa yang kami alami?", gerutu saya dalam hati.
"Oiya tan, besok Dedi harus tugas ke luar kota lagi jadi Dedi titip Ima dan Gendis ya. Biarkan mereka disini dulu, biar Ima bisa istirahat juga", ujar suamiku.
"Ngapain ijin begitu? Ini juga rumah Gendis, Gendis bisa datang setiap saat", tiba-tiba suami tante keluar kamar dan menyahuti perkataan suami ku. Akhirnya om mengajak Mas untuk mengobrol di teras.
Sedangkan tante dan anaknya dari tadi asik bermain dengan Gendis di ruang tamu. Mereka menyukai Gendis karena Gendis sangat lucu dan menggemaskan. Celotehan Ndis yang belum jelas terdengar di ruang tamu, diiringi gelak tawa Dwi ( sepupu saya).
Di saat mata ini lagi asik memperhatikan tingkah laku mereka yang sedang bercanda , tiba-tiba Dwi berkata " Mba, Mba kenapa ga tinggal disini aja sih sama Gendis? Biar aku ada temennya. Aku suka banget sama Gendis, Gendis gendut banget Mba, lucu kaya boneka. Kalau ada Mba dan Gendis disini, aku kan jadi punya teman" serunya kegirangan.
Saya hanya menyahuti ucapannya dengan wajah datar "Kalau rumah Mba tidak Mba tempati sayang Wi, nanti rumahnya bisa rusak". Padahal saat itu hati ini berkata "Kamu belum tau apa yang akan terjadi kalau Gendis tinggal terlalu lama di sini. Rumah juga bisa semakin angker kalau dibiarkan kosong terlalu lama, bakalan semakin banyak yang berdatangan dan tinggal di sana".
Di tengah lamunan, tiba-tiba tante berkata "Ima ko mama takut ya melihat tatapan mata anakmu? matanya serem banget Ma kalau lagi natap mama, mata anakmu tajam banget."
Kemudian Dwi tertawa "Gendis tau kali kalau neneknya galak, makanya dia menatap Ibu seperti itu" seloroh Dwi sambil terus tertawa dan menciumi tangan Gendis.
Saya hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan mereka. Harus ku akui kalau tatapan mata Gendis sangat tajam, berbeda dengan tatapan mata bayi lainnya yang masih terlihat polos.
Huuff.. Saya menarik nafas, apa yang sedang saya pikirikan? Gendis sama ko seperti bayi lainnya, cuma memang dia selalu menangis setiap saat . Akhirnya di tengah canda tawa mereka, diriku berdoa di dalam hati "Ndis semoga malam ini kita bisa tidur nyenyak ya, mama cape pengen istirahat. Mama yakin Gendis pasti juga mau istirahat.
Namun ternyata saat itu Allah belum mau mengabulkan doa saya. Sepertinya mereka selalu mengikuti kemanapun Gendis pergi. Yup tepat pukul 23, Gendis yang tadinya sedang tertidur lelap mulai rewel lagi, dirinya gelisah. Tangisan yang awalnya terdengar pelan semakin lama semakin kencang. Saya langsung menggendong dan membawa Gendis ke ruang tamu karena tidak mau mengganggu Mas yang lagi tertidur pulas.
Mungkin karena mendengar suara tangisan Gendis, tante terbangun dari tidurnya. Dan tidak lama kemudian beliau keluar dari kamarnya untuk menghampiri diriku. Beliau kemudian bertanya "Ada apa ini? Kenapa Gendis menangis sekencang itu? Kenapa kamu gendong Gendis sendirian? Mana suamimu? Kenapa dia tidak menemani kamu dan Gendis?" semua pertanyaan itu terlontar dari bibir tanteku.
Saya hanya bisa menghela nafas dan akhirnya malam itu ku ceritakan semua tentang sikap Mas kepada diriku dan Gendis serta kejadian-kejadian aneh yang saya alami. Terserah tante mau bilang apa yang penting hati ini lega karena sudah mengeluarkan semua uneg-uneg di hati.
Tante mendengarkan semua ceritaku sambil mengambil Gendis dari gendongan saya. Akhirnya akupun kemudian duduk di sofa dan mulai menangis pelan "Ma, Ima ga kuat ma.. Ima cape, Ima mau menyerah" isak saya saat itu.
"Istighfar Ima.. Istighfar.. Kamu harus kuat demi anak kamu, ini anak yang kamu tunggu-tunggu selama 10 tahun! Kamu tidak boleh menyerah begitu saja, kamu itu Ibunya! Kasihan Gendis kalau kamu menyerah, dia itu butuh kamu! Kamu harus tetap samangat demi Gendis, anak ini tidak punya salah apa-apa. Ini semua ujian dari Allah untuk kamu, ujian yang luar biasa. Perkuat iman dan ibadah kamu, kamu harus bisa melawan mereka" ujarnya sambil menatap ke arahku.
Tangisan ini kemudian terhenti, sambil terisak pelan ku tatap wajah Gendis dalam gendongan tante. Aku tatap wajah polosnya yang saat itu masih terus menangis. Mungkin benar ucapan tante bahwa diriku harus berani melawan mereka, saya tidak boleh kalah! Apa yang saya alami mungkin tidak sebanding dengan yang Gendis lihat dan rasakan. Ujian ini mungkin baru sebagai awal permulaan saja, karena aku tidak tau ke depannya akan ada ujian apa lagi yang sudah menunggu diriku dan Gendis.
"Bismillah.." Semangat I'm mulai muncul kembali , semangat yang sempat hilang. Saya yakin Allah akan melindungi diriku dan Gendis. Allah tidak akan menguji Hamba-Nya di luar batas kemampuannya.
Saat itu juga terbayang wajah Ibu yang sedang tersenyum dan berkata "Masa jagoan cengeng? Jagoannya Ibu tidak boleh cengeng, jagoannya Ibu harus kuat, Ibu percaya kalau Ima kuat !"
"Gendis... Kita berjuang bersama-sama ya melewati semua ujian ini. Mama akan selalu di samping kamu, mama tidak akan pernah membiarkan Gendis melewati ujian ini sendirian, tolong maafin mama yang hampir menyerah ini ya nak", bisikku dalam hati.
Malam itu akhirnya saya tertidur di sofa ruang tamu diringi dengan tangisan Gendis yang masih dalam gendongan tante saya."Maafin mama ya Ndis, malam ini mama tidak bisa menggendong dan menenangkan kamu, mama ingin tidur walau cuma sebentar". Akhirnya aku pun segera terlelap dalam mimpi karena tubuh ini sudah teramat letih.
Saya terbangun ketika adzan subuh berkumandang. "Alhamdulillah" ucap bibir ini karena akhirnya bisa merasakan yang namanya tidur lagi. Saya segera bergegas mencari Gendis yang ternyata sedang terlelap di kamar tante saya. Saya memandangi wajahnya yang sedang tertidur, kamu cantik sekali anakku, kalau sudah besar jadilah seorang gadis yang pemberani , ucapku dalam hati sambil ku kecup dengan lembut keningnya.
Setelah itu saya segera bergegas untuk menunaikan kewajiban shalat dan langsung membantu menyiapkan semua keperluan Mas. Pagi itu Mas berangkat ke bandara dengan naik taxi dan saya hanya mengantar kepergiannya sampai depan pintu pagar.
Kemudian saya masuk ke rumah dan mulai sarapan, rasanya hati ini bahagia sekali bisa tidur walau hanya sebentar. Diriku juga berterima kasih ke tante saya karena semalam mau menggantikan posisi saya untuk menggendong Gendis. "Ma, Gendis mulai anteng dari jam berapa?" tanyaku.
"Lumayan lama juga mama harus menggendong Gendis, sampai pegal bahu mama. Gendis mulai anteng sekitar jam 3 an. Itu anak apa tidak merasa cape ya harus menangis selama itu?" ujar tante penuh keheranan.
Sambil mengunyah roti saya hanya tersenyum dan berkata "Ya begitulah ma yang harus Ima rasakan setiap malam, kasihan kalau melihat Gendis harus menangis setiap malam sampai menjelang subuh, hati ini tidak tega ma tapi Ima juga bingung apa yang harus Ima lakukan? Paling Ima cuma bisa menggendong sambil memeluknya", ujarku sambil menerawang rutinitas yang biasa kami lakukan setiap malam.
Setelah sarapan, aku menggendong Gendis berjemur di halaman luar rumah. Rasanya pancaran sinar matahari terasa hangat di tubuh. Ku hirup udara pagi yang terasa sangat segar dan aku hembuskan perlahan-lahan sambil memejamkan mata ini. Tidak terasa muncul senyum di bibir saya, senyum yang sudah lama hilang. "Ya Allah.. Bagaimana bisa saya lupa kalau hidup ini begitu indah? Terima kasih atas semua karuniaMu Ya Rabb ."
Sambil menggendong Gendis, saya ciumi terus pipinya yang tembem. "Ndis seandainya hidup kita tenang tanpa adanya gangguan, mama dan Gendis pasti bahagia banget ya" ujarku dalam hati.
Tiba-tiba berhenti sebuah mobil sedan berwarna silver di hadapan saya, dan dari dalam mobil turun sesosok Bapak-bapak yang sudah agak tua. Bapak itu memakai kaca mata dan membawa tongkat, tidak lama kemudian turun supirnya sambil tersenyum ke arahku.
Bapak tua itu berhenti di hadapan aku dan Gendis, beliau menatap lama ke arah kami. Saya yang merasa risih karena tatapannya, kemudian menatap balik dengan sinis. Dalam hati berkata "Ngapain sih ni orang natap saya dan Gendis sampai begitu amat, apa ada yang aneh di diriku dan Gendis?"
Tidak lama kemudian Bapak tua itu dan supirnya berlalu dari hadapan saya dan masuk ke rumah tepat di sebelah kanan rumah tante saya. "Ooh.. rumahnya disitu toh, tetangganya mama" gumamku dalam hati. Saya amati rumah itu, rumah bercat putih yang cukup besar tapi sangat tertutup dan sedikit menyeramkan karena ada sebuah pohon mangga yang sangat besar berdiri kokoh di halamannya .
Akhirnya saya segera masuk ke dalam rumah dan mencari tante. Ternyata tante sedang asik menonton tv, "Ma tadi ada Bapak tua pakai kaca mata dan bawa tongkat sama supirnya masuknya ke rumah sebelah, itu siapa ma? Tadi dia ngeliatin Ima dan Gendis terus, aneh banget orangnya" tanyaku penuh curiga.
Tante sambil terus menonton cuma bilang "Ooh itu Pak S, tetangga baru mama. Orangnya baik tapi jarang bicara dan keluar rumah kalau tidak ada yang jemput. Kata istrinya sih profesi Pak S itu paranormal. Mama perhatiin kliennya banyak, sering banget Pak S dijemput sama mobil-mobil mewah. Mungkin kliennya itu orang-orang penting semua."
"Hmm.. Namanya Pak S toh", gumamku dan ternyata beliau paranormal. Ternyata itu awal mula pertemuan Gendis dengan Pak S. Seseorang yang nantinya bisa memahami Gendis dan menyayangi Gendis seperti cucunya sendiri.
Sore itu tante memanggil tukang urut, katanya biar badan saya relax dan segar. Sehabis di urut, saya langsung ketiduran dan baru terbangun saat menjelang maghrib. Diriku terbangun karena mendengar tangisan Gendis dari arah ruang tamu. Sebenarnya tubuh ini malas bangun, tubuh ini masih ingin isitrahat tapi kasihan Gendis, mungkin dia kecarian mamanya.
Akhirnya aku pun memaksakan diri untuk bangun dan bergegas menuju ke ruang tamu. Disana ternyata tante tidak sendirian, ada temannya yang sedang berkunjung. Saya cuma tersenyum ke arah temannya dan langsung mengambil Gendis dari gendongan tante.
Tiba-tiba temannya tante bicara ke saya "Mba kasihan banget itu anaknya dari tadi menangis terus, sudah sekitar tiga puluh menitan loh. Sudah digendong, dikasih susu tapi tangisannya tidak juga berhenti".
Saya cuma tersenyum sambil menatap Gendis "Waa.. Gendis kangen mama ya? Kangen digendong sama mama?" Sambil permisi dan berlalu dari hadapan mereka, ku bawa Gendis masuk ke kamar. Semakin lama tangisannya Gendis bukan semakin pelan tapi malah semakin kencang. Tangisanmya baru berhenti setelah adzan isya berkumandang.
Tiba-tiba ada notifikasi pesan masuk di handphone saya, ketika ku lihat itu pesan dari Umi. Beliau adalah guru bekam saya. Segera ku baca pesannya "Assalamu'alaikum Mba, bagimana kabar Mba dan Dede? Sehatkan?"
Sudah lama juga saya tidak bertemu Umi, semenjak Gendis lahir diriku memang tidak punya waktu untuk berbekam lagi. Saya balas pesan Umi "Alhamdulillah Umm, Ima dan Ndis sehat. Ima lagi di Jakarta di rumah tante. Umi sehat? Ima kangen dibekam Umi lagi". Tiba-tiba hati ini ingin menceritakan semuanya ke Umi. Akhirnya diri ini memuutuskan untuk menelpon beliau dan menceritakan semuanya.
Setelah Umi mendengarkan semua cerita saya, beliau berkata "Mba sepertinya ada yang tidak beres sama Dede. Dede harus di ruqyah syar'i . Nanti saya hubungi dulu Pak ustadnya, kalau bisa ruqyahnya tunggu saat suami Mba sudah di rumah ya. Tolong kabari saya kalau suami Mba sudah pulang".
Setelah percakapan via telephone dengan Umi, akhirnya saya langsung kirim pesan ke Mas untuk menanyakan kapan dia akan pulang? Ternyata Mas bilang dalam waktu empat hari lagi akan pulang ke rumah. Saya cerita ke Mas kalau saya ingin ruqyah syar'i untuk Gendis dan rumah. Saya ceritakan semua percakapan saya dan Umi. Alhamdulillah Mas menerima ide itu, katanya biar hati saya senang dan tidak berpikiran negatif terus.
Saya langsung memberi kabar ke Umi kalau dalam waktu empat hari, suami saya akan tiba di rumah. Dan Umi akan mengabari kapan jadwal ruqyah syar'i dimulai. Saya ingat betul kapan pertama kali ruqyah syar'i untuk Gendis. Hari Jum'at , ba'da ashar.. Itu kesepakatan kami.
Diriki berharap ruqyah syar'i ini akan memberikan hasil untuk Gendis dan bisa membuat suasana di rumah tidak terasa menakutkan lagi. Saat yang ditunggu tiba, hari Jum'at siang, Mas dari bandara langsung menuju ke rumah, katanya mau mengecek apakah rumah sudah dirapikan oleh Mba Ani atau tidak.
Saat saya sedang berada di kamar dan bersiap-siap pulang ke rumah diantar oleh tante, tiba-tiba handphone ku berbunyi. Ku lihat di layarnya tertera nama suamiku.
Segera saya angkat teleponnya dan terdengar suara Mas "Assalamu'alaikum Nda.. " ucap Mas.
"Wa'alaikumsalam Mas. Mas sudah sampai di rumahkah?" ujar saya.
Suami saya menjawab dengan suara sedikit gemetar " Alhamdulillah sudah Nda, Mas sudah di rumah."
Saya menangkap ada nada ketakutan dari suaranya. Akhirnya diri ini memberanikan diri bertanya "Mas, suaranya ko kaya ketakutan gitu sih? Ada apa Mas? Mas tidak apa-apa kan?" seru saya dengan nada agak panik.
Terdengar tarikan nafas Mas dari seberang sana "Nda.. Mas mau cerita sesuatu tapi Nda janji jangan takut ya."
"Tadi pas mau ke lantai atas, tiba-tiba sudut mata Mas menangkap sesuatu, Astagfirullah!" Serunya penuh ketakutan!
Bersambung
Comments (0)