Baca cerita
Kembalilah
Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita
Kembalilah
bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.
Detak jantungku kembali meningkat seiring dengan kata-kata yang Nadine ucapkan tadi, kali ini tanpa banyak kata aku yang mendekapnya dan menciumnya sekali lagi. Aku benar-benar tidak bisa mengungkapkan betapa aku menyayangi gadis itu kini, gadis yang selama ini ada di sebelahku dan tidak pernah sekalipun pergi dariku selama 3 tahun belakangan ini.
Aku menciumnya cukup lama, lumatan bibirnya yang sangat lembut, memang berbeda dibandingkan lumatan Cauthelia yang begitu penuh gairah. Ya, Nadine Helvelina, entah bagaimana aku dapat menyingkirkan perasaannya yang selama ini ada di sebelahku, dan aku tidak sadar.
“Kak Tama,” panggil suara itu mengagetkanku, dan sontak membuatku menyudahi ciumanku kepada Nadine saat itu.
“De…Dede, kenapa kok De…Dede tu…turun,” ujarku terbata karena kaget, aku benar-benar sangat kaget melihat Cauthelia saat itu turun dan memergokiku mencium Nadine.
Saat itu wajah Nadine langsung berubah memerah lalu memandangku dengan napas yang terengah-engah, sementara Cauthelia melihat kami dengan tersenyum tetapi air matanya mengalir deras dari pipinya. I am busted, ujarku dalam hati, perasaanku seakan hancur dan aku bahkan tidak berani memandang Cauthelia yang saat itu hanya mematung melihat kami.
Ia memandangku dengan tatapan sedih, rambutnya sangat acak-acakan lalu jelas sekali di balik kemeja yang tiga kancing atasnya terbuka ia tidak mengenakan pakaian dalam, memang terlihat sedikit turun. Air matanya tetap mengalir deras dari pipinya tetapi ia tersenyum kepada kami.
“Ní féidir liom cúram, is breá liom fós agat,” ujarnya lalu tersenyum kepadaku, “apapun yang terjadi, Dede akan tetep mencintai Kakak, itu artinya kalo Kakak mau tahu,” ia lalu membalik badannya.
“Elya,” panggil Nadine kepada gadis itu.
Ia lalu menoleh, “iya Kak,” ujarnya lalu menyeka air matanya.
“Maafin Nadine ya, bukan maksud Nadine buat nyakitin hati Elya,” ujarnya kepada Cauthelia, lalu ia mengusap-usap matanya untuk menyeka air matanya yang sudah mengalir.
“Cinta itu kan gak pernah salah, cinta itu bukan bagaimana kita dicintai, tapi bagaimana kita memberi dengan tulus tanpa mengharap dibalas kan,” ujar Cauthelia dengan segala filosofinya.
“Aku udah dapet rasa yang indah dari mencintai Kak Tama, jadi buat apa aku harus mengharap keindahan dicintai Kak Tama?” tanyanya kepadaku, dengan air mata mengalir deras.
“Dede? Kenapa Dede bilang begitu?” tanyaku, jantungku masih berdetak sangat kencang.
“Karena mencintai Kakak itu lebih indah daripada apapun, sekali lagi Dede harus bilang, Dede rela Kakak lakuin apapun sama Dede,” ujarnya lalu mendekatiku.
Ia lalu mengusap pipiku, “cinta Dede jauh lebih besar dari apapun kepada Kakak,” ujarnya lalu di depan Nadine ia mencium bibirku.
Ia menciumku cukup lama di depan Nadine, jujur Cauthelia lebih menghayati ciuman itu, lumatan bibirnya begitu berhasrat dan begitu membuatku terbuai cukup jauh ke dalam angan-angan liarku kepadanya. Aku tidak dapat melakukan apapun hingga ia menyelesaikan ciuman itu kepadaku, ini gila, ini gila, ini gila, ujarku berulang-ulang di dalam pikiranku.
“Aku udah buktiin ketulusan sayang dan cinta aku ke Kak Tama, gimana sama Kak Nadine?” tanyanya sambil melihat Nadine yang wajahnya tampak terlihat pucat saat itu.
“Maksud Elya apa?” tanyanya dengan wajah yang tidak percaya saat gadis itu memandangku dengan wajah yang sangat merah saat ini.
“Masihkah Kak Nadine mencintai Kak Tama setelah ngeliat Kak Tama dicium sama cewek laen?” tanya Cauthelia, ia lalu tersenyum kepadaku, Nadine memandangku, ia lalu bergantian memandang ke arah Cauthelia.
“Aku masih sayang dan cinta sama Tama, apapun yang Elya lakuin,” ujarnya lalu air matanya mengalir.
“Masih satu dua yah Kak,” ujar Cauthelia ia lalu mencium bibirku untuk kedua kalinya.
Cauthelia mencium bibirku dengan sangat liar, ia sangat berhasrat saat menciumku. Ia menggiring tanganku untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Bodohnya aku hanya diam dan tidak mampu mengendalikan tangannya yang dengan leluasa mengantarkanku kepada jurang dosa yang lebih dalam.
Sangat lama ia melakukan itu, tidak ada hal pula yang aku lakukan, aku justru menikmati saat Cauthelia melakukan apa yang ia inginkan. Aku tidak tahu apakah Nadine melihat ini atau tidak, aku tidak peduli, yang kutahu adalah Cauthelia juga menikmati apa yang kami lakukan, hingga kami menyudahinya.
“Kakak adalah laki-laki yang sangat berarti buat Dede,” ujarnya pelan dengan wajah yang sangat merah, “selama ngeliat Kakak senyum, itu adalah kebahagiaan terbesar buat Dede,” ujarnya lalu ia meneteskan air mata.
“Dede,” ujarku lalu terdiam, mengingat apa yang telah terjadi barusan, aku tidak dapat berkata apapun.
“Dua sama yah Kak Nadine,” ujar Cauthelia ia lalu tersenyum kepada Nadine yang pasti melihat perbuatan tadi, wajahnya kini pucat pasi.
“Hal tadi gak akan ngubah perasaan Nadine buat Tama,” ujar gadis itu dan membuatku sedikit kaget, bodoh rasanya melihat orang yang kita cintai dicumbu oleh orang lain di depan mata kita sendiri.
“Nadine, Dede,” ujarku lalu melihat kedua gadis itu dengan perasaan yang campur aduk, kedua gadis itu tersenyum kepadaku, hari ini bidadari tercantik datang di hadapanku, menjelma menjadi dua orang gadis yang sangat cantik, sempurna, dan tulus mencintaiku, Cauthelia Nandya dan Nadine Helvelina.
“Tama, kalo kamu mau lakuin apa yang kamu lakuin ke Elya,” ujarnya lalu membuka sweaternya, sehingga tinggal tank top warna hitam yang tersisa di tubuhnya, “silakan, tapi maaf kalo gak segede Elya,” ujarnya dengan wajah yang merah.
“Enggak, enggak, aku gak akan lakuin itu,” ujarku sambil mengisyaratkan tidak dengan kedua tanganku, gadis itu hanya tersenyum.
“Kakak, mau sama Dede aja apah?” tanya Cauthelia dengan wajah yang sangat menggoda, bahkan aku tidak sadar, seluruh kancing kemejanya sudah terbuka, aku terdiam, lalu tersenyum kepada mereka.
“Udah yah Dede, Nad,” ujarku pelan, “Kakak cinta sama Dede, ato aku sayang sama Nadine, bukan karena fisik kalian,” ujarku pelan.
“Tapi lebih karena hati kalian,” ujarku lalu tersenyum, sesaat kemudian mereka berdua tersenyum kepadaku.
“Makasih yah Kak, jujur itu yang beda dari Kakak, dan Dede makin sayang sama Kakak,” ujar Cauthelia dengan tersenyum.
“Gitu juga buat Nadine,” ujar Nadine dengan wajah yang memerah, “Nadine sayang sama Tama.”
Setelah itu keadaan mulai mendingin, aku bersyukur, tidak ada kejadian yang tidak kuinginkan terjadi hari ini. Kalau dipikir dengan logikaku, ini adalah hal yang tidak mungkin terjadi, tetapi ini kualami saat ini, dua gadis yang bisa dibilang sempurna untukku, mereka mencintaiku. Entah apa yang aku pikirkan sekarang, aku hanya bisa terdiam dan duduk melemas di sofa dengan kepala yang sedikit pusing.
Ya, aku memang masinis, dan ya masinis juga bisa menggerakan dua lokomotif sekaligus dengan mode double traction, tetapi aku hanya ingin menjadi masinis untuk satu lokomotif saja, dan aku harus memilih lokomotif mana yang aku pilih untuk kukendarai sehingga aku tidak kewalahan.
Kedua gadis tersebut sangat sempurna untukku, tetapi sekali lagi aku harus memilih, aku tidak ingin mengendarai lokomotif dual traction. Kupandangi kedua gadis tersebut satu persatu, mereka tersenyum dengan senyuman khas mereka. Entah apa yang harus kulakukan saat ini, saat semuanya sudah terlanjur terjadi.
“Nadine masih mau disini ato mau pulang?” tanyaku kepada gadis itu.
Ia terdiam, “kalo sama Tama boleh, Nadine mau di sini aja,” ujarnya dengan wajah yang sedikit lesu, aku lalu memandang Cauthelia.
“Dede enggak apa-apa ada Nadine di sini?” tanyaku kepada gadis itu.
Cauthelia lalu mengangguk, “buat Dede, Kak Nadine itu seorang Kakak yang baik, bukan musuh atopun saingan,” ujarnya dengan senyum yang terlihat begitu manis.
“Okay kalo gitu, kalian bobo di atas yah, tapi cuma malem ini, besok pagi aku anterin kalian pulang semua,” ujarku tegas, lalu Cauthelia menggeleng kepalanya.
“Besok pagi Dede mau jalan-jalan lagi, tapi bertiga sama Kak Nadine,” ujarnya.
Aku menghela napas sedikit panjang, “okay, mau kemana emangnya?” tanyaku kepada gadis itu.
“Ada deh, besok Dede yang nyetir pokoknya,” ujarnya lalu tersenyum kepadaku.
Baiklah, ucapku dalam hati, tetapi aku hanya terdiam melihat mereka berdua saling tersenyum. Aku lalu meminta mereka untuk tidur karena ini sudah larut malam, sementara aku, untuk kedua kalinya aku harus mengalah kepada kedua gadis itu untuk tidur di sofa. Tidak butuh waktu lama, mereka pun sudah berada di atas dan kudengar pintu kamarku di tutup, syukurlah tidak ada yang terjadi hari ini.
Aku duduk termenung di sofa, kuputar lagu-lagu progressive rock dengan intensitas volume rendah, aku ingin sekali mendengar lagu tersebut sebelum aku tertidur. Setelah beberapa lagu diputar, kantuk mulai menyerangku, akhirnya pun aku terlelap tidur di sofa pada malam itu, pukul 2340.
Tags: baca cerita Kembalilah
Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah
Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah
Chapter 36 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling
Comments (0)