“Jadi, sekarang Tama sah jadi pacarny Aerish yah?” tanya Nadine kepadaku.
Deg!
Jantungku seakan berdetak tambah cepat lagi, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan saat ini.
“Ní féidir liom cúram, cé mhéid a bhfuil do chailín, tá tú fós mo fhear céile tar éis gach,” ujar Cauthelia dengan bahasa yang tidak kumengerti, ia memandangku dengan tersenyum tetapi wajahnya sangat bersedih, tanpa banyak kata gadis itu masuk kembali ke mobil Ayahku.
“Loh, kenapa Lia masuk ke mobil kamu Tam?” tanya Aerish heran.
“Soalnya hubungan Lia sama Tama udah lebih deket dari sekadar pacar,” ujar Nadine tiba-tiba, ia mendekati Aerish, “kamu boleh pacaran sama Tama, tapi hati Tama siapa yang tahu?” tanya Nadine kepada Aerish.
“Hatinya tetep buat aku,” ujar Aerish lalu melihatku yang tengah terdiam melihat mereka berdua di sana, sambil selalu memikirkan Cauthelia yang saat ini sangat terpukul.
Aku tidak mengerti apa yang terjadi, ya secara teori saat ini Aerish adalah kekasihku, dan aku tidak memungkiri itu. Tetapi hatiku kini terbagi tiga, Cauthelia, Nadine, dan Aerish. Elya adalah segalanya untukku kini, ujarku dalam hati, kuingat semua yang ia lakukan kepadaku belakangan ini, semuanya betapa berarti untukku. Tetapi sebentar lagi ia akan pergi meninggalkanku, entahlah berapa lama, tetapi aku merasa sangat kehilangan.
“Rish, aku boleh minta waktu sebentar gak?” tanyaku kepada kekasihku secara teori saat ini, Aerish.
“Waktu buat apaan Tam?” tanya Aerish kepadaku.
“Ngomong sebentar sama Elya,” ujarku pelan, lalu ia terdiam dan sejurus kemudian ia mengangguk.
“Boleh Tam, tapi jangan lama-lama yah,” ujarnya lalu tersenyum, meskipun agak terpaksa.
Aku masuk ke dalam E38 tersebut, aku duduk di belakang, tempat dimana Cauthelia duduk saat ini. Kututup pintu mobil tersebut, lalu dari kursi kanan belakang, kunyalakan mesin mobil tersebut dan kukunci pintu mobil tersebut, tidak lupa kuangkat kray penutup kaca jendela penumpang dan visor belakang.
“Kenapa Kakak malah kesini?” tanya Cauthelia dengan nada yang amat sangat sedih.
Aku mendekapnya dengan hangat, “maafin Kakak yah Dek, Kakak bodoh banget,” ujarku sangat menyesal, hingga tak terasa air mata menetes dari kedua mataku.
“Loh, bodoh kenapa?” tanya gadis itu polos.
“Bodoh soalnya pernah bilang Kakak akan tunggu jawaban dia sampe kapanpun,” ujarku dengan amat sangat menyesal.
“Gak kok Kak,” ujarnya lalu mengelus rambutku dengan pelan.
“Kakak gak salah, karena Dede yang tiba-tiba muncul di hadapan Kakak dengan sejuta hal yang gak pernah Kakak bayangkan,” ujarnya dengan sangat bijak.
Aku terhentak sesaat, “kenapa Dede bilang begitu?” tanyaku heran.
“Takdir Kak, seperti yang Kakak pernah bilang, bahkan pertemuan Kakak sama Dede juga adalah takdir,” ujarnya dengan sangat lembut, “Kakak gak bodoh, Dede aja yang tiba-tiba dateng ke hidup Kakak,” ujarnya lagi.
Aku hanya bisa terdiam saat ia mengatakan itu dengan sangat bijak, Elya kau benar-benar membuatku merasa makin bersalah saat ini, tidak ada yang bisa kuperbuat lagi saat ini. Kucium dia perlahan dan dalam, ia pasrah dan mendekapku dengan sangat erat, hingga aku menyudahi ciuman itu.
“Sampai kapanpun, Kakak akan selalu ada buat Dede,” ujarku pelan.
Ia lalu memandangku, “sekarang Kakak berusaha mencintai Kak Aerish, cintai karena Kakak mencintai Dede,” ujarnya dengan air mata yang mengalir perlahan.
Aku semakin tak kuasa melihat wajah polos gadis itu, dan aku pun menangis sejadi-jadinya di dalam mobil tersebut. CD yang kunyalakan sejak tadi menambah syahdu suasana sore tersebut. Aku menciumnya sekali lagi, aku tidak ingin kehilangan gadis yang sangat berarti untukku. Saat aku menciumnya, tanpa sengaja lagu Mencintaimu dari Krisdayanti menambah biru suasana sore tersebut.
Comments (0)