Part. 27
Teror Mahluk Penunggu Jembatan
Teror Mahluk Penunggu Jembatan
"Aku terkesima mendengarnya. Sejahat itukah perbuatan mahluk penunggu jembatan, sampai hampir membuat tetanggaku celaka? Got yang berada dekat jembatan keci begitu dalam! Jadi sangat berbahaya kalau sampai ada manusia yang terjatuh ke dalamnya. Karena nyawa yang menjadi taruhannya!!
"Terus bagaimana dengan nasib mba Sukma? Itukan kejadiannya sudah hampir tengah malam dan daerah situ sepi banget mas. Mana gotnya juga dalam banget lagi?" Aku bergidik ngeri membayangkan jika diriku yang berada di posisinya mba Sukma.
"Alhamdulillah, kebetulan saat itu ada Pak Karmin dan anaknya sedang melintas di jembatan. Sayup-sayup mereka mendengar rintihan suara perempuan minta tolong. Tadinya Pak Karmin pikir itu hanya halusinasi belaka karena ia sudah kelelahan dari perjalanan jauh, namun anaknya berkata kalau ia juga mendengar suara tersebut." Mas menghentikan ceritanya dan mulai menyeruput coklat hangat kesukaannya.
"Sebenarnya saat itu mereka juga merasa sedikit was-was. Takutnya suara itu berasal dari penunggu jembatan yang sedang menyamar menggunakan suara perempuan. Namun setelah mereka amati, ternyata suara itu berasal dari dalam got. Pak Karmin dan puteranya terkejut saat melihat seorang perempuan dengan kondisi wajah hitam legam belepotan penuh lumpur selokan dan rambut yang awut-awutan sedang menangis tersedu-sedu. Tanpa berpikir panjang lagi, Pak Karmin dan anaknya segera menolong dan membawa Mba Sukma pulang ke rumahnya."
"Ya Allah mas.. kok serem banget sih?? Kasihan banget ya nasib Mba Sukma. Mahluk itu kok tega sekali ya mengganggu orang yang cuma melintas di jembatan itu! Alhamdulillah tadi Gendis tidak di apa-apain sama mahluk itu. Penunggu jembatan tadi cuma ngisengin putri kita dengan merubah wujudnya menyerupai kamu!" Seruku setengah bergurau.
Mas menatapku dengan wajah penuh tanda tanya. Nampaknya ucapanku kurang berkenan di hatinya.
"Apa tadi yang kamu bilang? Apa Ima tidak berpikir? Justru hal itu yang paling berbahaya!! Seandainya tadi Gendis sempat lepas dari pengawasan kamu dan ada mahluk halus yang meniru wujud kita. Terus putri kita tertipu dan mau diajak pergi sama mereka, bagimana? Bisa-bisa Gendis diajak masuk ke alam mereka dan susah untuk kembali!"
Jantungku berdesir hebat saat mendengar penjelasan suamiku. Benar juga apa yang diucapan suamiku. Apa yang akan terjadi jika Gendis mau diajak ke alam mereka? Bisa-bisa anakku tidak akan pernah kembali ke pelukanku!!"
Aku tergugu dan langsung beristighfar. Mataku mulai berkaca-kaca. Aku mengutuk diriku yang begitu bodoh karena terlalu menyepelekan hal yang bisa membahayakan diri putriku.
"Kamu tahu Ma, siapa lagi tetangga kita yang baru saja diisengin sama demit penunggu jembatan?"
Aku menggelengkan kepala. Setelah mendengar ucapan mas yang terasa menohok jantungku, aku benar-benar tidak memiliki gambaran siapa yang baru saja menjadi korban kejahilan dari mahluk tersebut.
"Itu tetangga dekat kita...!! Masa gitu aja kamu tidak tahu?" Delik mas dengan tatapan angkuhnya.
"Siapa sih mas?? Ima beneran tidak tahu!!"
Aku begitu penasaran dengan orang yang dimaksud oleh suamiku. Namun mas tampaknya lagi ingin bermain teka teki denganku! Ia tidak menggubris pertanyaanku. Dengan santainya, suamiku terus mengunyah kentang goreng ke dalam mulutnya sambil menatap ke arah televisi.
"Aaah...!! Payah kamu Ma!! Itu.. Ayah Key sekeluarga yang baru saja menjadi korbannya!!" Terdengar suamiku dengan gusar menyebut salah satu nama teman tongkrongannya.
Ujung mataku mengerenyit mendengar nama itu.
"Ayah Key dan keluarganya??" Pekikku dengan nada suara tidak percaya.
"Iya, mereka sekeluarga kemarin malam baru saja terjatuh di jalanan dekat jembatan!"
"Kok bisa sih mas? Apa mereka kurang berhati-hati?"
"Ya bisalah! Gimana sih kamu!" Dengus suamiku gusar.
"Aku kenapa tidak tahu ya? Tidak ada info apapun di group RT."
"Makanya sering- sering keluar rumah. Jangan bisanya cuma baca group RT dan cerita di KASKUS saja" goda suamiku sambil mengerlingkan matanya.
Aku hanya tersenyum kecil mendengar ucapan suamiku "ayah Key ceritanya bagaimana mas?"
"Jadi sekitar pukul sembilan malam, ayah Key, istri dan ke dua anaknya baru saja pulang membeli nasi goreng. Menurut ayah Key saat melewati jembatan, motornya seperti ditiup sama angin kencang! Ayah Key lantas kehilangan keseimbangan dan motornya langsung jatuh ke jalan menimpa mereka sekeluarga!"
Aku berusaha menggunakan logikaku. Bisa saja ayah Key saat itu memacu motornya dengan laju sehingga kehilangan keseimbangan saat melintasi jembatan yang jalannya terlihat begitu kecil dan sempit.
Mas tampak memperhatikan perubahan raut wajahku.
"Kamu pasti berpikir kalau ayah Key ngebut ya?"
Aku menggangukkan kepala pertanda menyetujui ucapan suamiku.
"Menurut keterangan ayah Key dan istrinya, saat itu motor mereka berjalan pelan. Istrinya saja sampai shockhed dengan peristiwa yang menimpa mereka. Sekujur tubuh mereka dan anak-anaknya sampai penuh luka memar dan besot-besot!"
"Astagfirullahal'adzim. Ya Allah kenapa sampai segitunya?" Aku tak habis pikir apa yang menyebabkan mahluk itu begitu jahil.
"Mas, kenapa di jembatan kecil tidak diberi lampu yang super terang? Biar bisa meminimalisir gangguan dari mereka?"
"Mana bisa Ma!! Jalanan di dekat jembatan itu sudah sering banget diganti lampunya. Namun lampu yang baru dipasang, saat itu juga pasti langsung mati total. Sepertinya mahluk itu tidak menyukai jika wilayah kekuasaannya diberi penerangan jalan."
Aku tertegun mendengar ucapan suamiku. "Apa tidak ada cara lain agar membuat jembatan itu menjadi lebih aman? Sehingga tidak ada warga yang ketakutan ketika harus melewatinya?"
"Sudah jangan dipikirin!" Ujar suamiku sambil mengacak-acak rambutku yang tidak mengenakan hijab.
"Mas cuma berpesan kalau tidak urgent banget, jangan pernah kamu dan Gendis melewati jembatan itu! Mas tidak mau kamu dan Gendis kenapa-kenapa! Lebih baik kalian mencari jalan memutar. Tidak apa-apa lebih jauh, asal kalian selamat." Tuturnya sambil memamerkan lesung pipitnya yang manis.
Aku membalas senyumannya. Sekarang aku paham, mengapa perasaanku selalu tidak nyaman dan selalu merinding setiap melintasi jembatan itu. Selain hawanya tidak enak, jembatan yang hanya cukup dilewati oleh satu motor itu auranya juga terlihat redup. Belum lagi tanaman rumpun bambu dan pohon pisang yang tumbuh subur di sekitarnya, semakin menambah kesan angker dan menyeramkan suasana di sekitarnya.
"Oiya, satu lagi Ma! Kalau mas lagi dinas keluar kota, mas minta kamu untuk selalu waspada!"
"Waspada?? Memangnya kenapa lagi mas?"
"Sudah jangan banyak tanya! Pokoknya tolong kamu ikuti saja saran Mas! Kalau bisa, kamu juga jangan menerima tamu pria saat mas tidak berada di rumah."
"Tumben kamu berkata begitu? Jangan bikin aku penasaran! Memangnya ada apa sih? Kenapa sikapmu jadi aneh begini??" Tanyaku ketus.
"Nggak ada apa-apa. Mas cuma takut kalau penghuni jembatan masih penasaran ingin ngisengin kamu atau Gendis! Mas cuma minta kamu untuk selalu bisa jaga diri kamu dan Gendis baik-baik. Tidak ada yang salahkan dengan permintaan mas?" Tuturnya seperti berusaha menyembunyikan sesuatu dariku.
"Iya mas, Insya Allah Ima akan menjaga diri Ima dan putri kita baik-baik!"
"Alhamdulillah kalau Ima paham. Ya sudah, ini hampir pukul sepuluh malam. Ayo kita tidur" ajak suamiku sambil menggendong Gendis dan beranjak menuju ke kamar.
Akupun menguntit langkah suamiku menuju ke tempat peraduan kami.
***
"Kleteek... Kleteeek" dalam heningnya malam, samar-samar pendengaranku menangkap suara berisik dari arah atap teras.
Aku segera terbangun dari mimpiku. Dengan pandangan samar kulihat Gendis yang tampak anteng bermain mobil-mobilan di atas karpet kamar. Sesekali ia tertawa kecil ketika menabrakan mobil-mobilannya ke arah dinding kamar.
Mataku beralih ke arah jam di dinding, jarum kecilnya menunjukkan pukul satu malam.
Aku mengucek perlahan kelopak mataku, berusaha mempertajam pandanganku yang masih terlihat kabur. Sepertinya tadi aku dan mas ketiduran sehingga membiarkan Gendis asik bermain sendirian.
Dengan kondisi masih mengantuk, aku berusaha mencerna suara yang barusan aku dengar.
"Tadi telingaku seperti mendengar suara lemparan batu kerikil di atas teras rumah. Suara itu nyata ataukah hanya mimpi belaka?" Otakku berusaha mengembalikan kesadaranku yang belum pulih sepenuhnya.
"Keleeteekk.. kleeeteekk" suara seperti lemparan batu terdengar lagi.
Aku mulai mempertajam indra pendengaranku. Ternyata aku tidak sedang bermimpi. Apa yang aku dengar itu nyata!
"Tengah malam begini siapa yang iseng melempari atap rumahku dengan batu? Atau... !! Ah, jangan-jangan ada maling yang sedang mengincar kediamanku!!"
Aku segera beringsut dan membangunkan suamiku yang terlelap di pojokan tempat tidur.
"Mas, mas..!! Bangun..!! Itu ada suara apa di luar?" Aku menggoyang-goyangkan kaki suamiku, namun ia tidak bergeming. Hanya dengkuran halus yang terus terdengar dari mulutnya.
Suara lemparan batu mulai terdengar lagi, diiringi meremangnya bulu halus ditanganku.
"Wah, ada yang nggak beres nih!" Pikirku sambil terus berusaha membangunkan suamiku yang tidurnya seperti orang pingsan.
Entah suamiku kecapean atau ada hal lain yang mempengaruhinya. Mas sama sekali tidak mendengar seruanku. Ia terus mendengkur dan berkelana di alam mimpi.
Dengan kesal, aku memberanikan diri beranjak turun dari ranjang tempat tidur dan berjalan ke arah jendela kamar.
Tanganku memegang ujung gorden berwarna pastel dan siap menyibaknya.
"Deeggg" darahku berdesir kencang saat ada tangan yang terasa begitu dingin sedang memegang erat pergelangan kakiku.
Dengan tubuh bergetar, perlahan aku melihat ke arah kakiku. Aku bernafas lega, ternyata itu tangan putriku yang sedang memegang erat kakiku.
"Ma, angan uka endela!!" (Ma, Jangan buka jendela) Pintanya dengan sungguh-sungguh. Tangan mungilnya menahan kakiku seakan mencoba memberi pertanda agar aku mengurungkan niatku untuk mengintip ke luar kamar.
"Memangnya kenapa Ndis? Di luar ada siapa?" Tanyaku perlahan sambil berlutut di hadapan putriku.
"Di ual ada big monkey" (Di luar ada big monkey) tatapnya dengan raut wajah serius.
"Big monkey?? Gendis tahu dari mana kalau di luar ada big monkey?"
Putriku terdiam, ia berusaha mencerna ucapanku. Mungkin Gendis juga bingung bagaimana caranya menjelaskan kepadaku.
"Big monkey alias gunderuwo! Apa itu mahluk yang sama dengan penunggu di jembatan kecil? Jika benar, untuk apa mahluk itu mendatangi kediamanku dan mengganggu waktu istirahat kami? Keluargaku tidak pernah mengusiknya dan tidak mau berurusan dengannya! Dasar mahluk kurang kerjaan!!" Geramku menahan marah.
"Mama cini, duduk ama Dis!" Pintanya sambil menarik tanganku.
Aku segera menuruti permintaan putriku dan duduk di sampingnya.
"Ma, big monkey jaaaat!!" (Ma, big monkey jahat)
"Jahat? Big monkey yang ada di luar jahat?" Telisikku kepada Gendis.
"Iya ma.. jaaat, Dis nggak cuka!" (Iya ma. Jahat, ndis nggak suka)
"Ndis, big monkey yang berada di luar
itu rumahnya di jembatankah?"
"Iya ma..!! Dicana!!"
Adrenalinku mulai berpacu dengan cepat. Ucapan Gendis tidak bisa disepelekan begitu saja. Hatiku mulai diselimuti perasaan tidak enak. Aku takut kalau mahluk yang saat ini sedang berada di pekarangan tiba-tiba berhasil menerobos masuk ke dalam rumah. Jika hal itu terjadi maka apa yang harus aku lakukan??
Suasana mulai terasa hening mencekam. Suara lemparan batu terdengar lagi, kali ini diikuti suara hembusan angin yang bertiup kencang sehingga menimbulkan suara gesekan di antara dedaunan.
"Ma....!!!!" Gendis menarik daster yang sedang kupakai.
"Apa Ndis?"
"Ssstttt...!!! Big monkey" putriku menaruh jari telunjuk di bibir merahnya.
"Ya Allah, kenapa lagi ini?"
"Ma, ma.. Big monkey nggak bica macuk ke lumah. Cakit.. cakiitt." (Ma, ma.. Big monkey nggak bisa masuk ke rumah. Sakit..sakit)
"Siapa yang kesakitan??Big monkey??"
Tatapan polos putriku seolah-olah mengiyakan pertanyaanku.
"Kenapa big monkey kesakitan??" Aku begitu gregetan dengan jawaban Gendis yang setengah-setengah.
Anakku terdiam tidak mau menjawab pertanyaanku.
Gendis ini ketika diberi pertanyaan, terkadang ia tidak akan mau menjawabnya. Anakku ini lebih menyukai berbicara sesuka hatinya.Tanpa adanya paksaan atau tekanan. Semua harus berasal dari dalam hatinya.
"Kleteek.. kleeteek..kleeeek." Suara itu terdengar lagi. Bunyi lemparannya sekarang semakin bertambah kencang disertai suara pasir yang di tabur di atas atap rumah "Seeerr... Seerrr..!!"
Tubuhku semakin kaku karena ketakutan. Aku beringsut sambil memeluk putriku yang raut wajahnya tetap terlihat tenang.
"Mas.. Mass..!!" Teriakku pelan.
Namun lagi-lagi suamiku tak bergeming! Disaat genting seperti ini, suamiku malah tidak bisa diandalkan!!
"Ma.. ma.." Gendis mendongak ke arahku sambil memegang tanganku.
"Apa Ndis?" Bisikku pelan.
"Ibu..!! Ibu..!!!"
"Ibu??" Alisku mengernyit mendengar ucapan putriku.
"Kenapa sama Ibu?"
"Ibu atang (Ibu datang)" Jawab putriku dengan polosnya.
Pupil mataku membesar.
"Siapakah yang dimaksud Ibu oleh putriku?? Dimana anakku mengenal sosok tersebut??Mengapa sosok ini sepertinya selalu mengawasi dan melindungi putriku?
Aku mengendus. Indra penciumanku mulai mencium aroma wewangian yang bisa membuat pikiranku menjadi tenang. Wangi ini... !!! Wangi yang sama seperti yang tadi pagi kuhirup saat berada di pinggir kali.
Putriku mulai tersenyum. Entah dengan siapa!
Mata bulatnya kini menatap lekat ke arah jendela!
"Ibu.. ati-ati! ]Big monkey jaat!!" Celetuk Gendis sambil melambaikan tangannya ke arah jendela kamar yang terhalang gorden.
Aku hanya terpaku mendengar celotehan putriku. Pikiranku benar-benar kalut!
Suara hembusan angin semakin menderu kencang, petanda sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Aku semakin mempererat pelukanku ke tubuh Gendis. Hatiku terus bermunajat kepada Sang Pencipta agar keluargaku selalu dijaga dan dilindungi oleh-Nya.
"DUUUAAAARRRRR....!!!" Tak lama kemudian terdengar seperti suara ledakan memecah kesunyian malam.
"Ndiiiiissss!!!" Pekikku sambil menutup pendengaran putriku.
Tubuhku tersentak kaget! Nafasku memburu dan jantungku berdebar sangat cepat. Baru kali ini aku mendengar suara ledakan yang begitu kencang tepat berada di depan rumahku.
Kuperhatikan raut wajah Gendis tampak biasa-biasa saja. Putriku tetap terlihat tenang. Ia tidak merasa kaget atau terkejut dengan suara ledakan yang baru saja terjadi. Ataukah Gendis tidak mendengarnya sama sekali?
Akhirnya suara dentuman keras yang terdengar seperti letusan kembang api itu berhasil membangunkan suamiku dari tidur panjangnya.
Dengan gelagapan suamiku langsung terbangun dengan posisi duduk, raut wajahnya menyiratkan rasa kaget luar biasa. Wajar jika expresi suamiku seperti itu, karena suara dentuman yang baru saja terdengar bisa membuat jantung siapapun terasa copot.
"Su-suara apa itu....!!!" Teriaknya dengan wajah
panik.
"Ma..!! Gendis..!! Ngapain kalian duduk di lantai??" Tanyanya keheranan.
"Mas, kamu gimana sih?? Dari tadi aku bangunin kamu tapi nggak bangun sama sekali!" Sungutku kesal.
"Haaaah?? Kamu bangunin mas?? Kapan?? Kok mas tidak berasa ya?"
Sepertinya suamiku tidak berbohong. Kulihat jelas raut wajahnya seperti orang linglung. Ia harus mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu baru bisa memahami situasi yang sedang terjadi.
Aku mengajak Gendis mendekat ke suamiku.
"Ayah bobo, grrook.. grrroook" kata Gendis sambil memperagakan gaya tidur ayahnya yang mengorok.
"Ma! Barusan suara apa? Siapa yang kurang ajar bermain petasan tengah malam begini?" Sungutnya menahan marah.
"Nggak tau mas itu suara apa. Dari tadi, atap rumah kita seperti ada yang melempari pakai batu kerikil. Aku khawatir kalau itu perbuatan maling. Makanya dari tadi aku coba bangunin kamu, akan tetapi mas tidak meresponnya!" Dengusku memasang wajah cemberut.
"Tapi mas beneran nggak berasa kalau Ima bangunin mas. Masa iya mas sepulas itu? Apa kamu sudah mengecek ada orang atau tidak di garasi kita?"
"Belum mas! Gendis melarang aku untuk mengeceknya!"
"Gendis??" Tanya mas sambil menatap ke arah Gendis yang tampak asik memainkan jemarinya.
"Kenapa Gendis melarang kamu mengecek teras?"
"Entah mas, kata Gendis di luar ada big monkey! Makanya aku tidak diijinkan mengintip melalui jendela kamar!"
Suamiku menghela nafas. Tampaknya ia sedang berpikir.
"Kalau begitu biar mas saja yang mengecek ke luar. Kamu dan Gendis tetap di dalam kamar!" Perintahnya sambil bergegas mengambil mandau khas Kalimantan yang biasa suamiku taruh di atas lemari pakaian.
Gendis menatap ayahnya yang meninggalkan kamar. Bibirnya mulai mendekati telingaku dan ia mulai berbisik "mama.. big monkey run!! Big monkey atut ama Ibu!!" (Big monkeytakut sama Ibu)
"Big monkey sudah pergi?" Tanyaku meminta kepastian putriku.
"He-eh" Gumamnya sambil loncat-loncatan di atas tempat tidur.
"Yeeee... Ibu enang, enang..!! (Ibu menang, menang)... Holeeee...!!! Hollleee..!!" Soraknya penuh suka cita.
'Ndis tolong kemari sebentar."
"Apa ma?"
"Gendis tau dari mana kalau big monkey takut sama ibu? Siapa yang memberitahu Gendis?" Aku benar-benar dibuat penasaran oleh semua ucapan putriku.
Gendis hanya tersenyum misterius. Tanpa berkata sepatah katapun, ia mulai melompat di kasur sambil tertawa girang.
"Gendis... kenapa semua tentangmu begitu aneh" desisku pelan.
Aku segera melangkah ke jendela dan mengintip ke luar kamar. Yang kulihat hanyalah pekatnya malam. Dalam remangnya cahaya lampu teras, kulihat suamiku sedang berdiri di depan pagar, wajahnya tampak celingukan ke arah jalanan yang tampak begitu sepi dan gelap. Ia terlihat seperti sedang mencari sesuatu.
Mas menoleh ke arahku dan menggidikkan bahunya. Ia segera menutup pintu pagar dan melangkah masuk ke rumah.
"Sepi Ma!!! Di luar tidak ada siapa-siapa. Tidak ada bekas lemparan batu dan pasir. Bahkan tidak terlihat serpihan bekas ledakan petasan. Sepertinya para tetangga juga tidak mendengar suara ledakan itu. Kalau mereka mendengar ledakan yang begitu keras, pasti mereka sudah terbangun dan langsung berhamburan lari ke luar rumah!" Papar mas dengan kening mengkerut berusaha mencari penjelasan atas peristiwa yang baru saja terjadi.
"Ya sudahlah Ma, Alhamdulillah kalau rumah kita aman. Semoga saja tidak terjadi hal aneh menimpa keluarga kita" ujar mas sambil menaruh kembali mandaunya.
"Kok bisa ya mas, tetangga kita tidak mendengar suara ledakan yang begitu kencang?"
"Maka itu, mas juga heran. Mas saja yang sedang tidur langsung terbangun saking kagetnya!"
Aku menatap wajah suamiku lekat-lekat.
"Apa iya hanya kita saja yang bisa mendengar suara itu mas?" Aku berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiranku.
"Nggak mungkin Ma!! Suara ledakannya terdengar begitu kencang! Seharusnya tetangga kanan kiri kita juga mendengarnya!"
"Sudahlah nggak usah dipikirkan lagi! Yang penting sekarang kondisi sudah aman. Mas mau lanjut tidur, soalnya besok pagi harus segera ke kantor." Suamiku mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur.
Aku yang masih merasa janggal, hanya bisa duduk termenung di pinggir tempat tidur. Otakku berusaha berpikir keras mencoba mencerna semua runtutan kejadian hari ini. Namun hasilnya nihil! Aku tetap tidak bisa menemukan benang merahnya!
Aku menghela nafas berat dan memijit bahuku yang mulai terasa berat.
Malam itu aku lalui dengan perasaan tidak tenang. Rasanya begitu sulit bagiku untuk memejamkan mata. Aku bersikap waspada karena takut kalau mahluk yang dinamakan big monkey oleh Gendis akan datang kembali meneror keluargaku.
Bersambung
Comments (0)