Baca cerita
Kembalilah
Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia terbaru di Storytelling Indo. Cerita
Kembalilah
bahasa Indonesia selalu update di Storytelling Indo. Jangan lupa membaca update cerita lainnya ya. Daftar koleksi cerita Storytelling Indo ada di menu Daftar Cerita.
Aku tiba-tiba terbangun, suara pancuran air masih terdengar di atas, dan lantunan gitar solo John Petrucci masih terdengar indah di telingaku. Syukurlah hanya mimpi, sepertinya Cauthelia sudah benar-benar masuk di dalam hati dan pikiranku saat ini. Tetapi ya karena mimpi itu aku pun juga harus mandi, aku harus bergegas sebelum ditertawakan oleh Elya, gumamku di dalam hati. Aku pun segera beranjak menuju kamar mandi yang berada di lantai atas.
Saat aku ingin tiba di lantai atas dan berniat ke kamar mandi, saat itulah Cauthelia keluar dan memergokiku, ia kaget melihatku dan ia melihat ke seluruh tubuhku, lalu ia tersenyum menahan tawa. Jujur aku sangat malu saat ketahuan oleh gadis itu, tanpa banyak kata aku akhirnya masuk ke kamarku, lalu mempersiapkan semuanya untuk mandi. Sungguh memalukan, ujarku dalam hati, harus bertemu dengan Cauthelia dalam kondisi seperti ini.
Tidak butuh waktu lama untukku mandi, dan aku pun segera bergabung dengan gadis yang sudah menungguku di bawah. Pakaian yang sama ia kenakan sama seperti di mimpiku, ia pun masih menggunakan kacamatanya saat ini. Dynamic Brake saat ini berfungsi total, aku sama sekali tidak berhasrat saat memandangnya, Elya kau gagal, ucapku bangga di dalam hati.
Kami berdua hanya memutar video musik sambil berbicara banyak hal. Dan ia masih belum mau terbuka masalah kemana ia akan pindah dan berapa lama ia akan pindah, tetapi ia hanya mengucapkan kata-kata yang sifatnya ambigu. Jujur, aku sangat sedih mengetahui bahwa ia benar-benar akan pindah keluar kota saat ini.
“Kita kayak orang pacaran yah Dek,” ujarku seketika.
“Kan Dede bilang gak mau pacaran, Dede maunya dinikahin Kak,” ujarnya sambil menjulurkan lidahnya.
“Iya Dek, Kakak juga maunya nikahin Dede,” ujarku.
“Janji yah Kak,” ujarnya sambil memandangku dengan serius.
Aku mengangguk, “Kakak janji nanti akan nikahin Dede,” ujarku pasti.
“Eh, tadi itu kenapa Kakak buru-buru mandi?” tanya gadis itu, sebenarnya ia mengetahui apa yang terjadi, tetapi ia sengaja meledekku, aku hanya mengela napas pendek dan memandang gadis itu dengan malu, “udahlah, Dede pasti tau,” ujarku sedikit ketus.
“Cieeeeee, sama siapa Kak?” tanyanya meledekku.
“Ya sama Dede lah,” ujarku ketus, ia lalu tertawa kecil.
“Kirain gitu sama Kak Nadine,” ujarnya terus meledekku, aku hanya menghela napas saat ia mengatakan itu, “Kakak mau?” tanyanya kepadaku dengan wajah yang merah.
“Mau apaan?” tanyaku balik.
“Yang kayak di mimpi,” ujarnya dengan senyum yang menggoda.
Aku menggeleng pasti, “Semboyan 7 tuh,” ujarku agak ketus.
“Kalo menurut Dede Semboyan 5, jadi Kakak boleh masuk,” ujarnya sambil menjulurkan lidah.
“Sebelum Ijab Kabul, tetep Semboyan 7,” ujarku dengan tersenyum.
“Emangnya Kakak gak mau sama Dede?” tanyanya, aku tahu itu adalah jebakan dari gadis itu.
Aku mengangguk, “tapi kalo buat yang itu nanti dulu,” ujarku sambil mengusap kepala gadis itu.
“Bisa kasih Dede alasan gak?” tanyanya serius.
“Begini sayang,” ujarku memulai pembicaraan, “secara psikologi, mungkin Dede akan menanggap Dede udah dimiliki Kakak dengan begitu, tapi pernah mikir gak, kalo Dede kepengen terus gimana?” tanyaku kepada gadis itu, ia lalu memandangku dengan sedikit terkejut, ia lalu menggeleng.
“Melepaskan diri Seks Bebas itu itu susah Dek, ibarat kita keluar dari Black Hole, dan kita tahu hanya ada dua cara untuk keluar dari Black Hole,” ujarku dengan segala filosofi yang kumiliki.
Ia memperhatikanku dengan wajah yang memerah, “emangnya gimana caranya Kak?” tanyanya serius.
“Pertama berjalan mundur dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan cahaya, bahkan kita tahu, di even horizon, cahaya aja kesedot, makanya kita harus berjalan mundur lebih cepat dari kecepatan cahaya.”
“Maksudnya berjalan mundur lebih cepet dari cahaya gimana Kak realisasinya?” tanya gadis itu.
“Kita harus punya niat dan usaha yang kuat untuk keluar dari belenggu Seks Bebas,” ujarku.
“Terus kalo udah nikah kan udah ada pasangannya Kak?” tanya gadis itu lagi.
“Pelaku Seks Bebas yang pernah nyobain banyak tipe pasangan gak akan pernah puas dengan pasangannya,” ujarku dengan segala filosofiku, “mereka pasti akan merasa Istri atau Suaminya ada kurangnya dibandingkan orang lain, dan itu yang Kakak takutin kalo Dede sama Kakak sampe begitu sebelum menikah,” ujarku dan tersenyum, gadis itu memandangku dengan takjub.
“Dede ngerti, takutnya nanti malah selepas ini, Kakak nyari cewek buat pelampiasan, begitu juga Dede, bener enggak Kak?” tanya gadis itu sambil membenahi kacamatanya, aku mengangguk pasti.
“Terus cara kedua adalah, memutar balik waktu, jadi Dede harus bisa balikin ke waktu sebelum kita sampe di even horizon,” ujarku, “dan itu paling gak mungkin,” setelah mengatakan itu gadis itu tersenyum dengan wajah yang memerah.
“Dede yakin, Kakak bisa menjadi Suami yang baik buat Dede,” ujarnya lalu menggenggam kedua tanganku, “bahkan Kakak udah sejauh itu pikirannya, sementara Dede belom,” ujarnya lagi.
“Maaf ya sayang, Kakak boleh tanya gak,” tanyaku agak ragu.
“Eh, tanya ajah sayang,” ujarnya pelan.
“Seberapa sering Dede dalam sehari ngerasa pengen,” tanyaku agak tidak enak, ia terdiam lalu memandangku.
“Kadang sekali, kadang lebih Kak,” ujarnya tersenyum dengan wajah yang merah.
“Coba deh pas lagi kepengen Dede dengerin lagu classic atau progressive,” ujarku kepadanya.
“Eh emangnya ngepek Kak?” tanyanya.
Aku mengangguk pelan, “setidaknya energi Dede tersalur karena dengerin lagu itu.
Ia lalu mendekapku, perasaan yang berbeda aku rasakan, hanya ada rasa cinta di dalam dekapan itu, entah apa yang ia pikirkan, tetapi aku bahagia bisa memberikan solusi untuknya. Setidaknya disaat-saat terakhir, dan mungkin tidak akan berjumpa lagi dengan gadis ini.
Malam tiba dengan cepat, Cauthelia memohon izin kepadaku untuk menggunakan dapur, ia ingin memasak makan malam. Karena penasaran apa yang ingin dimasaknya, aku pun mengikutinya masak ke dapur. Aku melihatnya menggunakan apron yang saat ia kenakan agak kebesaran. Ia cukup lihai menggunakan peralatan masak, itu yang kulihat saat ia mulai memotong beberapa bahan. Melihat ada bahan lasagna di kulkas, terpikir olehnya membuat lasagna.
“Kak, itu ada puff pastry, boleh Dede pake gak?” ujarnya sambil menunjuk puff pastry instant, aku mengangguk pasti.
“Lasagna kok pake puff pastry?” tanyaku heran.
“Cream soup jamur kali Kak,” ujarnya sambil menjulurkan lidahnya.
Aku memperhatikannya saat memasak cream soup dan juga lasagna, sangat cekatan, ia makin terlihat cantik saat memasak, seandainya aku sudah selesai kuliah saat ini, aku akan langsung menikahinya setelah ia lulus SMA. Sesekali ekspresinya berubah saat menunggu dan mencicipi beberapa bahan, kadang ia mengerucutkan bibirnya, mengernyitkan dahinya, sampai menyeka keringat yang ada di wajahnya.
“Gak ngapa-ngapain, Dede itu cantik banget, serius,” ujarku sambil memujinya.
Ia melanjutkan kegiatannya untuk memasak, selain cantik ia terlihat seksi dengan apron yang saat ini dikenakan. Lekuk tubuhnya terbentuk jelas, dadanya terlihat besar dan busung saat itu. Tama hentikan, ujarku dalam hati, aku pun mengalihkan pandanganku, jangan mulai lagi.
Sekitar dua puluh menit kemudian, masakan pun selesai, ia menyuguhkannya di meja makan. Wanginya saja sudah membuatku ingin segera menyantapnya. Sejurus kemudian, ia mencuci tangannya dan bergabung bersamaku di meja makan. Ia duduk di sebelahku.
Tidak henti-hentinya aku memandang gadis ini, dan aku pun tidak pernah bosan memandang gadis itu. Aku paling suka mata cokelatnya yang begitu indah dan jernih. Ia lalu mengenakan kacamata yang sejak tadi ia selipkan di kerah bajunya, lalu memandangku dan tersenyum.
Waktu seketika terhenti, senyuman manis gadis ini seakan membekukan segalanya. Aku berharap ini selamanya, ya seumur hidupku dihabiskan bersama dengannya. Memang kedengarannya konyol, aku baru bertemu dengan gadis ini, tapi seperti aku sudah mengenalnya sejak lama, mudah untukku merasa nyaman di sampingnya.
Kami memakan masakan itu, sangat nikmat, rasanya tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Gadis itu tampak senang saat kukatakan bahwa memang masakannya sangat nikmat. Setelah kami habiskan masakan tersebut, kami lalu kembali ke sofa di ruang tengah untuk menonton film lagi.
Kali ini, Cauthelia memilih Titanic, entah mengapa ia menyukai film berdurasi 3 jam karya James Cameron itu. Film ini cukup berbahaya, ujarku dalam hati, banyak adegan yang bisa memicunya. Tetapi tidak apa, kurasa ia mulai mengerti dengan apa yang kukatakan barusan mengenai Seks Bebas dan Blackhole.
Cauthelia, sesungguhnya separuh dari dirinya adalah anak-anak yang harus dibimbing ke arah yang lebih baik. Banyak hal yang menurutku belum sepantasnya ia lakukan di usianya. Di beberapa sisi, ia terlihat feminime dan juga dewasa, tetapi di sisi lainnya ia adalah anak kecil yang manja dan butuh banyak bimbingan.
Film itu sudah berjalan lebih dari satu jam hingga sampailah pada beberapa adegan yang cukup membuatnya bereaksi. Dan sesuai dugaanku, ia terlihat gelisah saat adegan sedikit panas berlangsung. Adegan dimana saat Rose menarik Jack di dalam mobil yang terparkir di garasi kapal. Ia memandangku dengan wajah yang sangat merah, hingga ia menyilangkan sendiri pahanya dan terlihat gelisah.
Kugenggam lembut tangannya untuk membuatnya tenang, bukannya tenang yang ia peroleh, ia malah makin bereaksi. Sadar ini berbahaya, aku mengusap rambut gadis itu perlahan, aku ingin membuatnya tenang. Ia mencoba tersenyum kepadaku dengan wajah yang sangat merah. Ia meraih tanganku yang saat ini ada di kepalanya ia cium bagian telapak tanganku dan mulai meletakkan jari telunjukku di antara bibirnya.
Tags: baca cerita Kembalilah
Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) bahasa Indonesia, cerpen Kembalilah
Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) bahasa cerpen Indonesia, baca Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) online, Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) baru ceritaku, Kembalilah
Chapter 24 (Sembilan Hari Terindah) chapter, high quality story indonesia, Kembalilah cerita, cerpen terbaru, storytelling indonesia, , Storytelling
Comments (0)